AKP4.Modul Diklat PKB Guru SMK Paket Keahlian Akomodasi Perhotelan D
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. ABSTRAKBerdasarkan regulasi, pembangunan industri pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomia Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menyediakan lapangan pekerjaan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilakukan yaitu untuk menjelaskan strategi pengembangan idnustri pariwisata di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian studi kepustakaan yang mengacu pada pustaka-pustaka sebelumnya mengenai pengembangan idnustri pariwisata di Indonesia. Industri pariwisata di Indonesia perlu dilakukan pengembangan dikarenakan jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara masih rendah bila dibandingkan dengan industri pariwisata di negara lain. Peneliti membahas mengenai strategi pengembangan industri pariwisata dengan mengacu kepada peluang, kekuatan, kekurangan dan tantangan pada industri pariwisata di Indonesia. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh gambaran mengenai strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan industri pariwisata di kunci Strategi, pengembangan, pariwisataPENDAHULUANPengembangan pembangunan infrastruktur saat ini telah dilakukan dengan intensif oleh pemerintah. Menurut sekretariat Kabinet RI tahun 2017, pembangunan infraastruktur di Indonesia dikatakan masih begitu tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. Tujuan dari pembangunan Industru tersebut yaitu untuk merespon perubahan yang terjadi pada dunia industru secara keseluruhan. Salah satu industri yang mengalami perubahan yang terjadi pada dunia industri yaitu industri pariwisata. Saat iniindustri pariwisata menjadi salah satu sektor yang dipandang sangat menguntungkan dikarenakan masih banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan Mariyono 2017, Cholik 2017. Penerimaan pendapatan daerah menjadi salah satu potensi yang dapat ditingkatkan Incera et al. 2015. Perkembangan pariwisata di Indonesia tidak terlepas dari pengembangan pasriwisata di daerah Oktavia 2017; Sutanto 2016. Dengan demikian, strategi dalam pengembangan pariwisata perlu dilakukan untuk lebih mengembangkan pariwisata di penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode penelitian kepustakaan library research. Penelitian dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data dari pustaka. Abdul Rahman Sholeh menyatakan, penelitian kepustakaan library research merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpustakaan seperti majalah, buku, dokumen, skripsi, jurnal, dan catatan kisah-kisah sejarah atau penelitian kepustakaan murni yang berkaitan dengan objek penelitian. HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis Strategi Pengembangan Industri PariwisataBerdasarkan hasil kepustakaan yang dilakukan peneliti maka peneliti melakukan analisi terhadap strategi yang dilakukan untuk mengembangkan industri pariwisata di Indonesia. Analisis dilakukan dengan mengetahui peluang, kekuatan, kekurangan dan tantangan pada industri pariwisata di Indonesia. Analisis strategi pengembangan industri pariwisata di Indonesia yaituPeluang industri pariwisata IndonesiaPeluang industri pariwisata di Indonesia yaitu sebagai berikutKawasan wisata yang masih asriWisata yang sangat beragam, mulai dari wisata darat, wisata air, wisata sejarah, dan masih banyak lagiTempat penginapan yang banyak di sekitar kawasan wisataBanyak pusat perbelanjaan di sekitar kawasan wisataBanyak wisatawan yang tertarik terhadap wisata dan budaya IndonesiaPenyegaran kawasan wisata oleh pemerintah setempatBerbag wisata kuliner yang berada di sekitar kawasan industri pariwisata IndonesiaKekuatan industri pariwisata di Indonesia yaitu sebagai berikutDestinasi wisata yang mengandalkan sumber daya alam di IndonesiaKawasan-kawasan wisata legendaris di IndonesiaMasyarakat yang berada di sekitar kawasan wisata sangat ramahBanyak kawasan perdagangan di areal kawasan industri pariwisata IndonesiaKekurangan industri pariwisata di Indonesia yaitu sebagai berikutSarana transportasi umum yang masih sulit untuk menuju tempat wisataKondisi jalan areal wisata yang buruk sehingga sulit untuk dijangkau oleh wisatawanPartisipasi generasi muda yang masih kurang dalam pelestarian wisata di IndonesiaAgenda program wisata yang kurang industri pariwisata IndonesiaTantangan industri pariwisata di Indonesia yaitu sebagai berikutDukungan pemerintah dan masyarakat umum daerah yang masih kurang terhadap kawasana wisata di IndonesiaPengembangan wisata di beberapa kawasan tidak menarik para wisatawanRendahnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian cagar budayaBanyak wisata di negara lain yang lebih menarik dibandingkan dengan wisata di Strategi Pengembangan Industri Pariwisata di IndonesiaPengembangan Objek Wisata di Indonesia akan mendorongnya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan itu, pengembangan objek wisata secara langsung atau tidak langsung akan mendorong pertumbuhan dan pengembang wilayah, baik secara fisik, maupun secara sosial, budaya dan yang digunakan pada penelitian ini untuk mengukur strategi pengembangan objek wisata di Indonesia, yaitu dengan indikator planning perencanaan, organizing pengorganisasian, actuating pengarahan, dan controlling pengawasan. Berikut akan diurai masing-masing Planning perencanaan, kurang optimal yakni penyusunan rencana kerja dalam manajemen strategi pengembangan objek wisata yang kurang sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat, kurang sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah direncanakan. b. Organizing pengorganisasian, kurang jelasnya perincian kerja antara pihak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten dengan pihak UPT sebagai pengelola/pengembang objek wisata, termasuk penempatan dan pembagian tugas masing-masing pihak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten dengan UPT Actuating pengarahan, tidak adanya pedoman kerja dalam manajemen strategi pengembangan objek wisata, tidak adanya pengarahan bagi pihakpihak terkait dan kurangnya koordinasi antara Instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum PU, pihak Kecamatan Rupat Utara, pihak UPT Pariwisata, Kepala Desa, dan RT/RW Controlling pengawasan, pengawasan yang dilakukan kurang optimal yakni tidak adanya standar yang jelas dalam melakukan pengawasan, kurangnya melakukan penilaian dan tindakan perbaikan yang dilakukan kurang jelas, termasuk sanksi yang diberikan tidak yang mempengaruhi manajemen strategi Dinas Pariwisata dalam pengembangan objek wisata di Indonesiadalah sebagai berikuta. Anggaran/Dana Minimnya anggaran/dana adalah merupakan faktor yang mempengaruhi manajemen strategi Dinas Pariwisata dalam pengembangan objek wisata, dana yang diharapkan dari APBD tidak mencukupi, sehingga anggaran/dana diambil dari proyek yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia SDM Rendahnya tingkat pendidikan pihak pengelola/pengembang objek wisata, berpengaruh terhadap pengembangan objek wisata itu sendiri. Rata-rata tingkat pendidikan pihak pengelola/pengembang objek wisata tamat SMA Sekolah Menengah Atas.c. Sarana dan Prasarana Kurangnya sarana dan prasarana juga berpengaruh terhadap manajemen strategi Dinas Pariwisata dalam pengembangan objek wisata. Sarana prasarana yang dimaksud adalah tidak adanya penginapan, rumah makan, jasa kesehatan, rumah ibadah dan MCK Mandi Cuci Kakus.Strategi Perencanaan Pengembangan Pariwisata di IndonesiaStrategi KebijakanMembuat pedoman umum serta pedoman pengelolaan objek wisata yang lebih terfokus pada Manajemen Wisatawan yang meliputi interprestasi dan pengaturan pola arus pengunjung. Membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk berinvestas, serta Dinas Pariwisata Kabupaten melakukan promosi objek Fasilitas dan Aktivitas WisataUntuk jumlah akomodasi yang ada diperlukan mengoptimalkan kualitas secara fisik bangunan dan pelayanan, sehingga tercapai standar pelayanan yang baik, dengan demikian diperlukan masukan-masukan dari pemerintah kepada para pengelola akomodasi sebagai rekomendasi peningkatan standar pelayanan hotel, sanitasi dan kepuasan konsumen. Diperlukan adanya perbaikan akses jalan, banyaknya fasilitas makan dan minum namun belum mencapai standar dalam hal sanitasi dan kesehatan, dengan demikian diperlukan pula pembuatan standar dan persyaratan fasilitas makan dan minum oleh pemerintah sehingga kondisinya lambat laun dapat menyesuaikan dengan standar Strategi Produk. Strategi produk dapat dilakukan dengan menambahkan atraksi wisata yang unik dan menarik segmen yang lebih luas lagi, misalnya bagi kaum muda dapat menambahkan fasilitas penampilan adat budaya yang dapat dikelola langsung oleh Strategi Harga Biaya wisata masih sangat terjangkau oleh wisatawan dan sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Dapat dilakukan studi yang berkelanjutan mengenai perubahan pola perilaku pasar objek wisata di Indonesia ehingga dapat lebih memberikan penyesuaian untuk harga yang pantas3. Strategi Tempat Place/Distribution Objek wisata di Indonesia sudah dilakukan pendistribusian dengan baik. KESIMPULANPenelitian ini bertujuan untuk membuat berbagai perencanaan strategi pengembangan destinasi wisata di Indonesia. Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh industri wisata di Indonesia dianalisis secara komprehensif. Dari hasil analisis tersebut diperoleh gambaran bahwa kawasan objek wisata di Indonesia memiliki daya kompetitif yang rendah untuk menghadapi ancaman dari destinasi wisata lainnya. Selain itu diperlukan juga pembenahan kualitas dan kuantitas infrastruktur dan fasilitas penunjang. Keberadaan para stakeholder yang berkecimpung di industri pariwisata kota tidak ada salahnya untuk menjalankan strategi yang direkomendasikan oleh penulis dan dilakukan evaluasi lebih lanjut. Sehingga, apabila masih terdapat kekurangan atau kelemahannya, hal tersebut bisa menjadi bahan kajian yang menarik dalam penelitianpenelitian PUSTAKAArif, T. M. H., & Hossin, M. Z. 2016. A comparative analysis of internal and external environments between Hotel Hyatt, UK and Hotel The Cox Today, Cox's Bazar, Bangladesh. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 216, 13-22. I. N. 2015. Promotion strategy dan peran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam meningkatkan kunjungan wisatawan. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, 36, 1-18. Retrieved from A. 2017. Tourism development and strategy for increasing numbers of visitors in Kediri. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies, 52, 131-136. D. W., Sunaryo, & Yudaningtyas, E. 2015. Fight for the spirit game bergenre RPG menggunakan Fuzzy-SWOT berbasis web. Jurnal EECCIS, 91, L. 2010. Tourism as a development factor in the light of regional development theories. Tourism, 201, 5-10. H. H., & Huang, W. C. 2006. Application of a quantification SWOT analytical method. Mathematical and Computer Modelling, 431-2, 158-169. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
pengembanganlebih lanjut dan evaluasi pengembangan yang telah dilaksanakan. Pengembangan terutama harus dilakukan untuk bidang pariwisata karena saat ini masih tahap pembentukan awal, namun desa cihirup memiliki potensi pariwisata yang bagus yaitu bangong. DAFTAR PUSTAKA Alma, B. 2003. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa.Edisi 2.
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat di era modern saat ini. Padatnya rutinitas hidup membuat manusia memerlukan kegiatan traveling atau pariwisata. Indonesia memiliki beragama potensi pariwisata baik itu dalam bentang alam maupun budaya nya. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan daerah dan menjadi pendongkrak citra negara Indonesia di mata dunia. Saat ini dengan munculnya aplikasi media sosial, beragam objek wisata baru bermunculan dan menjadi trend. Wilayah yang dulunya biasa-biasa saja kini menjadi objek vital wisata hingga terkenal di Mancanegara. Artinya setiap daerah memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk menjadi sarana wisata. Dalam mengembangkan pariwisata setidaknya 3 prinsip ini harus terpenuhi. Indonesia punya potensi wisata yang indah 1. Something to See Artinya "ada sesuatu untuk dilihat". Setiap daerah tentu punya objek yang bisa dilihat dan jika objek itu menarik maka ia dapat dijadikan sebagai lokasi wisata wisata. Objek tersebut dapat berupa kenampakan alam maupun budaya. Contohnya saja dulu tidak ada yang namanya wisata Gunung Api Nglanggeran. Namun setelah dikaji ulang ternyata gunung batu tersebut menyimpan potensi wisata sejarah, geologi dan ekowisata. Setelah di kembangkan kini menjadi Desa Wisata dan terkenal hingga mancanegara. 2. Sometihing to do Artinya "ada sesuatu untuk dilakukan". Jika objek wisata sudah ada maka langkah selanjutnya adalah mencari kegiatan yang bisa dilakukan di sana. Jika ada objek air terjun maka selain menikmati indahnya air terjun, wisatawan harus melakukan aktifitas lain seperti berenang, hiking atau lainnya. Orang akan berinteraksi dengan objek tersebut sehingga akan menciptakan kegembiraan dan kesenangan batin. 3. Something to buy Artinya "ada sesuatu untuk dibeli". Tentunya para wisatawan memerlukan kebutuhan di tempat wisata mulai dari makanan, minuman sampai cinderamata. Jadi tempat wisata harus punya beragam pernak-pernik tambahan untuk dibeli. Orang datang ke Bali misalnya, maka disana juga harus ada fasilitas hotel untuk menginap, restoran, outlet cinderamata dan lainnya. Gambar
denganadanya kegiatan pariwisata; dan 3) Bagaimana pendapat mereka terhadap dampak-dampak kegiatan pariwisata (sosial, ekonomi dan lingkungan) di daerah mereka. Masyarakat lokal yang menjadi informan berjumlah 132 orang yang tersebar di 15 (lima belas) desa yang berada di 14 (empat belas) kawasan peruntukan wisata di Kawasan danau Toba.
Bagaimanakah prinsip pengembangan kegiatan pariwisata?JawabPrinsip pengembangan kegiatan pariwisata yaitu sebagai harus melibatkan masyarakat lokal dalam antara kebutuhan wisatawan dan para pemangku kemudahan kepada pengusaha skala lokal kecil dan efek pengganda bagi industri sama antara masyarakat lokal sebagai pelaku menjamin harus bertumbuh dengan optimal bukan ada monitoring dan evaluasi secara terhadap penggunaan sumber daya peningkatan sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikat untuk bidang keahlian lupa komentar & sarannyaEmail nanangnurulhidayat
PengertianPariwisata. Pengertian pariwisata dapat kita lihat dari pendapat para ahli berikut ini. Pariwisata erat kaitannya dengan dunia liburan, senang-senang, study tour dan juga bisnis. Pemerintah juga memperhatikan secara khusus sektor pariwisata, tentu saja melalu Dinas Pariwisata yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata – Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata Kegiatan pariwisata merupakan sebuah industri yang menghasilkan pendapatan bagi banyak negara di seluruh dunia. Kegiatan pariwisata dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah, meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam, serta meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan. Namun, pengembangan kegiatan pariwisata harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip ini harus menjamin bahwa kegiatan pariwisata memiliki dampak positif bagi masyarakat lokal dan konservasi alam. Prinsip pertama adalah pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada pengelolaan yang berwawasan lingkungan, yang memastikan bahwa lingkungan alam tetap terjaga dan dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa sumber daya alam yang digunakan tidak tercemar atau habis. Prinsip kedua adalah pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat lokal harus ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dan tidak mengurangi hak mereka. Masyarakat lokal juga harus dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kegiatan pariwisata, sehingga mereka benar-benar bisa merasakan manfaat yang ditawarkan. Prinsip ketiga adalah pengembangan usaha yang berkelanjutan. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada usaha yang berkelanjutan, yang memastikan bahwa industri pariwisata terus berkembang namun tidak mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Usaha ini juga harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tetap menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal, terutama dalam hal pendapatan. Prinsip keempat adalah komitmen untuk pelayanan kualitas tinggi. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada prinsip pelayanan kualitas tinggi, yang memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. Para pelaku industri pariwisata juga harus menyediakan fasilitas yang berkualitas tinggi, sehingga para wisatawan dapat merasakan pengalaman yang menyenangkan dan berkesan selama mengunjungi destinasi pariwisata. Prinsip kelima adalah menciptakan kerjasama yang positif. Kegiatan pariwisata harus didasarkan pada kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip pengembangan kegiatan pariwisata tersebut sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata menghasilkan manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip ini harus diikuti dengan hati-hati agar kegiatan pariwisata dapat menghasilkan dampak positif bagi masyarakat lokal dan lingkungan alam. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan 1. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa lingkungan alam tetap terjaga dan dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat 2. Pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya 3. Pengembangan usaha yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa industri pariwisata terus berkembang namun tidak mengganggu sumber daya alam dan masyarakat 4. Komitmen untuk pelayanan kualitas tinggi sehingga para wisatawan mendapatkan kunjungan yang menyenangkan dan 5. Menciptakan kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Penjelasan Lengkap Bagaimana Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata 1. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa lingkungan alam tetap terjaga dan dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Pengembangan kegiatan pariwisata harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan adalah salah satu prinsip penting dalam pengembangan pariwisata. Prinsip ini berfokus pada upaya untuk mempertahankan kelestarian alam dan mengoptimalkan manfaatnya bagi masyarakat setempat. Pertama, pelestarian alam berarti menjaga kesuburan ekosistem seperti hutan, laut, dan air tanah. Hal ini bertujuan agar kualitas dan kuantitas alam tetap terjaga. Hal ini sangat penting bagi kegiatan pariwisata karena alam memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan melestarikan alam, kita dapat memastikan bahwa alam dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Kedua, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan berarti mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam yang tersedia tanpa menghancurkan ekosistem alam. Ini melibatkan berbagai tindakan yang akan menjamin kelestarian alam dan meningkatkan kualitasnya untuk masyarakat setempat. Selain itu, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Ini berarti memperhatikan berbagai kepentingan dari berbagai pihak seperti masyarakat lokal, pemerintah, dan pelaku pariwisata. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berkelanjutan dan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan penting bagi pengembangan kegiatan pariwisata. Hal ini karena alam memiliki nilai ekonomi tinggi dan dengan melestarikan alam dan mengoptimalkan manfaatnya bagi masyarakat setempat, kita dapat memastikan bahwa pariwisata dapat menyediakan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Selain itu, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berkelanjutan dan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. 2. Pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Kegiatan pariwisata tidak dapat dilepaskan dari lingkungan masyarakat lokal. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa masyarakat lokal harus ikut serta dalam proses pengembangan pariwisata. Prinsip pengembangan pariwisata yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Memahami masyarakat lokal adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal. Hal ini harus dilakukan melalui sebuah pendekatan yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam proses pengembangan. Hal ini termasuk menciptakan mekanisme partisipasi yang adil dan menghormati hak-hak masyarakat lokal. Ini juga termasuk mendidik masyarakat lokal tentang manfaat pariwisata dan cara terbaik untuk mengelola sumber daya alam. Sebuah pendekatan partisipatif juga harus diterapkan untuk menentukan kesepakatan tentang bagaimana sumber daya alam harus digunakan. Ini termasuk menentukan bagaimana pendapatan dari kegiatan pariwisata akan digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal dan bagaimana hal itu dapat digunakan untuk melestarikan lingkungan. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip etika dan hak asasi manusia. Hal ini termasuk hak masyarakat lokal untuk memiliki hak kepemilikan sah atas sumber daya alam dan kebebasan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya alam yang dimiliki harus digunakan. Kegiatan pariwisata juga harus memastikan bahwa masyarakat lokal memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata. Hal ini termasuk hak untuk memperoleh pendapatan yang adil dan hak untuk menikmati manfaat dari pengembangan pariwisata. Prinsip pengembangan pariwisata yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat lokal agar mereka bisa ikut serta ketika membuat keputusan dan mengelola sumber daya alam. Melalui prinsip ini, para pengembang pariwisata dapat memastikan bahwa masyarakat lokal memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya alam mereka harus digunakan. Ini juga memastikan bahwa masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat adil dari kegiatan pariwisata. Dengan demikian, prinsip ini penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan lingkungan di mana kegiatan pariwisata berlangsung. 3. Pengembangan usaha yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa industri pariwisata terus berkembang namun tidak mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Pengembangan usaha berkelanjutan merupakan salah satu prinsip penting yang harus dipahami dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Dengan pengembangan usaha berkelanjutan, industri pariwisata dapat terus berkembang tanpa mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Untuk memastikan bahwa pengembangan usaha berkelanjutan benar-benar terlaksana dalam industri pariwisata, ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan. Pertama, industri pariwisata harus memastikan bahwa sumber daya alam yang digunakan untuk kegiatan pariwisata dapat dipertahankan dan diperluas. Ini termasuk menentukan jenis sumber daya alam yang dapat digunakan, mengurangi risiko kerusakan, dan meningkatkan kemampuan manajemen sumber daya alam. Kedua, industri pariwisata harus memastikan bahwa tujuan pengembangan kegiatan pariwisata yang dipilih dapat berkelanjutan. Ini berarti bahwa ada tujuan yang jelas dan konsisten yang dipandu oleh pendekatan yang terstruktur. Tujuan ini haruslah sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada dan mampu menangani krisis lingkungan jika muncul. Ketiga, industri pariwisata harus menyadari dampak pengembangan kegiatan pariwisata terhadap masyarakat lokal. Ini berarti bahwa industri pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak mengganggu kesejahteraan dan keseimbangan masyarakat lokal. Hal ini termasuk menentukan tujuan yang jelas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjamin bahwa masyarakat lokal dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. Keempat, industri pariwisata harus mengurangi dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Ini berarti bahwa industri pariwisata harus memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak mengganggu ekosistem dan masyarakat lokal. Untuk ini, industri pariwisata harus mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, memastikan bahwa produk yang digunakan aman bagi lingkungan, dan mengurangi tingkat polusi yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Dengan demikian, prinsip pengembangan usaha berkelanjutan penting untuk memastikan bahwa industri pariwisata dapat terus berkembang tanpa mengganggu sumber daya alam dan masyarakat lokal. Dengan mempertimbangkan beberapa hal penting di atas, industri pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. 4. Komitmen untuk pelayanan kualitas tinggi sehingga para wisatawan mendapatkan kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi adalah salah satu prinsip dasar yang harus dipegang ketika merencanakan, mengembangkan, dan mengelola kegiatan pariwisata. Ini adalah aspek yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata, karena memastikan bahwa para wisatawan menerima layanan yang tinggi dan memiliki kunjungan yang menyenangkan. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi berarti bahwa setiap aspek dari kegiatan pariwisata harus dirancang dengan hati-hati dan dioptimalkan untuk memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Ini termasuk aspek seperti akomodasi, makanan, transportasi, aktivitas rekreasi, dan banyak lagi. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi juga berarti bahwa para ahli pariwisata harus memiliki pengetahuan tentang wilayah yang mereka kelola dan siap untuk membantu memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pengalaman yang sebaik mungkin. Ini termasuk memberikan informasi tentang tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi, saran tentang bagaimana mencapai lokasi-lokasi tersebut, dan bantuan dalam mencari akomodasi yang sesuai. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi juga berarti bahwa para ahli pariwisata harus siap untuk merespons cepat jika para wisatawan mengalami masalah selama kunjungan mereka. Ini termasuk membantu menyelesaikan masalah transportasi, akomodasi, atau hal-hal lain yang dapat terjadi selama kunjungan. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi juga berarti bahwa para ahli pariwisata harus bersedia untuk memastikan bahwa para wisatawan memiliki kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. Ini termasuk memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan layanan yang ramah, bahwa mereka dapat menikmati kegiatan rekreasi di daerah tersebut, dan bahwa tempo kunjungan para wisatawan sesuai dengan keinginan mereka. Komitmen untuk melayani kualitas tinggi adalah salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata yang sangat penting. Ini berarti bahwa para ahli pariwisata harus memastikan bahwa setiap aspek dari kegiatan pariwisata dirancang dengan hati-hati dan dioptimalkan untuk memastikan bahwa para wisatawan mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Dengan melakukan ini, para ahli pariwisata dapat memastikan bahwa para wisatawan memiliki kunjungan yang menyenangkan dan berkesan. 5. Menciptakan kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Pengembangan pariwisata yang berhasil tergantung pada kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba. Kerjasama yang baik di antara keempat pihak dapat membantu meningkatkan arus pariwisata, menciptakan lapangan kerja yang konstan, dan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada para wisatawan. Kerjasama yang positif dapat dimulai dengan pemerintah yang memiliki peran penting dalam mengembangkan pariwisata. Pemerintah dapat menyediakan infrastruktur yang diperlukan, seperti fasilitas transportasi, penginapan, dan fasilitas lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Pemerintah juga dapat membantu untuk menciptakan lapangan kerja dengan menciptakan program-program yang dapat memberdayakan masyarakat lokal. Masyarakat lokal adalah salah satu pihak penting dalam mengembangkan pariwisata. Masyarakat lokal dapat membantu untuk menciptakan produk-produk yang unik yang dapat menarik para wisatawan. Mereka juga dapat membantu untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dengan menyediakan informasi yang akurat dan membantu para wisatawan untuk mengakses lokasi wisatanya. Pelaku industri pariwisata adalah pihak lain yang penting dalam mengembangkan pariwisata. Pelaku industri pariwisata dapat membantu untuk menciptakan produk-produk yang menarik bagi para wisatawan. Mereka juga dapat membantu untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas kepada para wisatawan. Selain itu, organisasi nirlaba juga memiliki peran penting dalam mengembangkan pariwisata. Organisasi nirlaba dapat membantu untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya pariwisata bagi masyarakat lokal. Mereka dapat membantu untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak pariwisata, menyediakan pelatihan kepada masyarakat lokal tentang cara meningkatkan kunjungan wisatawan, dan memberikan dukungan kepada pelaku industri pariwisata. Kerjasama yang positif antara pemerintah, masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan organisasi nirlaba adalah salah satu prinsip penting dalam pengembangan pariwisata. Kerjasama ini dapat membantu untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan. Dengan kerjasama yang baik, semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan pariwisata yang lebih baik. Gambarandari Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Pengertian Pariwisata Pada Dasarnya Pariwisata Sangat Mengandalkan Adanya Keunikan, Kekhasan, Kelokalan, Dan Keaslian Alam Dan Budaya Yang Tumbuh Dalam Masyarakat. Melihat Pada Pengertian Dalam Perda Kota Batu Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, Menyatakan Bahwa Pariwisata Adalah Berbagai Macam Kegiatan Wisata
Abstrak Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada keadaan pariwisata di Pulau Karampuang dan pengembangan yang telah dilakukan. Isu kelestarian alam mendorong penulis untuk mengkaji tentang pengembangan produk wisata Karampuang dengan berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata bahari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh manakah prinsip ekowisata bahari diterapkan dalam usaha maupun program pengembangan produk wisata Karampuang yang meliputi aksesibilitas, atraksi wisata, dan fasilitas wisata. Selanjutnya, diharapkan aspek-aspek pengembangan yang belum menerapkan prinsip ekowisata bahari dapat menjadi fokus perhatian untuk program pengembangannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsitf kualitatif yang berusaha untuk memaparkan keadaan pariwisata di Karampuang secara apa adanya. Pengambilan data dilakukan dengan observasi partisipasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen terkait. Data dianalisis dengan secara langsung dengan tahapan a reduction, b serving, dan c verification. Setelah melalui tahapan tersebut, data kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan kesimpulan akhir. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa secara garis besar, usaha dan program pengembangan prouk wisata Karampuang telah menggunakan prinsip ekowisata bahari sebagai acuannya demi menjaga kelestarian alam yang pada akhirnya akan mewujudkan sustainable tourism. Namun demikian, terdapat beberapa aspek yang masih dapat ditingkatkan dalam hal penerapan prinsip ekowisata bahari dalam pengembangan atau pengelolaan wisata di Pulau Karampuang. Sementara itu, penelitian ini memiliki implikasi praktis untuk pengelola wisata Karampuang sebagai dasar untuk pengembangan produk wisata dengan berpedoman pada prinsip ekowisata bahari demi terwujudnya sustainable tourism di masa depan. AbstractThis research was conducted based on the state of tourism in Karampuang Island and the developments that have been carried out. The issue of nature preservation encourages the author to study the development of Karampuang tourism products based on the principles of marine ecotourism. The purpose of this study is to identify the extent to which the principles of marine ecotourism are applied in the business and development program of Karampuang tourism products which include accessibility, tourist attractions and tourist facilities. Furthermore, it is hoped that development aspects that have not applied the principles of marine ecotourism can become the focus of attention for their development programs. This research is a qualitative descriptive study that seeks to describe the state of tourism in Karampuang as it is. Data were collected by participatory observation, interviews, literature study, and related document studies. Data were analyzed directly with the stages a reduction, b serving, and c verification. After going through these stages, the data is then interpreted to get a final conclusion. The results of this study indicate that broadly speaking, the Karampuang tourism product development program and business have used the principle of marine ecotourism as a reference in order to preserve nature which will ultimately create sustainable tourism. However, there are several aspects that can be improved in terms of the application of the principles of marine ecotourism in the development or management of tourism in Karampuang Island. Meanwhile, this research has practical implications for Karampuang tourism managers as a basis for developing tourism products based on the principles of marine ecotourism for the realization of sustainable tourism in the future. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume 12, Nomor 2, 2020 ISSN Cetak 1411-9862 Jurnal Nasional Pariwisata [126-139] Sotya Sasongko*; Janianton Damanik; Henry Brahmantya Pu sat S tud i Pariw isata, Universitas Gadjah M ada * corres po nding a uthor ko kopus pa r c. id Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan AbstrakPenelitian ini dilakukan berdasarkan pada keadaan pariwisata di Pulau Karampuang dan pengembangan yang telah dilakukan. Isu kelestarian alam mendorong penulis untuk mengkaji tentang pengembangan produk wisata Karampuang dengan berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata bahari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh manakah prinsip ekowisata bahari diterapkan dalam usaha maupun program pengembangan produk wisata Karampuang yang meliputi aksesibilitas, atraksi wisata, dan fasilitas wisata. Selanjutnya, diharapkan aspek-aspek pengembangan yang belum menerapkan prinsip ekowisata bahari dapat menjadi fokus perhatian untuk program pengembangannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsitf kualitatif yang berusaha untuk memaparkan keadaan pariwisata di Karampuang secara apa adanya. Pengambilan data dilakukan dengan observasi partisipasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen terkait. Data dianalisis dengan secara langsung dengan tahapan a reduction, b serving, dan c verification. Setelah melalui tahapan tersebut, data kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan kesimpulan akhir. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa secara garis besar, usaha dan program pengembangan prouk wisata Karampuang telah menggunakan prinsip ekowisata bahari sebagai acuannya demi menjaga kelestarian alam yang pada akhirnya akan mewujudkan sustainable tourism. Namun demikian, terdapat beberapa aspek yang masih dapat ditingkatkan dalam hal penerapan prinsip ekowisata bahari dalam pengembangan atau pengelolaan wisata di Pulau Karampuang. Sementara itu, penelitian ini memiliki implikasi praktis untuk pengelola wisata Karampuang sebagai dasar untuk pengembangan produk wisata dengan berpedoman pada prinsip ekowisata bahari demi terwujudnya sustainable tourism di masa depan. Kata kunci pengembangan wisata; produk wisata; ekowisata bahari; Pulau Karampuang; sustainable tourism Abstract This research was conducted based on the state of tourism in Karampuang Island and the developments that have been carried out. The issue of nature preservation encourages the author to study the development of Karampuang tourism products based on the principles of marine ecotourism. The purpose of this study is to identify the extent to which the principles of marine ecotourism are applied in the business and development program of Karampuang tourism products which include accessibility, tourist attractions and tourist facilities. Furthermore, it is hoped that development aspects that have not applied the principles of marine ecotourism can become the focus of attention for their development programs. This research is a qualitative descriptive study that seeks to describe the state of tourism in Karampuang as it is. Data were collected by participatory observation, interviews, literature study, and related document studies. Data were analyzed directly with the stages a reduction, b serving, and c verification. After going through these stages, the data is then interpreted to get a final conclusion. The results of this study indicate that broadly speaking, the Karampuang tourism product development program and business have used the principle of marine ecotourism as a reference in order to preserve nature which will ultimately create sustainable tourism. However, there are several aspects that can be improved in terms of the application of the principles of marine ecotourism in the development or management of tourism in Karampuang Island. Meanwhile, this research has practical implications for Karampuang tourism managers as a basis for developing tourism products based on the principles of marine ecotourism for the realization of sustainable tourism in the future. Key words tourism development; tourism products; marine ecotourism; Karampuang Island; sustainable tourism Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 PENDAHULUAN Keadaan alam Indonesia sangat didominsai oleh gugusan pulau-pulau. Tidak hanya pulau-pulau besar seperti Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua, deretan pulau-pulau kecil di antara pulau-pulau besar tersebut juga menjadi kekayaan alam Indonesia. Keadaan geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki ciri khas sangat kental terkait kabaharian, khususnya dalam bidang pariwisata yang menawarkan berbagai atraksi wisata bahari yang menakjubkan. Dalam buku Pedoman Ekowisata Bahari dijelaskan bahwa Indonesia sebagai negara kepualauan dengan posisi geografis yang dikelilingi oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik memiliki unggulan potensi atraksi alam ciri khas kebaharian. Yulius et al., 2018. Pendapat lain mengutarakan bahwa sumber daya ekowisata bahari merupakan potensi alam yang terkait dengan kelautan atau kebaharian yang dapat dieksplorasi dan dikelola untuk pengembangan produk pariwisata bahari tersebut. Zona ekowisata bahari terbagi ke dalam tiga area yaitu daratan atau pantai, laut perairan sekitar pantai dan lepas, dan dasar laut Dwi Mukti Wibowo, 2020. Salah satu pulau yang memiliki potensi tersebut adalah Pulau Karampuang yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat dianugerahi dengan berbagai daya tarik wisata alam dan budaya yang indah. Ironisnya, kunjungan pariwisata relatif rendah. Pada tahun 2017 tercatat kunjungan domestik pariwisata Sulawesi Barat sebanyak dan 723 untuk kunjungan mancanegara Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, 2018. Padahal, provinsi ini telah sebetulnya mempunyai Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Provinsi Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, 2018. Produk pariwisata memiliki perbedaan dari berbagai produk dan jasa di bidang lainnya. Pemahaman tentang produk pariwisata melibatkan komponen yang lebih kompleks karena tidak terbatas pada suatu produk itu sendiri, namun juga bagaimana wisatawan dapat mengaksesnya dan mendapatkannya. Middleton, 2001 memberikan pengertian produk wisata secara komprehensif bahwa “the tourist products to be considered as an amalgam of three main components of attraction, facilities at the destination and accessibility of the destination”. Secara rinci, elemen dasar dari suatu produk wisata adalah atraksi, fasilitas, dan akses wisata. Selanjutnya, Suswantoro, 2007 mengutarakan bahwa produk pariwisata merupakan segala sesuatu yang dirasa dan diperoleh oleh wisatawan mulai saat meninggalkan tempat tinggal sampai ke destinasi wisata hingga kembali ke tempat tinggal. Unsur produk pariwisata yang dikemukakan oleh Yoeti, 2002 adalah daya tarik atau atraksi wisata, fasilitas, dan akses wisata yang ditawarkan. Produk pariwisata terbagi menjadi produk yang memiliki fisik tangible dan produk yang tidak memiliki wujud fisik -jasa- intangible. Burns & Holden, 1995 menyatakan bahwa produk wisata sebagai sesuatu yang dapat dikoersialkan dan diciptakan dengan mengintegrasikan berbagai komponen faktor produksi, ketertarikan konsumen terhadap destinasi wisata, dan berbagai kebudayaan lokal serta festivalnya. Menurut Kotler & Armstrong, 1989 produk wisata adalah semua hal yang ditawarkan kepada pasar wisata atau konsumen untuk mendapatkan kepuasan atas keinginan di dalam objek fisik, layanan, SDM yang terlibat di dalam suatu wadah dan inovasi-inovasi baru. Setelah mengetahui dan memahami berbagai pemikiran mengenai produk pariwisata dari berbagai ahli di atas, serta menyimpulkan garis besar dari pemahaman dan elemen produk pariwisata, selanjutnya akan diuraiakan gambaran mengenai produk pariwisata di Pulau Karampuang yang dalam penelitian ini dibatasi dalam tiga elemen yakni atraksi wisata, aksesibilitas, dan fasilitas. Tabel 1. Jenis Produk Pariwisata Berdasarkan Hasil Obesrvasi ▪ Daya tarik / atraksi wisata ▪ Aksesibilitas menuju dan di dalam objek ▪ Sarana prasarana wisata Sumber Data Penelitian, 2019 Jurnal Nasional Pariwisata Sotya Sasongko et al. a. Aksesibilitas Pulau Karampuang berjarak 3 km dari Kota Mamuju, Sulawesi Barat dan diakses menggunakan perahu motor yang tersedia di area Tempat Pelelangan Ikan TPI Kasawi di Mamuju, selama sekitar 30 menit. Kondisi perairan yang relatif tenang, wisatawan akan dimanjakan oleh pemandangan lepas yang menawan dan disuguhi kesyahduan matahari terbit dan terbenam yang begitu hikmat. Selain untuk transportasi wisata, perahu motor ini juga merupakan kendaraan rutin penduduk Karampuang menuju ke Mamuju untuk bekerja ataupun sekolah. Pulau Karampuang memiliki dua dermaga yang akan menyambut wisatawan yakni dermaga 1 yang terletak di pemukiman penduduk, dan dermaga 2 di Ujung Bulo. b. Atraksi Wisata Secara garis besar, produk wisata yang dimiliki pulau Karampuang merupakan atraksi wisata bahari. Namun demikian, ada beberapa alternatif atraksi wisata darat yang ditawarkan meskipun masih dalam area yang dekat dengan pantai atau laut. Berbagai atraksi wisata tersebut terbagi menjadi beberapa jenis yakni snorkeling, diving, pesisir pantai, sunset view, jelajah hutan lindung, goa, dan sumber air sumur legendaris. Snorkeling dan diving merupakan primadona di kawasan tersebut dengan sajian keindahan aneka terumbu karang dari soft hingga hard coral. Tidak perlu penyelaman yang terlalu dalam, wisatawan akan dimanjakan dengan keindahan dunia bawah laut hanya dengan kedalaman dua hingga empat meter. c. Fasilitas Wisata Tidak dapat dipungkiri jika fasilitas pendukung wisata di Ujung Bulo masih terbatas. Keberadaan dermaga, gazebo, jalan setapak, warung makan, dan lapak souvenir masih terkesan seadanya. Meski begitu, pasokan listrik telah masuk ke Pulau Karampuang yang bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Solar Cell. Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berusaha untuk mengkaji pengembangan produk wisata dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip ekowisata bahari untuk mencapai sustainable tourism. Konsep ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan pada stakeholders dalam rangka pengembangan pariwisata yang lebih fokus dan terarah. Sehingga pada akhirnya dapat terwujud pariwisata berkelanjutan sustainable tourism yang dapat menjadi penggerak perekonomian Karampuang. Secara detail, penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengidentifikasi jenis-jenis produk wisata Pulau Karampuang. 2. Menganalisis implementasi konsep ekowisata bahari dalam pengembangan produk wisata. 3. Menganalisis keterkaitan konsep ekowisata bahari dengan sustainable tourism. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi secara nyata kepada pemerintah daerah untuk menyusun rancangan pembangunan dan pengembangan produk wisata Karampuang yang tidak merusak ekosistem. Misalnya adalah layout dan konstruksi kios-kios kuliner dan souvenir supaya tidak merusak konstruksi tanah di sekitar pantai yang dapat menyebabkan abrasi. Selain ini, penelitian ini diharapkan akan memberikan kesadaran bagi warga masyarakat Karampuang agar lebih peduli terhadap lingkungan alam sekitar dalam pengelolaan pariwisata. TINJAUAN PUSTAKA Akhir-akhir ini, pariwisata tidak lagi sekedar memiliki tujuan rekreatif. Lebih dari itu, saat ini pariwisata juga memiliki tujuan edukasi dan bahkan pelestarian alam. Konsep tersebut saat ini lebih populer dengan istilah ekowisata. Ekowisata merupakan suatu konsep tentang mencapai keinginan dan kepuasan akan alam, tentang eksploitasi wisata alam untuk kepentingan konservasi dan pengembangan, dan tentang mencegah dampak negatif dari kegiatan pariwisata tersebut terhadap alam Lindberg & Hawkins, 1995. Pemikiran lain tentang ekowisata adalah suatu kegiatan pariwisata di daerah yang masih alami harus mengintegrasikan seluruh elemen seperti pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat, serta harus memberikan dampak positif tidak hanya untuk pelaku pariwisata namun juga untuk lingkungan alam dalam bentuk Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 usaha-usaha pelestarian alam atau daerah wisata tersebut. Fandeli & Mukhlison, 2000 Sesuai dengan keadaan wilayah Pulau Karampuang dan produk-produk wisatanya, ekowisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalan ekowisata bahari sebagaimana Sebagian besar produk wisatanya adalah wisata laut dan pantai. Menurut Pemerintah Republik Indonesia, 2009 dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, wisata bahari merupakan berbagai upaya untuk menggelar kegiatan pariwisata dan olah raga air yang meliputi penyediaan berbagai fasilitas dan jasa lainnya yang secara profesional dikelola untuk tujuan komersial di daerah pesisir pantai, perairan laut, danau, sungai, dan waduk. Ahli lain juga berpendapat bahwa ekowisata bahari termasuk ke dalam jenis wisata minat khusus terhadap kegiatan wisata lkelautan baik dilakukan di permukaan maupun di dasar laut. Samiyono & Trismadi, 2001. Zona ekowisata bahari terbagi menjadi tiga yakni permukaan laut, bawah laut, maupun di pesisir laut yang menawarkan berbagai atraksi wisata air atau kelautan dalam kemasan eco-tourism. Beberapa atraksi wisata bahari yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah taman laut, Kawasan hutan mangrove, flora dan fauna laut, terumbu karang, dan pantai Yulius et al., 2018. Seperti telah dijelaskan sebelumnya mengenai produk wisata Pulau Karampuang yang sangat kental dengan kelautan, dalam tulisan ini, ekowisata yang dimaksud cenderung kepada ekowisata bahari. Lebih dalam lagi, ekowisata bahari merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir yang tetap memperhatikan kelestarian dan keseimbangan alam yang menjadi daya tarik wisata tersebut. Wisata bahari berpotensi untuk menurunkan kualitas dan keseimbangan alam, oleh karena itu sangat diperlukan usaha-usaha untuk menjaga kelestarian alam khususnya di daerah wisata bahari tersebut agar kegiatan pariwisata dapat terus berlanjut sustainable tourism. Ketjulan, 2010. Di sisi lain, dilihat dari aspek konservasi, ekowisata bahari justru bentuk pelestarian sumberdaya laut dan pantai. Ini karena prinsip ekowisata berdasar pada pencegahan rusaknya ekosistem laut akibat dampak negatif kegiatan pariwisata. Sehingga ketika alam yang rusak telah berhasil dikonservasi, maka fungsinya sebagai penyangga kehidupan akan kembali dan bahkan akan mendatangkan manfaat secara ekonomi melalui kegiatan pariwisata dan perikanan yang lebih produktif. Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh prinsip atau konsep ekowisata bahari telah diterapkan dalam pengembangan produk pariwisata di Pulau Karampuang guna mencapai tujuan sustainable tourism. Konsep pariwisata berkelanjutan menjadi sangat populer belakangan ini. Ini juga menyebabkan bertambahnya jumlah investasi pariwisata yang seharusnya memberikan dampak positif bagi semua pihak asalkan para pelaku wisata dapat dan mau menjaga dan menyatu dengan alam. Oleh sebab itu, dalam penelitiannya, Arida, menyampaikan bahwa beberapa sektor publik bertekad untuk menjadikan konsep sustainable tourism sebagai prioritas agar dapat menjaga dan melestarikan sumber – sumber pariwisata alam demi kepentingan di masa depan juga. Pengembangan pariwisata ataupun produk pariwisata yang didasarkan pada konsep atau prisnsip ekowisata memang menawarkan hasil yang ideal dan seimbang baik bagi manusia sebagai pelaku wisata maupun bagi alam sebagai objek wisata. Penerapan prinsip ekowisata dalam pengembangan pariwisata akan memberikan batasan-batasan perilaku bagi manusia sebagai pelaku wisata tanpa harus mengurangi aspek kepuasan wisata. Ini dimaksudkan supaya alam dapat bertahan dan tetap lestari, sehingga pariwisata dapat berlangsung selama mungkin dengan tidak membawa kerusakan bagi alam. Sebuah riset sebelumnya menyatakan bahwa terdapat peluang dalam pengembangan produk ekowisata bahari. Selain itu, dalam pengembangan wisata bahari tersebut, harus diperhatikan penerapan prinsip-prinsip ekowisata bahari. Yang juga harus diperhatikan adalah Jurnal Nasional Pariwisata Sotya Sasongko et al. bahwa peluang pengembangan produk pariwisata yang meliputi produk dan fasilitas wisata baru tidak akan memberikan dampak negatif atau merusak produk yang telah ada sebelumnya, maupun kegiatan pariwisata secara keseluruhan. Nazhima & Arida, 2019. Peneliti lain menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh warga masyarakat Pantai Bangsring dalam mengelola pariwisata merupakan salah satu usaha untuk memelihara ekosistem terumbu karang di Pantai Bangsring sehingga pengunjung Pantai Bangsring tidak hanya snorkeling di Pantai Bangsring namun pengunjung juga dapat melakukan aktivitas yang lain Budiman et al., 2017. Selain itu, dalam pengembangan daerah wisata di Pantai Malalayang, strategi utama yang dilaksanakan adalah dengan cara menjaga kelestarian sumber daya laut, keberagaman biota laut di Pantai Malalayang, menata sarana dan prasarana wisata, dan mengembangkan potensi kuliner lokal Razak et al., 2017. METODE PENELITIAN 1. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah rapid assesment berbasis pada observasi, Focus Group Discussion FGD, dan pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, penyebaran kuesioner, dan FGD. Sementara data sekunder diperoleh dengan menelaah berbagai sumber seperti jurnal, buku, undang-undang, dan dokumen kebijakan kepariwisataan baik di tingkat daerah maupun nasional. 2. Analisis Data Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan objek penelitian secara faktual sesuai dengan keadaan yang ada Nawawi & Martini, 1996. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan upaya untuk menyajikan serangkaian fenomena secara apa adanya ketika penelitian dilaksanakan Muchtar, 2013. Selanjutnya, juga mengacu pada Muchtar, 2013, analisis data dilakukan secara langsung melalui tahapan 1 reduction yakni penulis memilah data yang diperlukan yang dalam hal ini merupakan pengembangan produk pariwisata Karampuang yang dilihat dengan prinsip ekowisata bahari, 2 serving yakni penulis menampilkan data yang telah dipilah, dan 3 verification yakni penulis menyimpulkan hasil analisis pengembangan produk pariwisata Karampuang dilihat dengan prinsip ekowisata bahari. Pada akhirnya akan didapatkan seberapa jauh pengembangan produk pariwisata di Karampuang yang telah mempertimbangkan prinsip-prinsip ekowisata bahari. 3. Kerangka Berpikir HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Produk Wisata Karampuang Kawasan Pulau Karampuang memiliki konfigurasi landscape yang unik dan menawan, dengan dilingkupi bukit-bukit berupa cliff yang tertutup rindangnya pepohonan. Beberapa gugusan pantainya dihampari pasir putih bersih. Keindahan bawah laut terterawang dengan jelas karena kejernihan airnya. Zonasi diperlukan untuk menjaga kelestarian, keindahaan, dan kebersihan pantai. Penentuan zonasi ini didasarkan pada konsep landscape asessment. Zonasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu perlindungan dan pemanfaatan. Zona perlindungan dalam konsep adalah untuk menjaga proses alamiah meskipun terdapat aktivitas pariwisata di sekitarnya. Sementara zona pemanfaatan ditujukan untuk menjaga ekosistem dan sosiosistem masyarakat lokal di Kawasan Pulau Karampuang. 1 Persiapan ▪Review data sekunder ▪Desain/metodologi ▪Penyiapan instrumen Pengambilan Data ▪Observasi ▪FGD ▪Wawancara 3 Analisis Data tentang Penerapan Konsep Ekowisata Bahari Karampuang dengan penerapan prinsip ekowisata bahari dalam pengembangan produk pariwisata Karampuang Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 a. Snorkeling dan Diving Suguhan daya tarik wisata di Pulau Karampuang memang tidak terbantahkan keindahannya. Snorkeling dan diving merupakan primadona di kawasan tersebut. Atraksi ini menawarkan kemurnian dan keindahan terumbu karang baik jenis soft coral maupun hard coral. Wisatawan dapat dengan mudah melakukan snorkeling di sekitar dermaga Ujung Bulo dan lokasi-lokasi lain di kawasan Pulau Karampuang. Tidak perlu penyelaman yang terlalu dalam, wisatawan sudah dimanjakan dengan keindahan dunia bawah laut hanya dengan kedalaman dua hingga empat meter. Salah satu lokasi diving yang paling favorit adalah Wall Site yang yang menyimpan gugsan terumbu karang yang membentuk dinding besar. Spot ini memberikan sensasi pengalaman diving yang spesial karena keragaman biota lautnya yang masih terjaga merupakan surga dunia bawah laut yang tidak akan menjemukan. b. Pesisir Pantai Gugusan pantai di Karampuang dikenal dengan kebersihan dan suasana damainya saat bersantai. Dihampari dengan pasir putih yang masih bersih, pantai-pantai di Karampuang tidak pernah gagal untuk mewujudkan fungsi rekreatifnya bagi para wisatawan yang menikmatinya. c. Sunset View Suasana damai dan syahdu akan semakin terasa ketika momen matahari tenggelam di waktu petang tiba saat wisatawan sedang bersantai dan bercengekerama di gugusan pantai Karampuang. Perpaduan antara hamparan pasir putih, deru ombak, hutan bakau, dan semburat matahari tenggelam sunset merupakan atraksi wisata yang menakjubkan yang tidak boleh dilewatkan di Karampuang. d. Gua Lidah Selain dunia bawah laut, Pulau Karampuang masih menyimpan atraksi wisata lainnya yaitu wisata Gua Lidah yang terdapat di daratan sekitar pantai. Bagi wisatawan yang suka memacu adrenalin, Gua Lidah memiliki anak tangga sebagai akses untuk menuju ke bagian dalam goa. Sekilas, goa ini seperti kecil, namun di dalamnya tersembunyi area yang luas dengan dinding kokoh setelah berhasil menyusuri anak tangga tersebut. e. Hutan Kelelawar Salah satu yang ditawarkan oleh Hutan Kelelawar ini adalah wisata petualangan. Di dalam hutan tersebut, terdapat beberapa atraksi wisata seperti selfie point dan bird watching. Di dalam hutan tersebut telah terdapat jalur pejalan kaki yang memudahkan wisatawan untuk berpetualang di dalam hutan. f. Sumur Tiga Rasa Bagi wisatawan yang menyukai mitologi, Pulau Karampuang juga memiliki daya tarik wisata mitologi berupa sumur tiga rasa atau lebih populer dengan nama Sumur Jodoh. Terletak di bagian selatan Karampuang, sumur ini diyakini dapat mendatangkan jodoh bagi siapa saja yang meminum air dari sumur tersebut. Air di dalam sumur ini mengandung tiga rasa berbeda yaitu tawar, asin, dan disertai rasa air payau. 2. Pengembangan Produk dengan Prinsip Ekowisata Bahari Terkait prinsip ekowisata bahari, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, 2018 melalui Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Provinsi Ripparprov merumuskan Visi Pembangunan Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat yaitu “Mewujudkan Provinsi Sulawesi Barat Sebagai Destinasi Wisata Nasional Berkelas Dunia, Berkelanjutan, Berbasis pada Kearifan Lokal, Yang Mendorong Pembangunan Daerah, Kesejahteraan Masyarakat dan Malaqbi”. Sedangkan Misinya adalah 1 Memanfaatkan secara lestari sumber daya alam, budaya dan buatan sebagai objek potensial pembangunan pariwisata dengan melibatkan peran aktif masyarakat lokal di Sulawesi Barat. 2 Meningkatkan daya saing pariwisata Provinsi Sulawesi Barat baik pada tingkat nasional maupun global sehingga mampu meningkatkan jumlah kunjungan. 3 Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM, kelembagaan dan infrastrktur serta sarana dan prasarana pariwisata. 4 Menjadikan pariwisata sebagai wahana pemberdayaan masyarakat, meningkatkan Jurnal Nasional Pariwisata Sotya Sasongko et al. kreativitas, penciptaan dan pemerataan kesempatan kerja dan berusaha. 5 Mempromosikan potensi pariwisata Provinsi Sulawesi Barat dengan menjalin kerjasama dengan daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri. 6 Mengembangkan daerah tujuan wisata di Sulawesi Barat yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai dan berwawasan lingkungan sehingga mampu meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat. 7 Mengembangkan pemasaran pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara ke Sulawesi Barat. 8 Mengembangkan industri pariwisata di Sulawesi Barat yang berdaya saing, kredibel, mampu menggerakan kemitraan usaha, bertanggung jawab atas kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam dan dan sosial budaya. 9 Mengembangkan organisasi pemerintah daerah, swasta dan masyarakat di Sulawesi Barat, mengembangkan sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong terwujudnya kepariwisataan yang berkelanjutan. 10 Mendorong kemajuan daerah secara merata melalui optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi wisata serta pengembangan kerjasama antar daerah dan kemitraan antar pelaku dalam pengelolaan pariwisata. Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai konsep dan prinsip ekowisata di bagian pendahuluan sebelumnya, setidaknya terdapat tiga butir yang secara langsung merujuk pada prinsip atau konsep ekowisata, yakni butir 1 memanfaatkan secara lestari sumber daya alam, 6 berwawasan lingkungan, dan 8 bertanggung jawab atas kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam. Konsep pengembangan ekowisata bahari didasari oleh latar belakang demografis kelautan yang dimiliki oleh Pulau Karampuang. Pantai, laut, wisata bawah air terumbu karang dan biota laut, Kawasan mangrove, ekosistem kelelawar, dan gua lidah merupakan sumber daya wisata alam yang dapat disinergikan menjadi kesatuan atraksi wisata yang menawarkan topografi pantai sebagai wisata bahari serta keindahan pantai sebagai wisata rekreatif. Dengan adanya daya tarik wisata terumbu karang, misi pariwisata berkelanjutan sangat penting untuk diserukan. Kegiatan konservasi bawah laut yang dikemas sebagai wisata edukasi dapat dipilih sebagai salah satu alternatif. Paket transplantasi terumbu karang untuk penyelamatan kelestarian terumbu karang sangat prospektif untuk diterapkan. Selain berkelanjutan wisata ini juga harus menyuarakan berbagai kegiatan positif peduli lingkungan. Ini akan memperkuat branding Pulau Karampuang. Selain itu, pengembangan produk wisata di Karampuang juga sebaiknya dilakukan dengan konsep wisata minat khusus supaya tidak terjadi wisata massal dengan jumlah wisatawan yang berlebih demi keberlangsungan ekosistem sekitar. Wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat tertentu dari objek atau kegiatan di daerah tujuan wisata tertentu. Tujuan wisata khusus ini harus direncanakan dan dikembangkan secara khusus Weiler & Hall, 1992. Dalam suatu daerah tujuan wisata terutama daerah pesisir pantai seperti di Pulau Karampuang setidaknya ada beberapa aktivitas yang dilakukan yaitu aktivitas wisata, aktivitas perikanan tangkap dan aktivitas penduduk nelayan atau penduduk yang bermukim di sekitar pesisir pantai. Agar konsep ekowisata bahari dan sustainable tourism dapat disosialisasikan dan diiimplementasikan dengan baik, maka penduduk yang menghuni wilayah tersebut dan melakukan aktivitas mereka di Pulau Karampuang harus senantiasa diperhatikan dan dilibatkan dalam berbagai kegiatan dan pengembangan pariwisata. Salah satu upaya tersebut adalah dengan penerapan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau CBT Community-Based Tourism. Dengan konsep CBT, kesadaran mereka akan pariwisata akan terbentuk dan bahkan akan menjadi tata cara hidup bagi masyarakat lokal local way of life. Sehingga ketika warga telah memahami dan menyadari bahwa pariwisata merupakan bagian dari kehidupan mereka, maka mereka akan Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 dengan senang hati mengelola pariwisata dan pada akhirnya tujuan sustainable tourism akan tercapai. Akan tetapi, konsep ekowisata bahari juga menyimpan kekhawatiran ketika konsep tersebut hanya dijadikan label semata untuk kampanye atau promosi pariwisata demi keuntungan atau profit yang besar semata tanpa mempedulikan keadaan alam. Selain itu, kekhawatiran lain muncul jika pada praktiknya, konsep tersebut disalahartikan sebagai “wisata bahari”. Kedua konsep tersebut tentu sangat berbeda. Wisata bahari adalah berbagai kegiatan wisata yang memanfaatkan sumber daya kelautan seperti diving, snorkeling, memancing, dan sebagainya Ketjulan, 2010. a. Pengembangan akses dalam kawasan wisata Konfigurasi kawasan Pulau Karampuang sebagian merupakan dataran dan sebagian perbukitan. Area yang berupa dataran berada di Kawasan pinggiran pulau yang dijadikan sebagai area pemukiman penduduk di kawasan Desa Karampuang 1 dan desa Ujung Bulo. Sementara kawasan perbukitan terdapat di sebagian sisi pulau dan di tengah pulau. Berdasarkan kondisi geomorfologi ini ditetapkan zona lindung di perbukitan. Kawasan lindung ini dikelola secara konservasi. Zona ini boleh dimanfaatkan secara sangat terbatas. Untuk akses ke tempat ini tidak dibangun jalan beraspal tetapi jalur trekking conblock/paving dan sebagian jalan tanah/pasir. Di kiri kanan jalan setapak ini dibuat drop structure yang dilengkapi dengan bangunan peresapan air hujan. Untuk menghubungkan antar zona yang dipisahkan oleh pantai dan hutan dibuat dermaga khusus kapal wisata. Kapal wisata ini digunakan untuk mengangkut wisatawan yang ingin melakukan kegiatan selam Diving dan Snorkeling. Antar zona dapat dihubungkan jalan perdesaan. Pengembangan akses ini dapat dilakukan tetapi diharapkan untuk tidak merugikan zona lindung dan zona lainnya. Zona perlindungan perairan laut dan sempadan pantai mempunyai keterbatasan, sehingga diharapkan nantinya di dalam pengembangan akses tidak ada bangunan yang didirikan. Kemudian antar zona yang berada di area semakin kearah daratan maka akses lebih banyak pilihan. Tetapi arah jalan harus tegak lurus pada garis pantai. Hal ini dimaksudkan agar kerusakan tidak terjadi sepanjang garis pantai. Konstruksi jalan sebaiknya menggunakan conblock paving blok. Adanya conblock dimungkinkan air bisa masuk meresap ke dalam tanah. Syarat untuk pembuatan jalan dibangun tegak lurus dengan garis pantai. Apabila ingin membuat jalan memanjang sepanjang garis pantai hanya boleh dilakukan pada batas terluar zona yang ada di kawasan yang datar. Pada setiap jalan yang dibuat, ditepinya ditanami dengan tanaman perindang. Jalur ini bisa digunakan sebagai jalur trekking sepeda berkeliling Pulau Karampuang. Pengadaan jalur sepeda adalah salah satu rencana pengembangan pariwisata dalam mewadahi mobilitas para pengunjung sehingga pengunjung dapat bekeliling kampung dan pemukiman di Pulau Karampuang sambal menikmati pemandangan sekitar. Ruang publik dan peraturan mengenai ruang publik penting untuk dijadikan acuan. Sementara itu, terkait pengembangan dermaga khusus wisata, perlu desain bangunan dermaga dengan bahan baku yang ramah lingkungan agar kegiatan wisata dapat bukan justru merusak kawasan. Untuk mengidentifikasi dengan lebih detail, tabel 2 berikut ini merupakan penyajian tabel pengembangan produk wisata Karampuang yang berupa akses dan kaitannya dengan prinsip ekowisata bahari. Tabel 2. Pengembangan Produk Akses Kawasan Wisata Karampuang Spesifikasi/ Teknis Pengem-bangan Pertimbang-an Ekosistem dan Lingkungan Pengembangan Jalur Trekking/ jalan kaki menuju Kawasan Pantai Penataan jalur pejalan kaki menuju Kawasan pantai ▪ Jalan setapak dengan paving dan drop structure di samping ▪ Tidak ada bangunan permanen ▪ Penggunaan paving dan drop structure masih memungkinkan untuk peresapan air ke tanah ▪ Supaya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara Jurnal Nasional Pariwisata Sotya Sasongko et al. Pengembangan jalur bersepeda Penataan jalur bagi wisatawan yang ingin bersepeda wisata ▪ Jalan setapak dengan paving dan drop structure di samping ▪ Dibuat tegak-lurus terhadap garis pantai ▪ Ditanami tanaman perindang di samping ▪ Penggunaan paving dan drop structure masih memungkinkan untuk peresapan air ke tanah ▪ Tegak lurus untuk meminimalisir abrasi ▪ Tanaman mencegah abrasi Pengembangan dermaga khusus pariwisata di Mamuju Penyusunan DED dermaga wisata, pembangunan dan pengelolaannya ▪ Bahan baku lokal dan ramah lingkungan ▪ Supaya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara Sumber Analsis Data Survey dan Observasi Penelitian, 2019 b. Pengembangan atraksi wisata 1 Atraksi yang ada di Zona perlindungan, dilakukan seminimal mungkin pengembangan fasilitas utilitas. Zona ini adalah Sempadan Pantai, Perairan Teluk, Spot Diving dan snorkeling dan di kawasan hutan. Pada Zona hutan dilengkapi dengan gazebo-gazebo pemandangan dan birdwatching, untuk melihat burung dan kelelawar hutan. 2 Atraksi yang ada di Zona pemanfaatan intensif dan ekstensif pengembangan infrastruktur, fasilitas dan utilitas dapat dilakukan secara intensif dengan mempertimbangkan keberlanjutan dan ruang publik. 3 Atraksi yang ada di hutan dan perkampungan dapat dilakukan pembangunan dan penataan jalur trekking sepeda dan area bird watching. 4 Atraksi yang ada di zona diving dan snorkeling dapat dilakukan penataan spot dan penanda untuk area diving dan snorkeling. Secara detail dapat diuraikan pada setiap zona sebagai berikut Pada Zona Pemanfaatan Kawasan Pantai Di beberapa lokasi ada peluang terdapat dataran yang ada lebar, akan tetapi perlu dibuat batas pengaman karena sisi-sisinya merupakan batuan yang sedikit tajam. Pengembangan kawasan dengan gardu pandang dan gazebo sangat diminati pengunjung untuk melihat pemandangan laut. Kemudian zona sempadan pantai dengan hamparan pasir putih dapat dialoksikan untuk kegiatan Mass Tourism. Di zona ini tidak diperbolehkan untuk membangun sarana dan prasarana serta fasilitas konstruktif. Hanya tanaman pohon sebagai shelterbelt dapat ditanam bentuk berderet atau kelompok. Vegetasi semak atau hutan mangrove harus dibiarkan tumbuh sebagai tempat untuk bertelurnya penyu. Selain itu, terdapat area yang memiliki ketinggian sedikit berbeda dengan jalur mangrove track yang berfungsi sebagai area untuk melihat pemandangan laut maupun berfoto sekaligus sebagai tambahan area peristirahatan. Posisi berada pada track yang lebih dekat dengan bibir pantai. Zona Pemanfaatan Dermaga Wisata Di Zona ini dapat dibangun fasilitas dan utilitas yang intensif. Zona ini digunakan sebagai pintu gerbang masuk ke kawasan wisata bawah air Pulau karampuang. Penataan titik berkumpul, rest area, area parkir kapal wisata dapat dibangun di zona ini. Bangunan semi permanen seperti rumah panggung yang dikemas sebagai TIC Pulau Karampuang. Zona pemanfaatan pemukiman dan kawasan hutan Di zona ini dapat dibangun fasilitas dan utilitas pendukung kegiatan wisata di kawasan pantai dan atraksi kawasan Pulau karampuang Gua, Sumur Jodoh, trekking sepeda dan kelelawar hutan. Di Zona ini dapat dibangun fasilitas homestay, gerai-gerai kuliner dan souvenir, bahkan dapat dibuat workshop untuk gerai-gerai tersebut, selain itu dibangun kamar bilas dan toilet umum. Zona pemanfaatan intensif Spot Diving dan Snorkeling Di Zona ini tidak diperbolehkan untuk membangun sarana dan prasarana serta fasilitas yang intensif, yang diperlukan dibuat penanda tempat spot-spot diving dan snorkeling tersebut berada. Selain penanda arah, penanda bahaya, jalur evakuasi dan juga penanda yang berisi info mengenai destinasi tersebut sangat diperlukan. Berapa lama penyelaman yang aman untuk pemula, mahir dan sebagainya penting untuk diketahui pengunjung maupun masyarakat. Selain itu, kegiatan konservasi bawah laut dapat dikemas sebagai wisata edukasi. Paket wisata transplantasi Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 terumbu karang untuk penyelamatan terumbu karang juga memiliki prospek untuk dilakukan. Selain berkelanjutan wisata ini akan menyuarakan kegiatan positif yang peduli lingkungan dan dapat memperkuat branding Karampuang. Untuk mengidentifikasi dengan lebih detail, tabel 3 berikut ini merupakan penyajian tabel pengembangan produk atraksi wisata Karampuang dan kaitannya dengan prinsip ekowisata bahari. Tabel 3. Pengembangan Produk Atraksi Wisata Karampuang Spesifikasi/ Teknis Pengem-bangan Pertimbangan Ekosistem dan Lingkungan ▪ Penyusunan DED Kawasan Pariwisata ▪ Penataan Entrance Plaza ▪ Penataan Open Stage ▪ Penantaan Gazebo dan tempat duduk ▪ Penataan kios kuliner dan souvenir ▪ Penataan kamar bilas dan toilet umum ▪ Tidak ada bangunan fisik permanen/konstruktif ▪ Penanaman pohon untuk shelterbelt ▪ Pelestarian vegetasi semak untuk tempat bertelur penyu ▪ Entance, Gazebo, tempat duduk, dan fisik lainnya dengan bahan kayu yang ramah lingkungan ▪ Kawasan pesisir tetap alami dan bersih ▪ Penanaman pohon untuk pencegahan abrasi ▪ Menjaga kelestarian penyu laut ▪ Bahan kayu dan bambu ramah lingkungan Penataan Spot Diving dan Snorkeling ▪ Penataan pada spot- spot diving dan snorkeling yang ada di kawasan Pulau Karampuang ▪ Kegiatan konservasi bawah laut ▪ Penanda spot, arah, kedalaman, bahaya, dan jalur evakuasi ▪ Papan informasi mengenai karakter atraksi wisata ▪ Paket wisata transplantasi terumbu karang ▪ Penandaan sebagai pengingat agar wisatawan tidak berperilaku merusak ▪ Transplantasi untuk melestarikan terumbu karang Pengadaan persewaan sepeda ▪ Pembangunan dan pengadaan persewaan sepeda Penataan Kawasan Goa Lidah ▪ Penataan jalur trekking ▪ Penataan Selfie Point ▪ Penataan tempat duduk ▪ Penataan Toilet Umum ▪ Jalan setapak dengan paving dan drop structure di samping ▪ Gazebo, tempat duduk, dan fisik lainnya dengan bahan kayu yang ▪ Penggunaan paving dan drop structure masih memungkinkan untuk peresapan air ke tanah ▪ Bahan kayu dan bambu ramah lingkungan ▪ Penataan jalur trekking ▪ Penataan selfie point ▪ Penataan tempat duduk ▪ Pengadaan sarana bird watching ▪ Jalan setapak dengan paving dan drop structure di sampingnya ▪ Gazebo, tempat duduk, dan fisik lainnya dengan bahan kayu yang ramah lingkungan ▪ Penggunaan paving dan drop structure masih memungkinkan untuk peresapan air ke tanah ▪ Bahan kayu dan bambu ramah lingkungan Pengadaan glass bottom boat Kapal berlantai kaca ▪ Pengadaan glass bottom boat Kapal berlantai kaca ▪ Pemandu Wisata Penataan dan pengembangan atraksi Sumur Tiga Rasa ▪ Penataan jalur trekking ▪ Penataan Selfie Point ▪ Penataan tempat duduk ▪ Pembuatan signed Gazebo ▪ Jalan setapak dengan paving dan drop structure di samping ▪ Gazebo, tempat duduk, dan fisik lainnya dengan bahan kayu yang ramah lingkungan ▪ Penggunaan paving dan drop structure masih memungkinkan untuk peresapan air ke tanah ▪ Bahan kayu dan bambu ramah lingkungan Sumber Analsis Data Survey dan Observasi Penelitian, 2019 c. Pengembangan fasilitas Fasilitas wisata merupakan produk pelengkap bagi daya tarik wisata yang digunakan untuk melayani kebutuhan wisatawan. Fasilitas pariwisata sebagai ujung tombak usaha kepariwisataan dapat diartikan sebagai usaha yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan pada suatu daya tarik wisata. Fasilitas tersebut antara lain akomodasi, makan dan minum, souvenir, tempat ibadah, tempat bilas, toilet dan sebagainya. Sementara itu, fasilitas pendukung wisata yang ada di Ujung Bulo masih terbatas. Dermaga, gazebo, jalan setapak, warung makan souvenir shop, masih sederhana dan belum terkonsep dengan jelas. Namun demikian, Pulau Karampuang juga telah ditunjang dengan fasilitas aliran listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Melihat kondisi dan tata letak fasilitas yang ada, harus ditambah dan direncanakan Kembali penataannya. Kawasan wisata hendaknya harus aman, nyaman dan tentram, terhindar dari polusi. Fasilitas akomodasi yang direkomendasikan untuk Pulau karampuang Jurnal Nasional Pariwisata Sotya Sasongko et al. adalah homestay. Homestay adalah rumah tinggal yang sebagian kamar beserta fasilitasnya disewakan kepada wisatawan yang berinteraksi dengan tuan rumah dan masyarakat. Ada juga yang mendefinisikan homestay sebagai sebuah bangunan yang dibuat khusus untuk menginap tamu/wisatawan. Maksimal jumlah kamar yang diperbolehkan untuk homestay adalah 5 kamar. Homestay di Karampuang dapat berupa rumah penduduk yang ditata sedemikian rupa untuk menginap tamu, ada juga membuat bangunan tersendiri sesuai dengan regulasi yang berlaku. Syarat homestay antara lain adalah dimiliki oleh anggota masyarakat, memiliki nuansa atau keunikan lokal sesuai budaya setempat, memiliki standar ukuran luas kamar minimal 7,5m2, memiliki ventilasi udara dan jendela. Hotel yang ada di Mamuju dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat yang memiliki homestay, supaya dapat berkembang dan sesuai dengan standar wisatawan. Rumah makan, toko souvenir, tempat bilas, toilet dan tempat ibadah perlu untuk dilengkapi dan ditata ulang terutama di kawasan pantai. Investasi dalam skala besar tidak direkomendasikan di Pulau Karampuang. Lebih lanjut lagi, gerbang masuk pada pengembangan zona dermaga akan memberikan kesan pertama tentang area pariwisata kepada para pengunjung sehingga desain harus sedapat mungkin menarik perhatian dan memberi kesan kepada pengunjung. Pengembangan ini dapat pula didukung dengan pengadaan sculpture ikonik di area kedatangan. Material alam seperti kayu dan bambu dapat dimanfaatkan sebagai material utama dalam perancangan gerbang masuk wisata. Untuk mengidentifikasi dengan lebih detail, tabel 4 berikut ini merupakan penyajian tabel pengembangan produk fasilitas pariwisata Karampuang dan kaitannya dengan penerapan prinsip ekowisata bahari. Tabel 4. Pengembangan Produk Fasilitas Wisata Karampuang Spesifikasi/ Teknis Pengem-bangan Pertimbang-an Ekosistem dan Lingkungan Pengembangan Gerbang dan Dermaga di Pulau Karampuang Pmbangunan gerbang masuk kawasan sebagai identitas Kawasan Pulau Karampuang dan dermaga kapal ▪ Pemanfaatan material alam seperti kayu dan bambu ▪ Agar tidak mencemari dan keseimbangan ekosistem tetap terpelihara Pembangunan dan penataan titik kumpul wisatawan ▪ Pembangunan kios penyewaan peralatan diving dan snorkeling Dive Center ▪ Pengadaan peralatan Diving dan Snorkeling ▪ Pembangunan dan penataan kios untuk penyewaan dan penyimpanan peralatan diving dan snorkeling ▪ Pengadaan peralatan diving dan snorkeling ▪ Pembangunan tempat untuk mencari informasi tentang aktivitas berwisata di Pulau Karampuang dan Di Mamuju Pembangunan dan Penataan Kuliner Khas Setempat ▪ Pembangunan dan penataan Kios kuliner ▪ Penataan shelter ▪ Penataan tempat sampah ▪ Pembangunan toilet umum ▪ Meletakkan tempat sampah di sepanjang jalur kios kuliner ▪ Menjaga kebersihan Kawasan kios kuliner Pembangunan dan penataan souvenir khas setempat ▪ Pembangunan dan penataan kios souvenir ▪ Penataan shelter ▪ Penataan tempat sampah ▪ Pembangunan toilet umum ▪ Meletakkan tempat sampah di sepanjang jalur kios souvenir ▪ Menjaga kebersihan Kawasan kios souvenir Pembangunan dan penataan homestay serta Pondok Wisata ▪ Pembangunan dan penataan homestay dan Pondok Wisata ▪ Fasilitas untuk homestay dan Pondok Wisata ▪ Maksimal memiliki 5 kamar ▪ Pembatasan jumlah wisatawan agar tidak terjadi overload kunjungan Sumber Analsis Data Survey dan Observasi Penelitian, 2019 3. Keterkaitan konsep ekowisata bahari dalam mencapai Sustainable Tourism Untuk mencapai sustainable tourism di Karampuang, konsep ekowisata, dalam hal ini ekowisata bahari memiliki signifikansi untuk diterapkan sebagai dasar pengembangan produk pariwisata. Keberadaan konsep atau prinsip ekowisata bahari akan menjadi pedoman utama bagi para pelaku wisata dan seluruh stakeholder Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 untuk mengembangkan produk pariwisata di Karampuang dengan tetap mengutamakan kelestarian alam. Tujuan akhir pariwisata adalah mendapatkan kepuasan wisatawan yang juga akan berdampak pada kepuasan para pelaku wisata dan seluruh stakeholder terkait. Pengembangan produk pariwisata yang berpedoman pada prinsip ekowisata bahari setidaknya akan memperhatikan dan mengutamakan usaha-usaha untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian alam sebagai atraksi atau objek wisata tersebut. Berpedoman pada prinsip ekowisata bahari, pengembangan pariwisata Karampuang tidak hanya akan berorientasi kepada profit semata. Lebih jauh dari itu, pengembangan pariwisata juga akan mengutamakan keberlangsungan dan kelestarian alam demi terjaganya kualitas pariwisata untuk jangka waktu yang lama. Sebagai contoh, di dalam tabel 2 dituliskan bahwa salah satu program pengembangan produk atraksi diving dan snorkeling adalah dengan menyediakan paket wisata transplantasi terumbu karang. Hal ini bertujuan untuk terus berusaha menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem bawah laut supaya tidak punah sehingga keberlanjutan pariwisata di Karampuang juga akan terus terjaga. Namun demikian, perlu adanya pemandu selam yang professional supaya dalam melakukan kegiatan wisata bawah laut transplantasi terumbu karang, wisatawan tidak melakukannya dengan sembarangan yang justru dapat membahayakan ekosistem terumbu karang itu sendiri. Ketika produk atraksi wisata tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka tidak hanya kepuasan wisatawan yang didapatkan, melainkan juga keberlangsungan alam yang terjaga sehingga pariwisata akan terus berputar. KESIMPULAN Penulis menyimpulkan yang pertama terkait dengan implementasi prinsip ekowisata dalam program pengembangan produk wisata Karampuang, di mana program dan langkah pengembangan produk pariwisata yang melibatkan berbagai stakeholder harus dilaksanakan dengan mengutamakan keberlangsungan dan kelestarian alam sekitar daerah wisata. Khususnya pengembangan wisata terkait dengan wisata alam bahari. Oleh sebab itu, prinsip ekowisata bahari menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan produk pariwisata. Berikut ini merupakan kesimpulan dari masing-masing pengembangan produk wisata di Karampuang. Akses wisata di Karampuang telah dicoba untuk dikembangkan baik akses menuju Karampuang maupun akses dalam kawasan wisata. Pengembangannya pun juga telah memperhatikan prinsip ekowisata guna mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan dan eksplorasi wisata. Hal itu dibuktikan dengan fakta sebagai berikut; ▪ Pembuatan akses jalan setapak dengan paving dan drop structure di sampingnya sebagai media resapan air hujan. ▪ Jalan trekking sepeda dibuat tegak-lurus terhadap garis pantai untuk mencegah abrasi. ▪ Penanaman tanaman perindang di kanan kiri jalur traekking untuk mencegah abrasi air laut. ▪ Menggunakan bahan baku lokal dan ramah lingkungan dalam membuat dermaga mengutamakan bambu dan kayu. Pengembangan produk atraksi wisata di Karampuang telah mempertimbangkan prinsip ekowisata bahari agar kegiatan pariwisata tidak justru membahayakan alam. Hal tersebut dapat dilihat dengan langkah-langkah pengembangan produk wisata sebagai berikut ▪ Tidak membangun sarana fisik permanen atau konstruktif. ▪ Penanaman pohon untuk shelterbelt. ▪ Pelestarian vegetasi semak untuk tempat bertelur penyu. ▪ Pembuatan entance, gazebo, tempat duduk, rest area, dan gardu pandang dengan kayu dan bambu. ▪ Paket wisata transplantasi terumbu karang. ▪ Jalan setapak dan jalur trekking dibuat dengan paving dan drop structure di sekelilingnya. Jurnal Nasional Pariwisata Sotya Sasongko et al. Terkait dengan fasilitas wisata, pegembangan yang dilakukan memang belum begitu memperhatikan prinsip ekowisata secara detail seperti pada pengembangan akses dan atraksi wisata sebelumnya. Akan tetapi, di sisi lain hal ini dapat dipahami karena fasilitas wisata sangat erat kaitannya dengan kenyamanan dan keamanan wisatawan. Memang beberapa Langkah atau program pengembagan telah menggunakan prinsip ekowisata seperti pemanfaatan material alam seperti kayu dan bambu dalam pembangunan dermaga, peletakkan tempat sampah di sepanjang jalur kios kuliner dan souvenir, dan pembatasan jumlah kamar homestay untuk mengendalikan jumlah wisatawan. Kedua, implementasi ekowisata bahari untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di Karampuang. Pengembangan produk pariwisata yang didasarkan pada prinsip ekowisata bahari di Karampuang ini tentu akan memiliki dampak positif bagi semua pihak dan elemen, tidak terkecuali untuk alam sekitar Karampuang. Pengembangan tersebut tentunya akan mengutamakan keseimbangan ekosistem dan keberlangsungan alam sehingga dampak kerusakan alam akibat kegiatan pariwisata akan dapat dicegah. Keadaan tersebut tentunya akan membuat alam terus lestari dan dapat mengeluarkan pesonanya untuk menarik wisatawan terus datang berkunjung sebagai pengejawantahan dari tercapainya sustainable tourism. Pada akhirnya kepuasan wisata akan juga didapatkan baik dari sisi wisatawan maupun dari sisi penyedia jasa dan pelaku usaha lainnya. Pada akhirnya, penulis ingin menyampaikan bahwa program dan langkah pengembangan produk wisata di Karampuang secara garis besar telah memperhatikan prinsip-prinsip ekowisata bahari demi menjaga lingkungan dan keseimbangan ekosistem agar tercapai pariwisata berkelanjutan sustainable tourism. Namun demikian, dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, tentu hasil penelitian ini pun juga memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, di masa depan, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya terutama untuk pengembangan produk pariwisata, khususnya di Pulau Karampuang. Pada bagian paling akhir dari penelitian ini, atas segala keterbatasan dalam penelitian ini, penulis akan menyampaikan beberapa saran untuk seluruh pihak yang terkait dengan pengembangan produk pariwisata di Karampuang ini. Saran-saran tersebut diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan produk pariwisata khususnya di Karampuang di masa depan. 1 Meskipun segala program dan Langkah pengembangan produk pariwisata telah didasarkan pada prinsip ekowisata bahari untuk menjaga kelestarian lingkungan, namun hal tersebut juga harus disertai dengan perumusan daya dukung lingkungan -alam- agar upaya-upaya tersebut tidak sia-sia. Jumlah kunjungan pariwisata yang berlebih justru akan membahayakan alam sekitar itu sendiri. 2 Meskipun telah banyak menggunakan kayu dan bambu yang ramah lingkungan dalam pembuatan jalur setapak dan trekking, namun secara teknis harus didesain secara detail terutama dikaitkan dengan layout dan kondisi lingkungan sekitar. 3 Desain layout kios kuliner dan souvenir harus dirumuskan secara teknis agar konsturksi sarana fisik tersebut tidak merusak lingkungan. Begitu juga dengan pembangunan TIC dan rest area bagi wisatawan. 4 Perlu adanya regulasi pembatasan wisatawan seperti misalnya ketika bersepeda dengan memasuki kawasan hutan dan pemukiman supaya satwa dan flora hutan tidak terganggu dan terusir serta masyarakat lokal tidak merasa terjajah. Perlu adanya regulasi bagi wisatawan agar tidak berperilaku merusak selama melakukan kegiatan pariwisata, misalnya adalah larangan menangkap satwa, mengambil berbagai jenis flora, dan mengotori area wisata Karampuang. DAFTAR PUSTAKA Arida, I. N. S. Buku Ajar Pariwisata Berkelanjutan. Sustain-Press. Retrieved July 15, 2020, from Prinsip Ekowisata Bahari dalam Pengembangan Produk Wisata Karampuang untuk Mencapai Pariwisata Berkelanjutan Volume 12, Nomor 2, September 2020 Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat. 2018. Provinsi Sulawesi Barat dalam Angka. Budiman, M. A., Mawardi, M. K., & Hakim, L. 2017. Identifikasi Potensi dan Pengembangan Produk Wisata serta Kepuasan Wisatawan terhadap Produk Wisata Studi Kasus Di Pantai Bangsring, Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Administrasi Bisnis, 504, 55–63. Burns, P. M., & Holden, A. 1995. Tourism A New Perspective. Prentice Hall. Wibowo, D. M. 2020, February 10. Save Our Sea Membangun Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat. Warta Ekonomi. Fandeli, C., & Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata C. Fandeli, Ed.. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Ketjulan, R. 2010. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara [IPB]. Kotler, P., & Armstrong, G. 1989. Principles of Marketing. Prentice Hall. Lindberg, K., & Hawkins, D. E. 1995. Ecoturismo Um guia para planejamento e gestão. Senac. Middleton, V. T. C. 2001. Marketing in Travel and Tourism Third Edition. Butterworth-Heinemann. Muchtar. 2013. Metode Penelitian Deskriftif Kualitatif. GP Press Group. Nawawi, H., & Martini, M. 1996. Penelitian Terapan. Gadjah Mada University Press. Nazhima, A. A., & Arida, I. N. S. 2019. Pengembangan Produk Pariwisata Melalui Penerapan Prinsip-Prinsip Ekowisata Bahari Di Pantai Labuhan Amuk, Desa Antiga, Karangasem, Bali. Jurnal Destinasi Pariwisata, 62, 252. Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. 2018. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat nomor 1 tahun 2019 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2018-2025. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pemerintah Republik Indonesia. Razak, F. ., Suzana, B. O. L., & Kapantow, G. H. M. 2017. Strategi Pengembangan Wisata Bahari Pantai Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara. Agri-Sosioekonomi, 131A, 277–284. Samiyono, & Trismadi. 2001, 31 Mei. Peta Pelayaran Wisata Bahari Indonesia. Prosiding Seminar Laut Nasional III. Paper dipresentasikan pada Seminar Laut Nasional III, Perpustakaan Balitbang KP. Suswantoro, G. 2007. Dasar-Dasar Pariwisata. Andi Offset. Weiler, B., & Hall, C. M. 1992. Special Interest Tourism. Wiley. Yoeti, O. A. 2002. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Cetakan Pertama. Pradnya Paramita. Yulius, R. R., Kadarwati, U. R., Ramdhan, M., Khairunnisa, T., Saepuloh, D., Subandriyo, J., & Tussadiah, A. 2018. Buku Panduan Kriteria Penetapan Zona Ekowisata Bahari Fredinan Yulianda, Handoko Adi Susanto, Roby Ardiwidjaja, & Erish Widjanarko, Eds.; Cetakan Pertama. IPB Press Printing. ... A tourist attraction is one of the products or advantages of an area, where the region can create income and interest. So that it can attract tourists to tourist destinations [2], of course, this is an essential requirement in improvement to introduce tourism advantages owned by Garut Regency. The tourist attraction is one of the places in great demand by the public to take advantage of their spare time. ...Leni Fitriani Dini Destiani Siti FatimahHasbi MuhtadillahTourism is a journey from one place to another. Whether it is an individual, a group, or a company, participants on this trip are interested in mental balance, such as reducing stress, entertaining themselves, and refreshing. A tourist attraction is one of the products or advantages of an area, where the region can create income and attract tourists to their tourist destinations. One way to promote tourism more attractively is with augmented reality media. This tourism introduction application using Augmented reality technology aims to make it easier for tourists to get to know tourism with interactive media. This tourism introduction application is needed for promotional media, including video playback features of Augmented reality technology and information about tourism. Augmented Reality is a real object in an area map that will become a marker object by detailing the tourist plan. A scan can be carried out to display 2D images, text, audio, and video with the android platform so that it can make it easier for users to use it. This research aims to design and build a tourism introduction application with the Application of Augmented Reality Technology. This research uses the Multimedia Development Life cycle method, with six stages concept, design, material collecting, assembly, testing, and distribution, with the testing method using alpha and beta tests. The results of this research are in the form of an Android-based tourism introduction augmented reality application. This application can give contributions to assist tourists in finding information about tourism in an area and help the Department of Tourism and Culture promote tourism in the region more attractively.... Pariwisata merupakan sektor andalan untuk pemasukan devisa negara di Indonesia dan menjadi sektor yang memiliki posisi semakin penting dalam pembangunan berbagai daerah di Indonesia Priangani et al., 2020. Produk pariwisata terbagi menjadi produk yang memiliki fisik tangible dan produk yang tidak memiliki wujud fisik intangible Sasongko et al., 2020. Dalam pengembangan sektor pariwisata, desa juga memainkan peran penting untuk memperhatikan aspek sosial, lingkungan bahkan budaya. ...Sustainable development is an issue discussed by the current government apparatus. In the tourism sector also every region began to focus on sustainable tourism Sustainable tourism is an alternative to mass tourism and efforts to increase positive effects and reduce the harmful effects of tourism on local communities and the natural environment. Munding is a village located in Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Munding has tourism potential including Curug Tirto Wening, Curug Tirto Wati, Bukit Kembar Cemanggal, and Religious Tourism Tomb sheikh syarif. However, the tour has not been entirely appropriately managed, so it requires further management to become a tour with good governance. There are three priority aspects focused on this devotion human resources, infrastructure, and participation. The solution to human resource problems are done through the socialization of tourism village management and improving the literacy of tourism village development to the local community. Furthermore, the solution to infrastructure problems is done by rejuvenating existing facilities and infrastructure and continuously monitoring facilities and infrastructure. So always maintain it is quality. Meanwhile, the solution to the problem of low participation is done by integrating all elements supporting tourist villages, including village-owned enterprises in the Munding village. Through the assistance, it is expected that Munding village becomes a tourist village with a higher selling value to improve the community's MonyA Zaky MarasabessyJusuf SahupalaKawasan Tanjung Setan memiliki potensi wisata bahari yang banyak menarik minat wisatawan berkunjung dan melakukan aktifitas di laut secara bebas tanpa pengawasan. Aktifitas di laut oleh wisatawan telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi sumber daya laut dan ekosistemnya yang semestinya dilindungi. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi sumber daya laut/pesisir terutama Kerang Kima Tridacna sp. yang merupakan salah satu biota laut yang harus dilindungi, dan menganalisis peluang dan strategi pengembangan ekowisata bahari untuk perlindungan dan pelestarian kawasan ini. Pendekatan yang digunakan adalah survey lapangan untuk mengetahui gambaran singkat potensinya, wawancara dengan tokoh tokoh masyarakat local dan para pemilik Community Based Tourism CBT terkait persepsi dan dukungan serta kondisi actual wisatawan saat berkunjung, dan analisis swot untuk strategi pengembangan Ekowisata Bahari di kawasan ini. Hasil studi menunjukan bahwa di kawasan Tanjung Setan terdapat beberapa jenis Kerang Kima Tridacna sp. yang perlu dilindungi dan dilestarikan, dan konsep wisata yang sesuai adalah Ekowisata. Oleh karena itu penetapan Kawasan Tanjung Setan sebagai kawasan Ekowisata Bahari penting dan mendesak sesuai regulasi yang bertujuan untuk perlindungan dan pelestarian biota Kima dan ekosistemnya di kawasan FitridamayantiBenu Olfie L. Suzana Gene KapantowThis study aims to formulate the development strategy of Malalayang Coastal Tourism of Manado City. This research uses descriptive method where data are collected, analyzed and descripted by using qualitative approach. Qualitative approach describes the responses of respondents to marine tourism based on the given questionnaire. Data collection conducted through field observation, interview and literature study. The results of this study indicate that the strategy of marine tourism development Malalayang Beach lies in the position of quadrant I or lies between external opportunities and internal strength. Strategy of maritime tourism development Malalayang Beach Manado City is to maintain and preserve the surrounding environment, the need for the development of facilities and facilities of tourism objects, the rearrangement of “sabua bulu” as a culinary place and the need for management of the government and private sector to be more focused and run well and both The parties agreed to cooperate to develop sustainable tourism Malalayang Coastal..Adilah Ata Nazhima Sukma AridaBackground in this research begins with the existence of two kinds of tourism that is mass tourism and Alternative tourism, where in Alternative tourism there is one kind of tourism that is Ecotourism. Marine Tourism is one form of ecotourism. Labuan Amuk Beach has great natural potential to be developed. Lots of activities that can be done at Labuan Amuk Beach such as snorkeling and fishing. The purpose of this research is to know the existing condition of Labuan Amuk Beach, to develop product activity through its own natural potential, to identify product development opportunities, and to describe marine eco-tourism principles in Labuan Amuk Beach. Data collection in this research is done by observation, interview, and documentation. The method used in this research is qualitative method and the collected data is analyzed descriptively result obtained in this research is the existing condition of Labuan Amuk Beach which consists of attraction, accessbilites, amenities, and anciliary. While the potential is in Labuan Amuk Beach is the potential of nature and get what are the opportunities of product development and know the explanation of the principles of marine ecotourism at Labuan Amuk Beach Some suggestions that should be considered in this research are improvements to the role of government as facilitators and local communities as participants. In addition, the need for cooperation between stakeholders to synergize with each other to develop tourism in Labuan Amuk Beach. Keyword Development, Potential, Product, Marine EcotourismThis new edition retains ints authoritative presentation of marketing theory while still maintaining an interesting and engaging writing style. Stewart Adam, Deakin University; Sara Denize, University of Western Sydney, Australia.
Pendekatandasar membayangkan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Queensland dengan tiga prinsip utama (triple-bottom-line) melalui keseimbangan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan ekonomi, yaitu. (a) meningkatkan pengeluaran pengunjung;
The purpose of this study was to know and analyze the implementation of the ecotourism principles by the DKI Jakarta's tourist guides. The study is a survey using a questionnaire developed by the underlying theories of five ecotourism principles. In the early stages, theoretical validation was conducted toward 20 respondents. Validity and reliability test results showed all items are valid. Data was collected using simple random sampling technique involving 71 respondents. The measurement of the implementation used mean score and the result was then described. Two categories of the respondent criteria, the tourist guide level and the working experience were also analyzed using non parametric analysis Mann Whitney dan Kruskal Wallis with SPSS ver. software. The results showed that the tourist guides "often" but not "always" implement the ecotourism principles while on duty. Based on the tourist guide level and the working experience, it is shown that there is a significant difference in implementing the ecotourism principles while on duty. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 51 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP EKOWISATA OLEH PRAMUWISATA DKI JAKARTA Lenny Yusrini1, Nova Eviana2 Prodi Usaha Wisata, AKPINDO Jakarta lenny4hcd emanova_jenk Abstract The purpose of this study was to know and analyze the implementation of the ecotourism principles by the DKI Jakarta’s tourist guides. The study is a survey using a questionnaire developed by the underlying theories of five ecotourism principles. In the early stages, theoretical validation was conducted toward 20 respondents. Validity and reliability test results showed all items are valid. Data was collected using simple random sampling technique involving 71 respondents. The measurement of the implementation used mean score and the result was then described. Two categories of the respondent criteria, the tourist guide level and the working experience were also analyzed using non parametric analysis Mann Whitney dan Kruskal Wallis with SPSS ver. software. The results showed that the tourist guides “often” but not “always” implement the ecotourism principles while on duty. Based on the tourist guide level and the working experience, it is shown that there is a significant difference in implementing the ecotourism principles while on duty. Keywords ecotourism, ecotourism principles, tourist guide Pendahuluan Latar Belakang Pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pembangunan pariwisata yang mampu menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam, kehidupan sosial budaya, dan ekonomi sehingga sumber daya wisata tetap dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Dengan kata lain, pariwisata berkelanjutan mampu memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan. Dengan demikian pembangunan dan pengembangan bidang pariwisata mampu menjaga kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Singkatnya, pembangunan yang dilakukan merupakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sustainable tourism. Salah satu bentuk pengelolaan pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata. Pergeseran konsep pengelolaan kepariwisataan dari wisata massal mass tourism ke ekowisata menjadi peluang bagi meningkatnya perjalanan wisata ke daya tarik wisata alam. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia dan memiliki suku bangsa dengan ragam budaya yang sangat besar memiliki potensi pariwisata alam dan budaya yang harus dipertahankan. Kekayaan alam dan budaya ini harus terus terjaga kelestariannya sehingga pengelolaan pariwisata dengan konsep ekowisata sangat sesuai diterapkan di Indonesia. Pengelolaan pariwisata berkonsep ekowisata dapat menjadi jawaban untuk pelestarian sumber daya alam dan budaya yang menjadi modal dasar Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata dunia sekaligus memberikan pendidikan alam dan lingkungan bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata alam dan budaya. Menurut United Nations World Tourism Organisation UNWTO, 2012, pariwisata berkelanjutan merupakan pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan datang, menjawab kebutuhan pengunjung, industri pariwisata, lingkungan dan komunitas tuan rumah. Pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pembangunan pariwisata yang mampu menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam, kehidupan sosial budaya dan ekonomi sehingga tetap mampu dinikmati oleh generasi yang akan datang. Dengan kata lain, pariwisata berkelanjutan mampu memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 53 Prinsip-prinsip keberlanjutan mengacu kepada keseimbangan dan penjaminan keberlanjutan antar dimensi lingkungan, ekonomi dan sosio-budaya dalam pembangunan kepariwisataan. Untuk itu pariwisata berkelanjutan hendaknya 1. Memanfaatkan sumber daya lingkungan yang menjadi elemen kunci dalam pembangunan kepariwisataan secara optimal, menjaga proses ekologi penting dan membantu mengkonservasikan pusaka alam dan keanekaragaman hayati; 2. Menghormati keotentikan sosio-budaya dan komunitas tuan rumah, melestarikan pusaka buatan dan kehidupan budaya masa kini, nilai nilai tradisional, dan berkontribusi terhadap pemahaman antar budaya dan toleransi; 3. Memastikan berlangsungnya operasi jangka panjang, yang memberikan manfaat sosio-ekonomi kepada semua pemangku kepentingan yang terdistribusi secara berkeadilan. Di sisi lain, pariwisata berkelanjutan juga harus menjaga tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi dan menjamin pengalaman yang penuh makna bagi wisatawan. Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata. Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The Ecotourism Society TIES sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan untuk mengkonservasi lingkungan serta menyejahterakan masyarakat Latupapua, 2011. TIES mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan bertanggung jawab untuk menikmati keindahan alam dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Soetopo 2007 menjelaskan bahwa kegiatan ekowisata mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai kekayaan alam dan budaya masyarakat lokal. Oleh karena itu, kegiatan ekowisata mampu menumbuhkan kesadaran dan kecintaan, serta peran aktif untuk memelihara pelestarian lingkungan, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Setiap wisatawan tentunya menginginkan informasi tentang potensi daya tarik wisata yang dikunjungi. Salah satu unsur pelaksana pariwisata di lapangan yang berperan penting dalam pemberian informasi dan penjelasan mengenai upaya pelestarian alam dan budaya adalah pramuwisata. Dalam suatu perjalanan wisata, pramuwisata menjadi ujung tombak pelayanan karena berinteraksi secara langsung dengan wisatawan. Informasi yang ada di balik setiap daya tarik wisata alam dan budaya tidak dapat tersampaikan secara lengkap tanpa adanya peran pramuwisata. Untuk menjembatani informasi yang dimiliki oleh daya tarik wisata dengan wisatawan maka dibutuhkan jasa pramuwisata. Di Indonesia, wadah yang menghimpun pramuwisata resmi adalah Himpunan Pramuwisata Indonesia HPI. Struktur HPI terdiri atas Dewan Pimpinan Pusat DPP, Dewan Pimpinan Daerah DPW untuk wilayah tingkat I provinsi, serta Dewan Pimpinan Cabang DPC untuk wilayah tingkat II kota/kabupaten. Dalam konteks ekowisata, peran pramuwisata menjadi penting dalam menyampaikan informasi yang dapat menumbuhkan kecintaan dan apresiasi terhadap daya tarik wisata yang dikunjunginya. Untuk itu timbul kebutuhan tuntutan profesionalisme di bidang kepemanduan ekowisata. Dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 57/MEN/III/2009 tentang Penetapan SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata dijelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pramuwisata di antaranya yaitu mengembangkan materi penafsiran untuk kegiatan ekowisata. Agar mampu memberikan pendidikan dan pengalaman wisata yang selaras dengan prinsip-prinsip ekowisata, maka persepsi pramuwisata terhadap prinsip inti ekowisata menjadi penting untuk diteliti. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta? Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 55 Tinjauan Pustaka Pramuwisata Pramuwisata adalah orang pertama yang diajak bicara oleh wisatawan dan seringkali melihat pemandu wisata sebagai wakil atau representasi dari suatu tempat Cole, 2008. Oleh karena itu pramuwisata sering disebut juga sebagai duta negara ambassador of a country. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa pramuwisata termasuk dalam jenis-jenis usaha jasa pariwisata. Hal ini menunjukkan bahwa pramuwisata memiliki peran penting dalam pelayanan bagi wisatawan. Pramuwisata adalah seorang yang dipekerjakan untuk menemani wisatawan dan memberikan informasi tentang obyek atau tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi di wilayah NKRI Jumail, 2017. Menurut World Federation of Tour Guide Association WFTGA, 2003, pramuwisata adalah seseorang yang memiliki kualifikasi sesuai dengan area lisensinya berada, untuk memandu pengunjung dalam bahasa pilihannya dan menginterpretasikan peninggalan budaya dan alam di suatu daerah. WFTGA dalam hal ini menyatakan bahwa area kekuasaan pramuwisata harus sesuai dengan lisensi yang dimilikinya. Stanton dalam Jumail 2017 juga menegaskan mengenai lisensi ini dengan menyatakan bahwa pramuwisata harus memiliki lisensi. Selain itu disebutkan juga bahwa pramuwisata harus mampu memahami keinginan wisatawan, mengetahui rute-rute wisata, dan tidak hanya memberi informasi tetapi harus mampu menghibur wisatawan. Setiap pramuwisata resmi wajib memiliki lisensi yang dapat diperoleh dengan mengikuti Program Pendidikan dan Pelatihan Diklat Profesi Bidang Kepariwisataan yang dilaksanakan setiap tahun oleh dinas pariwisata di setiap provinsi di wilayah Indonesia. Untuk Provinsi DKI Jakarta, diklat diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui Unit Pelaksana Teknis UPT Pusat Pelatihan dan Sertifikasi Kepariwisataan PPSK yang telah mendapat standar pelayanan mutu ISO 99012008. Program Diklat Pramuwisata terbagi atas beberapa tahapan jenjang atau tingkatan. Peserta Diklat yang lulus berhak memegang Sertifikat dan Lisensi Pramuwisata berdasarkan jenjang atau tingkatan sesuai dengan program Diklat yang telah diikutinya Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor yaitu 1. Pramuwisata Muda / Junior Guide Bagde. Merupakan pramuwisata yang bertugas di Daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah Tingkat I tempat sertifikat keahliannya diberikan. 2. Pramuwisata Madya / Senior Guide Bagde. Pramuwisata madya bertugas dalam wilayah Daerah Tingkat I, tempat sertifikat keahliannya dikeluarkan. Seorang pramuwisata muda atau pemula dapat menjadi pramuwisata madya setelah selama lima tahun aktif menjadi pramuwisata. 3. Pengatur Wisata / Tour leader Bagde. Tugas pramuwisata sesuai Kepmenparpostel Nomor adalah 1. Mengantar wisatawan baik rombongan maupun perorangan yang mengadakan perjalanan dengan transportasi yang tersedia. 2. Memberikan penjelasan tentang rencana perjalanan dan obyek wisata, serta memberikan penjelasan mengenai dokumen perjalanan, akomodasi, transportasi dan fasilitas wisatawan lainnya. 3. Memberikan petunjuk tentang obyek wisata. 4. Membantu menguruskan barang bawaan wisatawan. 5. Memberikan pertolongan kepada wisatawan yang sakit, kecelakaan, kehilangan atau musibah lainnya. Huang et al. 2010 mengatakan bahwa performa pramuwisata merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kepuasan wisatawan. Terdapat tiga faktor yang membentuk performa pramuwisata, yaitu 1 penyampaian layanan, 2 orientasi wisatawan, dan 3 efektivitas komunikasi. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 57 Ekowisata Di Indonesia, ekowisata mulai menjadi perhatian mulai tahun 2002 yang ditandai dengan penetapan tahun 2002 sebagai tahun ekowisata dan pegunungan di Indonesia. Ekowisata, yang merupakan pengembangan dari pariwisata dan pariwisata berkelanjutan merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata Di Daerah menyebutkan bahwa Ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumber daya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Choy dalam Asmara dan Suhirman 2012 menjelaskan bahwa ekowisata diberi batasan sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Terdapat 5 aspek utama untuk berkembangnya ekowisata, yaitu 1 adanya keaslian lingkungan alam dan budaya, 2 keberadaan dan daya dukung masyarakat 3 pendidikan dan pengalaman, 4 berkelanjutan, dan 5 kemampuan, manajemen dalam pengelolaan ekowisata. Kegiatan ekowisata secara langsung maupun tidak langsung mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai alam serta budaya lokal sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian wisatawan untuk turut memelihara pelestarian alam. Fennel dalam Pamungkas 2013 menyatakan bahwa ekowisata merupakan wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling rendah pada lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi lokal, berlokasi di wisata alam dan berkontribusi pada konservasi atau preservasi lokal. Choy dalam Asmara dan Suhirman 2012 menjelaskan bahwa ekowisata diberi batasan sebagai bentuk dan kegiatan wisata yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya alam dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Kegiatan ekowisata secara langsung maupun tidak langsung diharapkan akan mengarahkan wisatawan untuk menghargai dan mencintai alam, budaya lokal, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian wisatawan untuk turut memelihara pelestarian alam. Selain bertumpu pada konservasi alam dan budaya lokal, kegiatan ekowisata harus mampu memberikan manfaat secara perekonomian bagi masyarakat lokal. Terdapat 5 aspek utama untuk berkembangnya ekowisata, yaitu 1 adanya keaslian lingkungan alam dan budaya, 2 keberadaan dan daya dukung masyarakat 3 pendidikan dan pengalaman, 4 berkelanjutan, dan 5 kemampuan, manajemen dalam pengelolaan ekowisata. Page dan Dowling 2002 menjelaskan konsep dasar ekowisata ke dalam 5 prinsip inti ekowisata sebagai berikut 1. Nature based produk dan pasar yang berdasar pada alam. Pariwisata alam yang berdasar pada lingkungan alam dengan fokus pada obyek-obyek biologis, fisik, dan budaya. Wisata alam merupakan bagian atau keseluruhan alam itu sendiri termasuk unsur-unsur budayanya. 2. Ecologically suistainable pelaksanaan dan manajemen berkelanjutan. Dari kegiatan wisata diharapkan tidak terjadi kerusakan bagi alam atau lingkungan. Berkelanjutan secara ekologi berarti semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik maupun sosial masih tetap berjalan dnegan baik. Suatu temapt yang sudah didatangi manusia tidak mungkin untuk tidak berubah, namun perubahan-perubahan itu harus dapat dijamin tidak mengganggu fungsi-fungsi ekologis yang seharusnya terjadi. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 59 3. Environmentally educative pendidikan lingkungan bagi pengelola dan pengunjung. Karakteristik pendidikan lingkungan merupakan unsur kunci yang membedakan ekowisata dari bentuk wisata lain. Lebih lanjut wisata diharapkan dapat mengajak wisatawan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif terhadap lingkungan dengan cara meningkatkan usaha wisatawan untuk lebih peduli terhadap konservasi atau pelestarian lingkungan. Pendidikan lingkungan dalam kegiatan wisata dapat mempengaruhi perilaku wisatawan sekaligus membantu kelestarian di tempat wisata tersebut. 4. Locally beneficial bermanfaat untuk masyarakat lokal. Kegiatan pariwisata diharapkan dapat memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada masyarakat lokal. Misalnya masyarakat terlibat dalam kegiatan pelayanan terhadap wisatawan, penjualan barang-barang kebutuhan wisatawan, penyewaan sarana prasarana wisata, dll. Manfaat tidak langsung misalnya pengetahuan yang dibawa oleh wisatawan, bertambahnya wawasan dan hubungan dengan wisatawan, biaya konservasi kawasan dan sebagainya. Selain itu pelibatan masyarakat lokal akan meningkatkan pengalaman wisatawan terhadap budaya kebiasaan dan adat masyarakat lokal. Keuntungan yang didapat oleh masyarakat lokal dapat juga digunakan sebagai biaya konservasi sehingga kelestarian kawasan dapat tetap terjaga. 5. Generates tourist satisfaction memberikan kepuasan bagi wisatawan. Wisatawan akan merasa puas jika segala hal yang dibutuhkan selama kegiatan wisata dapat terpenuhi dengan baik dan memperoleh pengalaman berwisata secara optimal. Tujuan ekowisata dapat dicapai melalui penggunaan interpretasi dalam kepemanduan wisata. Interpretasi merupakan suatu pendekatan untuk mengkomunikasikan pesan terutama di kawasan konservasi alam dan lingkungan, seperti di taman nasional, hutan lindung, museum, kebun binatang dan kebun raya Ham, 1992. Interpretasi tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga mengembangkan pemahaman dan apresiasi terhadap sumber daya alam dan lingkungan serta membantu mengelola dampak dari wisatawan terhadap sumber daya tersebut Eagles, McCool, & Haynes, 2002. Interpretasi terhadap lingkungan dan alam budaya lokal, dan warisan budaya serta penjelasan mengenai perilaku yang sesuai saat berkunjung harus disampaikan kepada wisatawan. Berbagai penelitian terkini menyebutkan bahwa pramuwisata memiliki peran yang lebih dalam ekowisata dan wisata alam, antara lain dalam interpretasi kawasan, serta memotivasi wisatawan untuk mengubah perilakunya agar dapat meminimalisir dampak negatif pada daya tarik wisata. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata Undang-Undang Kepariwisataan No 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan. Pengetahuan knowledge adalah hasil penginderaaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan dipengaruhi oleh 1 tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah menerima dan menyerap hal-hal baru; 2 usia, semakin cukup usia seseorang akan semakin matang dan dewasa dalam berpikir dan bekerja; 3 pengalaman, dapat dijadikan sumber pengetahuan dan dasar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keterampilan skill merupakan aplikasi dari pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan Notoatmodjo, 2012. Perilaku/sikap attitude adalah tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek psikologi. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 61 PENGGOLONGAN BERDASARKAN SKKNI PENGGOLONGAN BERDASARKAN HIMPUNAN PRAMUWISATA INDONESIA HPI Pelatihan & Lisensi Pramuwisata Muda Pelatihan & Lisensi Pramuwisata Madya Pelatihan & Lisensi Tour Leader Sikap juga diartikan sebagai suatu konstruk untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas Mar’ad, 2001. Untuk memperoleh pramuwisata yang berkualitas maka pemenuhan kompetensi pramuwisata harus dilakukan. Agar kompetensi pramuwisata di seluruh Indonesia terjaga kualitasnya maka acuan kompetensi mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia SKKNI bidang kepemanduan wisata. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pramuwisata juga dituntut memiliki kompetensi yang terkait dengan prinsip-prinsip ekowisata. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 57/MEN/III/2009 tentang Penetapan SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata, di dalam unit kompetensi fungsional pemandu wisata terdapat unit kompetensi terkait ekowisata yang harus dimiliki oleh seorang pramuwisata, yaitu melakukan kegiatan yang bersifat interpretasi, mengembangkan materi penafsiran untuk kegiatan ekowisata, meneliti dan membagi informasi umum tentang kebudayaan etnik Indonesia serta menginterprestasikan aspek budaya etnik lokal Indonesia. Gambar 1 Jenjang Pramuwisata Berdasarkan Lisensi dan SKKNI Pada Gambar 1 terlihat bentuk jenjang pramuwisata sesuai dengan lisensi yang dimiliki oleh anggota HPI dan jenjang pramuwisata berdasarkan SKKNI. Lisensi diperoleh oleh pramuwisata setelah mengikuti pelatihan dan ujian sesuai dengan level yang ada agar dapat bertugas di wilayah sesuai lisensinya. Kemudian agar kemampuannya diakui maka pramuwisata tersebut mengikuti uji kompetensi sesuai dengan kualifikasi SKKNI. Metodologi Penelitian Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan merupakan metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang dipergunakan untuk memberikan gambaran berdasarkan data-data atau fenomena-fenomena yang ada. Teknik Pengumpulan Data Dalam kegiatan penelitian ini digunakan dua jenis teknik pengumpulan data yaitu angket dan studi kepustakaan. Butir angket dikembangkan berdasarkan 5 prinsip inti ekowisata Page dan Dowling, 2002. Dari setiap indikator selanjutnya akan dikembangkan ke dalam 5 butir pernyataan yang bersifat favorable items. Pilihan jawaban pernyataan disusun ke dalam 5 alternatif jawaban, yang terdiri atas selalu SL dengan bobot 5, sering SR dengan bobot 4, jarang JR dengan bobot 3, kadang-kadang KD dengan bobot 2, dan tidak pernah TP dengan bobot 1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di Himpunan Pramuwisata Indonesia HPI DPD DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu Maret sampai dengan Mei 2018. Populasi & Sampel Dalam penelitian ini, populasi target penelitian adalah seluruh pramuwisata yang terdaftar sebagai anggota HPI DKI Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 63 Jakarta sampai dengan bulan Juni 2018 berjumlah 132 orang. Sedangkan penetapan sampel menggunakan ketentuan besaran sampel n paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel Supranto, 2010. Responden penelitian adalah 71 pramuwisata, yang ditetapkan berdasarkan accidental sampling technique. Teknik Analisa Data Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata anggota HPI Jakarta. Data dianalisa dengan menggunakan nilai rata-rata mean untuk mendapatkan hasil penilaian penerapan prinsip ekowisata. Untuk beberapa kriteria profil responden, yaitu jenjang pramuwisata dan masa kerja digunakan juga non parametric analysis Mann Whitney dan Kruskal Wallis, dengan bantuan software SPSS ver. untuk mengetahui apakah ada perbedaan penerapan oleh pramuwisata ditinjau dari jenjang dan masa kerja. Pembahasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Draf angket ditelaah secara terbatas kepada 20 orang responden untuk uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk menilai kesesuaian butir pernyataan dengan indikator. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan software SPSS ver Hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa seluruh butir dalam angket memiliki nilai koefisien korelasi > Maknanya adalah seluruh butir valid karena mampu mengukur apa yang seharusnya diukur Widoyoko, 2012. Seluruh butir selanjutnya digunakan dalam uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan perolehan nilai α = atau > Dengan demikian angket dinyatakan reliabel, sehingga dapat digunakan dalam pengumpulan data penelitian Widoyoko, 2012. Profil Responden Pada Tabel 1 digambarkan profil responden. Secara umum, berdasarkan jenis kelamin dapat dikatakan jumlah pramuwisata pria dan wanita tidak terlalu berbeda, yaitu 56% pria dan 44% wanita. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa dunia kepemanduan wisata tidak memiliki batasan gender, dan diisi baik oleh pria maupun wanita. Selain itu, perkembangan dunia pariwisata yang semakin global menuntut pramuwisata selalu meningkatkan kapasitas dirinya termasuk dalam hal pendidikan. Saat ini jumlah pramuwisata anggota HPI Jakarta yang memiliki jenjang pendidikan tinggi D3 dan sarjana mendominasi yaitu sebesar yaitu 69%. Bidang kerja pramuwisata semakin diminati dan menjadi pilihan profesi. Hal ini dibuktikan dari kategori usia di mana usia produktif di atas 25 tahun 55 tahun menunjukkan jumlah terbesar yaitu 76%. Sementara sisanya sedikit berada pada kategori usia di bawah 25 tahun 14% dan di atas 55 tahun 10%. Profesi pramuwisata sebagai pilihan bidang kerja juga ditunjukkan melalui data masa kerja, di mana profesi ini telah ditekuni selama > 2 tahun oleh pramuwisata. Tabel 1 Profil Responden Tingkat pendidikan SMA/SMK D3 non pariwisata D3 pariwisata Sarjana Usia 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 65 Tabel Lanjutan Jenjang lisensi Pramuwisata muda Pramuwisata madya Tour leader Sumber Hasil olah data, 2018 Penerapan Prinsip-Prinsip Ekowisata Oleh Pramuwisata DKI Jakarta Berdasarkan output olah data diperoleh hasil rata-rata mean penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta sebesar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 berikut Tabel 2 Rata-Rata Penerapan Prinsip Ekowisata penerapan prinsip ekowisata Angka di atas diterjemahkan ke dalam garis interval nilai rata-rata dengan interval frekuensi diperoleh gambaran sebagai berikut Gambar 2 Garis Interval Penerapan Prinsip Ekowisata Dengan nilai rata-rata penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata sebesar maka angka ini berada pada posisi di antara kategori “sering” dan “selalu” tetapi lebih mendekati “sering”. Secara umum dapat dijelaskan bahwa dalam menjalankan tugas pemanduannya pramuwisata DKI Jakarta sering namun tidak selalu menerapkan prinsip-prinsip ekowisata. Hasil ini menunjukkan bahwa belum semua pramuwisata menyadari pentingnya penerapan prinsip ekowisata selama pramuwisata tersebut bertugas. Penelaahan lebih lanjut dilakukan dengan uji beda dengan menggunakan Kruskal Wallis Test berdasarkan tingkat pendidikan pramuwisata, yang terdiri atas SMA/SMK, D3 non pariwisata, D3 pariwisata, dan sarjana. Usman 2011 menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan maka akan semakin tinggi kinerja yang ditampilkan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian empirik yang dilakukan oleh Wirawan, et al. 2016 yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hipotesis yang diterapkan sebagai berikut Ha Terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan tingkat pendidikan. H0 Tidak terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan tingkat pendidikan. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai signifikansi maka H0 diterima dan Ha ditolak. Berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan pramuwisata, pada Tabel 3 diperoleh nilai signifikansi sebesar atau > Tabel 3 Hasil Uji Beda Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penerapan prinsip ekowisata b. Grouping Variable tingkat pendidikan Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 67 Tabel 3 menunjukkan hasil bahwa pada penelitian ini tingkat pendidikan pramuwisata DKI Jakarta tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai signifikansi sebesar atau > Hasil ini tidak mendukung penelitian sebelumnya oleh Wirawan et al. 2016. Selanjutnya dilakukan analisa dengan menghitung nilai rata-rata mean penerapan prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 4. Hasil olah data menunjukkan bahwa nilai rata-rata penerapan prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan sebesar Tabel 4 Nilai Rata-Rata Berdasarkan Tingkat Pendidikan penerapan prinsip ekowisata Gambar 3 memperlihatkan nilai rata-rata tersebut ketika diterjemahkan ke dalam garis interval. Posisi penerapan prinsip ekowisata berdasarkan tingkat pendidikan berada pada kategori di antara “sering” dan “selalu”, tetapi lebih mendekati “sering”. Gambar 3 Garis interval nilai rata-rata berdasarkan tingkat pendidikan Telaah penerapan prinsip-prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta dilakukan juga berdasarkan jenjang lisensi pramuwisata muda, pramuwisata madya, tour leader, dengan hipotesis sebagai berikut Ha Terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan jenjang lisensi. H0 Tidak terdapat perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata DKI Jakarta berdasarkan jenjang lisensi. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai signifikansi maka H0 diterima dan Ha ditolak. Berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip ekowisata berdasarkan jenjang pramuwisata, pada Tabel 5 diperoleh nilai signifikansi sebesar atau maka H0 diterima dan Ha ditolak. Dilihat dari jumlah pramuwisata berdasarkan masa kerja, jumlah terbanyak ada pada kategori pramuwisata dengan masa kerja lebih dari 2 tahun. Perbandingan antar kelompok pramuwisata berdasarkan masa kerja menunjukkan adanya perbedaan dalam menerapkan prinsip-prinsip ekowisata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar atau 2 tahun memiliki nilai rata-rata sebesar sementara pramuwisata dengan masa kerja ≤ 2 tahun lebih rendah yaitu Tabel 8 Nilai Rata-Rata Berdasarkan Masa Kerja Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 71 Hasil di atas jika diterjemahkan ke dalam garis interval menunjukkan posisi penerapan prinsip ekowisata berdasarkan masa kerja sebagai berikut Gambar 5 Garis Interval Nilai Rata-Rata Berdasarkan Masa Kerja Pramuwisata dengan masa kerja >2 tahun menunjukkan nilai rata-rata yang lebih tinggi lebih menjauhi “sering” daripada pramuwisata dengan masa kerja ≤2 tahun. Artinya pramuwisata dengan masa kerja >2 tahun lebih sering menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama ia bertugas. Hasil tersebut didukung penelitian Kong 2012 yang menjelaskan bahwa pramuwisata yang memiliki masa kerja lebih dari dua tahun memperoleh informasi lebih banyak mengenai perlindungan lingkungan dibandingkan pramuwisata yang masih baru. Ketika pramuwisata mendapatkan sertifikat kompetensi, mereka telah dibekali dengan beberapa unit kompetensi yang erat kaitannya dengan ekowisata, antara lain unit kompetensi Mengembangkan Materi Penafsiran untuk Kegiatan Ekowisata dan Melakukan Kegiatan yang bersifat Interpretasi. Oleh karena itu, setelah mengikuti pelatihan dan sertifikasi kompetensi, pramuwisata mengetahui bahwa merupakan tugasnya untuk menyampaikan dan memberi contoh perilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata. Tetapi dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa belum semua pramuwisata menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas sering, tetapi tidak selalu. Temuan penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kong 2012 yang meneliti pramuwisata di Cina. Ditemukan bahwa walaupun pramuwisata menyadari bahwa informasi yang disampaikan dapat mengubah persepsi dan perilaku wisatawan terhadap lingkungan, tidak semua pramuwisata menyadari sepenuhnya bahwa memberikan pendidikan lingkungan bagi wisatawan merupakan salah satu tugas mereka. Untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan interpretasi ekowisata maka penting bagi pramuwisata untuk meningkatkan kompetensinya di bidang kepemanduan wisata dengan mengikuti pelatihan terkait ekowisata. Black dan Ham 2005 mengatakan bahwa dalam kegiatan pelatihan tersebut perlu ditekankan tiga peran kunci seorang pramuwisata terkait dengan perilaku sesuai prinsip ekowisata, yaitu 1 sebagai seorang pemberi informasi khusus, 2 sebagai interpreter, dan 3 sebagai motivator untuk nilai-nilai konservasi dan penerapan perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Beberapa penelitian menemukan bahwa peran pramuwisata utamanya adalah sebagai interpreter, terutama di lokasi dimana perilaku wisatawan yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan Yamada, 2011. Seperti yang disarankan oleh Christie dan Mason 2003, pelatihan terhadap pramuwisata seharusnya tidak hanya meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan pramuwisata tetapi juga memfasilitasi perubahan pada perilaku atas aktivitas lingkungan yang bertanggung jawab. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara 1 menyelenggarakan kunjungan bagi pramuwisata ke taman wisata alam, mengundang pakar untuk memperkenalkan pengetahuan bidang ekowisata, serta menyelenggarakan lokakarya dan seminar yang memungkinkan pramuwisata senior untuk berbagi pengalaman dan informasi mengenai kepemanduan berbasis alam dan lingkungan. Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan ini pramuwisata dapat meningkatkan ketrampilan interpretasi dan komunikasi terkait wisata alam dan ekowisata. Pramuwisata senior dapat memotivasi pramuwisata lainnya untuk berkontribusi terhadap pariwisata berkelanjutan. 2 memberikan insentif terhadap pramuwisata yang memiliki performa di atas standar yang ada. Untuk itu, diperlukan penetapan terhadap standar pengukuran perilaku dan interpretasi pramuwisata. 3 menyelenggarakan kompetisi bagi pramuwisata di bidang kepemanduan yang berwawasan lingkungan Kong, 2012. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 73 Penelitian yang dilakukan oleh Higham dan Carr 2003 menunjukkan bahwa wisatawan mengapresiasi interpretasi yang diberikan oleh pramuwisata dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu lingkungan dan menurunkan dampak negatif perilaku wisatawan terhadap lingkungan. Wisatawan juga percaya bahwa kehadiran pramuwisata membantu meminimalisasi perilaku wisatawan yang kurang sesuai saat berada di daya tarik wisata. Hal ini menunjukkan bahwa penting bagi pramuwisata untuk menyadari bahwa peran mereka dalam menyampaikan interpretasi dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan. Penelitian lain yang mendukung adanya keterkaitan antara kemampuan interpretasi pramuwisata dengan kepuasan wisatawan juga diperoleh dari Hiwasaki 2006. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa ketidakpuasan wisatawan salah satunya dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan pramuwisata tentang budaya lokal dan wawasan lingkungan. Penutup Simpulan dan Saran Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum penerapan prinsip-prinsip ekowisata sering dilakukan oleh pramuwisata DKI Jakarta dalam menjalankan tugas pemanduannya, namun belum pada tahapan selalu menerapkan. Ditemukan juga bahwa tidak ada perbedaan penerapan prinsip ekowisata oleh pramuwisata berdasarkan tingkat pendidikannya. Sementara perbedaan muncul pada jenjang lisensi dan masa kerja. Semakin tinggi jenjang lisensi pramuwisata, dan semakin lama masa kerjanya, maka pramuwisata semakin sering menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas memandu wisatawan. Mengingat beberapa unit kompetensi fungsional pramuwisata terkait dengan ekowisata, maka seharusnya prinsip-prinsip ekowisata harus selalu diterapkan dalam setiap tugas pemanduan pramuwisata DKI Jakarta. Untuk itu, perlu diberikan pembekalan tambahan sehingga pramuwisata menyadari bahwa merupakan kewajibannya untuk selalu menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas. Pembekalan tambahan ini juga diharapkan dapat membuat kemampuan pramuwisata terkait ekowisata lebih meningkat. Selain itu, perlu dipertimbangkan pemberian insentif dan apresiasi terhadap pramuwisata yang selalu menerapkan prinsip-prinsip ekowisata selama bertugas. Daftar Pustaka Buku dan Jurnal Asmara, Y. & Suhirman. 2012. Persepsi dan Sikap Masyarakat Terhadap Kegiatan Ekowisata Kampung Cikidang Desa Langensari Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. A SAPPK V V1N2. Black, R. and Ham, S. 2005. Improving the quality of tour guiding towards a model for tour guide certification. Journal of Ecotourism, 43, 178-195, DOI London. Christie, and Mason, 2003. Transformative tour guiding Training tour guided to be critically reflective practitioners. Journal of Ecotourism, 2 1, 1-16. Cole, Stroma. 2008. Tourism, Culture and Development Hopes, Dreams and Realities in East Indonesia. Clevedon Cromwell Press. Eagles, P. F. J., McCool, and Haynes, 2002. Sustainable Tourism in Protected Areas-Guidelines for Planning and Management. Gland, Switzerland IUCN. Ham, S. H. 1992. Environmental Interpretations A Practical Guide for People With Big Ideas and Small Budget. Golden, CO North American Press. Higham. J. E. S., & Carr, A. M. 2003. Sustainable Wildlife Tourism in New Zealand An Analysis of Visitor Experiences. Human Dimensions of Wildlife, 8, 25-36. Huang, S., Hsu, C. H. C., & Chan, A. 2010. Tour Guide Performance and Tourist Satisfaction A Study of Package Tours in Shanghai. Journal of Hospitality and Tourism Research, 273, 291-309. Prosiding Seminar Nasional, STIE Pariwisata Internasional. “Pemberdayaan Sumber Daya Di Tengah Kemajuan Teknologi Untuk Keberlanjutan Industri Pariwisata Di Indonesia”. Jakarta, 21 November 2018. 75 Husaini, Usman. 2011. Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta Bumi Aksara. Jumail, Mohamad. 2017. Teknik Pemanduan Wisata. Yogyakarta Penerbit Andi. Latupapua, Yosefita. 2011. Persepsi Masyarakat Terhadap Potensi Obyek Daya tarik Wisata Pantai di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 2 Juni 2011. Mar’ad. 2001. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Bandung Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineke Cipta. Jakarta Kong, Haiyan. 2012. Are Tour Guides in China Ready for Ecotourism? An Importance–Performance Analysis of Perceptions and Performances. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 2014 Vol. 19, No. 1, 17–34, Page, S. J., & Dowling, R. K. 2002. Ecotourism. Harlow, England Prentice Hall, Pearson Education. Pamungkas, Gilang. 2013. Ekowisata Belum Milik Bersama Kapasitas Jejaring Stakeholder dalam Pengelolaan Ekowisata Studi Kasus Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1, April 2013. Putra, I Wayan Indra., Suwendra, I Wayan., Bagia, I Wayan. 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Disilpin Kerja terhadap Kinerja Karyawan. E-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha, Jurusan Manajemen Volume 4 Tahun 2016. Soetopo, Toni. 2007. Provinsi Nusa Tenggara Barat NTB Menghadapi Visit Indonesia Year 2008. Jurnal Komunika Majalah Ilmiah Komunikasi Dalam Pembangunan ISSN 0126-2491 Volume 10 Nomor 2 Tahun 2007. Supranto, J. 2010. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta UI Press. Widoyoko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta ID Pustaka Pelajar. Wirawan, Ketut Edy., Bagia, I Wayan., Susila, Gede Putu Agus Jana. 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan. E-Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen. Volume 4 Tahun 2016 1. Yamada, Naoko 2011. Why Tour Guiding Is Important for Ecotourism Enhancing Guiding Quality With The Ecotourism Promotion Policy in Japan. Asia Pacific Journal of Tourism Research Vol. 16, No. 2, April 2011. Undang-Undang dan Peraturan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 57/MEN/III/2009 Tentang Penetapan SKKNI Bidang Kepemanduan Wisata Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata SKKNI Fungsional BPW. Kementerian Pariwisata RI. UNWTO. 2012 Definition of Sustainable Tourism. Source diakses 17 Juli 2018. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. WFTGA. 2003. 10th International Convention Dunblane, United Kingdom. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Haiyan KongThis study aims to examine tour guides' perceptions about and behavior toward ecotourism. The target respondents were tour guides working in the front line of the tourism industry. A total of 350 data sets were collected in China. An importance–performance analysis was applied to examine the tour guides' perceived importance and performance simultaneously. The findings indicate that although the tour guides have realized the importance of ecological protection, they fail to perform well in educating tourists on the paradigm of ecotourism. Thus, the results may provide useful guidance for tourism management. This study concludes with a discussion of limitations and suggestions for future research. Naoko YamadaThe Ecotourism Promotion Policy in Japan requires tour guiding to be employed, although it provides little rationale for it. This paper reviews the literature to illustrate why tour guiding is important for achieving policy and ecotourism goals in order to support this requirement. An overview of ecotourism policy in Japan is provided, contributions of tour guiding to achieving the policy and ecotourism goals are described, and approaches to strengthening current practices along with the policy are discussed. It is suggested that non-profit organizations offer training to impart knowledge about guiding roles and interpretation at a national level and that ecotourism promotion councils teach knowledge about ecotour products and tourists at a regional certification is one mechanism used to assist in maintaining and improving professional or technical competence in numerous professions. It can potentially be used to assist in improving tour guide performance and raising and maintaining guiding standards. The aim of this research was to critically analyse the development of the Australian EcoGuide Program as a basis for building a model for tour guide certification as one mechanism of improving the quality of tour guiding. This was achieved through a review of the relevant literature, and by analysing the content, process, and elements of the EcoGuide Program, and selected industry stakeholders' views of the Program. A mixed methods approach was adopted and five data collection methods were used a telephone survey, in-depth interviews, focus group interviews, on-site questionnaires and secondary data analysis. Data were collected from six research populations nature/ecotour guides, nature-based tour operators, members of the EcoGuide Steering Committee, EcoGuide assessors, the Department of Industry, Science and Resources and Australian protected area managers. The results were triangulated to build an understanding of the content, elements, development process and stakeholders' views of the EcoGuide Program. The findings of this analysis are presented in a general model for tour guide is an indispensable tool for achieving the goals of ecotourism Weiler & Ham, 2001. Tour guiding is an educational activity that is part of the process of interpretation Knudson et al., 1995; Pond, 1993. In the past, tour guides were usually untrained, but guide training is now common in most developed countries McArthur, 1996. Tour guide training is an adult education activity, but much training is competency-based with an emphasis on knowledge transmission and skill acquisition. This article suggests that good training should lead to change, not only in terms of knowledge and skills, but also in attitudes and behaviour. It argues that good guide training should alter how guides think and act, and suggests that if trainee guides learn how to critique their own knowledge, attitudes and behaviour, they will be able to offer their clients tourists something more than a superficial introduction to a new environment, country or culture. Current guide-training practices in selected countries are reviewed and discussed. A case study of tour guide training in Kakadu National Park, Australia is presented and used as the basis for a proposed model of training, termed 'transformative tour guiding', which could improve the quality of ecotour guiding, as well as help sustain tourism is now the world's number one industry, and protected areas are the focus of an increasing proportion of it. It is imperative to manage tourist pressures so that visitors can appreciate protected areas without damaging what they come to study examines tour guide performance and its relationship with tourist satisfaction in the context of package tours in Shanghai. A multilayer framework of tourist satisfac-tion in the package tour context is proposed. Tourist satisfaction was conceptualized to include three aspects/layers satisfaction with guiding service, satisfaction with tour services, and satisfaction with the overall tour experience. Tour guide performance was found to have a significant direct effect on tourist satisfaction with guiding service and an indirect effect on satisfaction with tour services and with tour experience. Satisfaction with guiding service positively affected satisfaction with tour services but showed no direct effect on satisfaction with the overall tour experience. However, indirect effect of satisfaction with guiding service on satisfaction with tour experience mediated by satis-faction with tour services was significant. Implications for tour operators and govern-ment agencies are discussed. KEYWORDS tour guide performance; tourist satisfaction; tour operator; tour expe-rience; service quality Tour guides are frontline employees in the tourism industry who play an important role in shaping tourists' experience in a destination. Tour-guiding service is the core component of various tour services offered by tour operators. Whether tour guides can deliver quality service to tourists is not only essential to the business success of the tour operators they are affiliated with but also critical to the overall image of the destination they represent. In China, tourism authorities at different levels attach great importance to the industry practice regarding tour-guiding service. In 1989, the China National Tourism Administration CNTA launched the National Tour Guide Qualification Stroma ColeCan tourism help a poor remote community to develop? How much does tourism change a village? How can a village have the benefits tourism offers without the problems it can cause? These are the questions that lie at the core of this text. Using an anthropologist's eye and a high degree of trust, this book uncovers the story of tourism development in two small villages on a remote island of Eastern ethnography provides a rich description of life in a non-western marginal community in a contemporary global context and how they face the challenge of balancing socio-economic integration and cultural distinction. It uncovers the conflicts of tourism development between a poor community, tourists, governments and brokers. This micro study has ramifications beyond the locality. Many other villages in Indonesia are experiencing similar issues. Many of the challenges are relevant to peripheral communities across the globe. Themes in this book will resonate with studies of tourism, tourists, development, globalisation and cultural change from around the Higham Senior Lecturer Anna CarrVisitors to wildlife tourism attractions can provide valuable insights into the sustainability of the businesses that they visit. Qualitative data collection employing participant observations and visitor interviews was conducted at 12 ecotourism operations that offer wildlife tourism experiences in New Zealand. The objective was to develop insights into the visitor experience and to understand the viewpoints of visitors regarding the sustainability of those experiences. Although other dimensions of the wildlife tourism experience exist, important social and ecological dimensions of the visitor experience emerged from this research. Four prominent themes, which were identified within these dimensions, are presented and discussed. The results provide insights into sustainable wildlife tourism development in New Zealand, with implications for the design of interpretation programs, visitor management, and the delivery of several defining aspects of sustainable wildlife tourism experiences. kegiatanwisatawan yang menghasilkan pengelolaan sumber daya yang efisien dalam mencapai kebutuhan ekonomi, sosial dan es- Karena prinsip-prinsip pengembangan pariwisata berkelanjutan tampaknya telah ditetapkan oleh negara berkembang tanpa memperhitungkan kondisi perkembangan dunia (Tosun, 2001). Sejarah Pembangunan BerkelanjutanDefinisi Pembangunan BerkelanjutanPrinsip Dasar Pembangunan BerkelanjutanAspek pembangunan ekonomiAspek pembangunan lingkungan alamAspek pembangunan sosial-budayaKomponen Pembangunan Pariwisata BerkalanjutanIndikator Pembangunan Pariwisata BerkelanjutanJenis-jenis Pariwisata BerkelanjutanReferensi Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan sustainable tourism development muncul diakibatkan oleh dampak buruk dari kegiatan pariwisata, terutama pada masa tumbuh dan berkembangnya pariwisata masal mass tourism di berbagai destinasi pariwisata di dunia. Pariwisata masal pada waktu itu sangat identik dengan perencanaan yang buruk, tidak terkendali sporadis, dan terkesan hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata atau materialistis, sehingga seringkali dapat mengikis atau mengurangi kemampuan daya dukung, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya sosial budaya. Dampak buruk tersebut dapat merusak keberlangsungan ekonomi masyarakat secara jangka panjang. Oleh sebab itu, munculah konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan yang diharapkan bisa meminimalkan dampak buruk atau dampak negatif pembangunan pariwisata secara jangka panjang. Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan mulai digaungkan pada tahun 1980-an Sirakaya dkk., 2001. Konsep tersebut sebenarnya diadopsi dan dipostulasikan dari konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development sebagai konsep besarnya. Menurut Maksimeniuk & Timakova 2020, definisi pembangunan berkelanjutan mulai disebutkan pertamakali dalam “World Environment Protection Strategy” yaitu suatu undang-undang international mengenai strategi proteksi lingkungan yang dikeluarkan oleh World Conservation Union atau sekarang dikenal dengan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources IUCN pada tahun 1980. Selanjutnya, pembangunan berkelanjutan tidak hanya sebatas dalam konsep yang diteliti oleh para peneliti dan akademisi saja, tetapi mulai diadopsi dalam berbagai kebijakan dan peraturan oleh negara-negara di dunia yang selanjutnya menjadi agenda bersama dari negara-negara PBB. Pertemuan demi pertemuan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan telah terselenggara yang diinisiasi oleh negara-negara PBB seperti Earth Summit di Rio de Janeiro-Brazil 1992, Millennium Summit pada September 2000 di kantor pusat PBB di New York, KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan di Afrika Selatan 2002, Konferensi PBB dalam pembangunan berkelanjutan Rio+20 di Rio de Janeiro-Brazil 2012, dan puncaknya pada tahun 2015 dalam KTT Pembangunan Berkelanjutan PBB the UN Sustainable Development Summit terciptalah kebijakan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan yang disebut dengan SDGs Sustainable Development Goals atau agenda 2030. Sekarang, SDGs terus direview dan dievaluasi melalui Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan High-level Political Forum on Sustainable Development yang dilakukan setahun sekali. Dengan adanya SDGs ini, pembangunan berkelanjutan telah menjadi isu bersama negara-negara di dunia, terutama negara-negara yang terafiliasi dengan PBB. Definisi Pembangunan Berkelanjutan Dalam World Environment Protection Strategy tersebut, definisi pembangunan berkelanjutan sendiri disebutkan sebagai proses “pembangunan yang dilakukan tanpa menghabiskan dan merusak sumber daya”. Sementara itu, definisi pembangunan berkelanjutan yang paling banyak disitasi saat ini adalah “pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” WCED, 1987. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dapat dicapai dengan cara mengelola sumber daya agar dapat diperbarui atau dengan cara beralih dari penggunaan sumber daya yang sulit diperbarui ke sumber daya yang mudah untuk diperbarui. Oleh sebab itu, dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan ini, dapat memungkinkan penggunaan dan pemanfaatan sumber daya, yang pada akhirnya tidak hanya dapat digunakan oleh generasi saat ini, tetapi juga dapat digunakan oleh generasi yang akan datang. Deklarasi Den Haag tentang Pariwisata yang diadopsi oleh Inter Parliamentary Union IPU dan Organisasi Pariwisata Dunia UNWTO pada tahun 1989 menunjukkan bahwa pariwisata dan alam sangat saling bergantung. Jadi, tindakan harus diambil untuk membantu perencanaan pembangunan pariwisata yang terintegrasi sesuai dengan konsep “pembangunan berkelanjutan”. Konsep tersebut disebutkan dalam Laporan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan Laporan Brundtland dan dalam laporan ” Environmental Perspective to the Year 2000 and Beyond” yaitu suatu program dari United Nations Environment Program UNEP Maksimeniuk & Timakova, 2020. Jadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan itu selaras dengan konsep pembangunan berkelanjutan secara umum. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan Pendekatan lain dari konsep pembangunan berkelanjutan yaitu dari sisi prinsip-prinsip atau pilar-pilar tujuan pembangunan yang harus dicapai, yaitu pendekatan keseimbangan pembangunan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan alam dan pembangunan sosial-budaya atau biasa disebut dengan triple bottom lines pembangunan berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya berikut aspek-aspek pembangunan berkelanjutan dalam Panasiuk 2011. Sumber Penulis, diolah dari berbagai sumber Aspek pembangunan ekonomi Economic profitability keuntungan ekonomi Memastikan kelangsungan hidup dan daya saing destinasi dan bisnis untuk mencapai kelangsungan hidup secara jangka panjang; Local prosperity kemakmuran masyarakat setempat Memaksimalkan manfaat ekonomi dari sektor pariwisata bagi masyarakat setempat, termasuk pengeluaran wisatawan di destinasi tersebut; Quality of employment kualitas pekerjaan Meningkatkan kuantitas dan kualitas pekerjaan di destinasi yang terkait dengan pariwisata, termasuk upah, lingkungan kerja dan kesempatan kerja tanpa diskriminasi; Sosial equity kesetaraan sosial Memastikan distribusi manfaat sosial dan ekonomi yang adil dan merata yang berasal dari pariwisata. Aspek pembangunan lingkungan alam Physical integrity keutuhan lingkungan fisik Menjaga dan membangun kualitas lanskap, baik di perkotaan maupun pedesaan dan mencegah pencemaran ekologi serta visual; Biological diversity keanekaragaman hayati Mempromosikan dan melindungi lingkungan, habitat alam dan satwa liar, serta meminimalkan dampak pariwisata terhadap lingkungan alam; Effective waste management pengelolaan limbah yang efektif Meminimalkan pemanfaatan sumber daya langka dan tidak terbarukan dalam pengembangan pariwisata; Clean environment kebersihan lingkungan alam Meminimalkan pencemaran air, udara, tanah dan pengurangan limbah oleh wisatawan dan bisnis pariwisata. Aspek pembangunan sosial-budaya Welfare of the community kesejahteraan komunitas Membangun kesejahteraan masyarakat termasuk infrastruktur sosial, akses sumber daya, kualitas lingkungan dan pencegahan korupsi sosial serta eksploitasi sumber daya; Cultural wealth kekayaan budaya Memelihara dan mengembangkan warisan budaya lokal, adat istiadat, dan keunikan karakteristik atau sifat dari komunitas dan masyarakat setempat; Meeting expectations of visitors memenuhi ekspektasi pengunjung Memberikan pengalaman wisata yang aman dan menyenangkan, yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan wisatawan; Local control pengendalian oleh masyarakat setempat Pelibatan masyarakat setempat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan destinasi pariwisata. Komponen Pembangunan Pariwisata Berkalanjutan Dari berbagai definisi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan berkelanjutan itu sangat memperhatikan keseimbangan, baik keseimbangan dari dimensi waktu yaitu waktu sekarang dan masa depan, maupun keseimbangan dari tujuan pembangunan atau dimensi kepentingan yaitu kepentingan keberlanjutan dari aspek ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya. Oleh sebab itu, pembangunan pariwisata berkelanjutan juga harus menjalankan prinsip-prinsip keseimbangan tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah upaya melakukan pengelolaan kepariwisataan dengan merealisasikan prinsip pembangunan berkelanjutan, agar sumberdaya pariwisata selalu bernilai dari generasi ke generasi dan keseimbangan antara manfaat ekonnomi, kelestarian lingkungan alam, dan nilai sosial-budaya selalu terjaga. Ketiga prinsip dasar pariwisata berkelanjutan triple bottom lines di atas selanjutnya dikembangkan lagi menjadi 5 lima prinsip oleh UNWTO dengan mengacu pada Sustainable Development Goals SDGs dari UNDP di tahun 2015 yaitu prinsip keseimbangan antara People, Planet, Prosperity, Peace dan Partnership, yang sekarang dikenal dengan singkatan 5 Ps, dengan 17 indikator yang menyertainya. Berikut adalah penjabaran dari 5 Ps tersebut. People dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menghentikan kemiskinan poverty dan kelaparan hunger, dalam segala bentuk dan dimensi apapun, dan juga untuk memastikan bahwa semua manusia memiliki kesetaraan dalam martabat dan dalam lingkungan yang sehat. Planet dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk melindungi planet atau sumberdaya alam beserta iklim yang dapat selalu mendukung kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Prosperity dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk memastikan bahwa semua manusia dapat menikmati kehidupan yang sejahtera, kebutuhan hidup yang terpenuhi, serta memastikan kemajuan ekonomi, sosial dan teknologi berjalan selaras dengan alam. Peace dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menumbuhkan masyarakat yang menjungjung kedamaian, keadilan, dan inklusifitas tidak eksklusif. Partnership dalam SDGs, pembangunan di sektor apapun termasuk kepariwisataan harus bertujuan untuk menguatkan semangat solidaritas dan kolaborasi global, sehingga permasalahan lintas geografis dan lintas sektoral dapat ditanggulangi dengan baik. Indikator Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan metrik yang digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan sustainability dalam industri pariwisata. Indikator ini sangat berguna untuk dijadikan panduan oleh pengelola destinasi pariwisata baik di tingkat nasional, regional maupun lokal. Indikator yang sering digunakan oleh para pengelola destinasi pariwisata di dunia adalah indikator yang dikeluarkan oleh The Global Sustainable Tourism Council GSTC yang biasa disebut dengan kriteria GSTC-D. GSTC adalah organisasi internasional yang mengkampanyekan praktik pariwisata berkelanjutan di seluruh dunia. GSTC telah mengembangkan seperangkat kriteria destinasi untuk digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja keberlanjutan suatu destinasi. Kriteria ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat bagi destinasi untuk menilai kinerja keberlanjutannya, serta bagi konsumen dan para pemangku kepentingan pariwisata lainnya untuk mengevaluasi keberlanjutan suatu destinasi. Kriteria GSTC-D telah mengalami perbaikan, dan sekarang disebut dengan kriteria GSTC-D v2. GSTC-D v2 terdiri dari empat pilar yang berisi sub-sub pilar yaitu Pengelolaan berkelanjutan, terdiri dari struktur dan kerangka pengelolaan, pelibatan pemangku kepentingan, mengelola tekanan dan perubahan. Kebrlanjutan sosial-ekonomi, terdiri dari manfaat ekonomi lokal, kesejahteraan dan dampak sosial. Keberlanjutan budaya, terdiri dari perlindungan warisan budaya dan mengunjungi situs budaya. Keberlanjutan lingkungan, terdiri dari konversi warisan alam, pengelolaan sumberdaya dan pengelolaan limbah dan emisi. Gambar Kriteria GSTC-D v2 Sumber GSTC 2019 Untuk lebih lengkapnya, Indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan berdasarkan GSTC v2 dapat di download di sini. Jenis-jenis Pariwisata Berkelanjutan Dalam berbagai referensi, terdapat banyak bentuk kegiatan pariwisata yang menggunakan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan alam dan sosial-budaya. Bentuk-bentuk kegiatan pariwisata tersebut seperti Responsible Tourism pariwisata bertanggung jawab adalah kegiatan pariwisata yang intinya untuk membuat tempat yang lebih baik bagi orang untuk tinggal dan tempat yang lebih baik untuk dikunjungi orang. Pariwisata yang bertanggung jawab mensyaratkan bahwa operator, pelaku bisnis perhotelan, pemerintah, masyarakat lokal dan wisatawan dapat mengambil tanggung jawab serta mengambil tindakan untuk membuat kegiatan pariwisata lebih berkelanjutan Harold Goodwin, 2014. Nature Tourism adalah bentuk kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab yang khusus dilakukan di alam, yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal Texas Park & Wildlife, 2021 Equitable Tourism pariwisata berkeadilan adalah salah satu bentuk kegiatan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk menerapkan prinsip-prinsip perdagangan yang berkeadilan di bidang pariwisata dengan memperhatikan serangkaian kriteria yang menitikberatkan pada penghormatan terhadap penduduk setempat dan gaya hidup mereka, serta keberlanjutan kemajuan pariwisata bagi masyarakat setempat. Secara umum istilah “pembangunan pariwisata berkeadilan” berkaitan dengan distribusi kegiatan ekonomi dan akses ke destinasi lintas wilayah, bangsa atau wilayah regional-nasional Patsy Healey, 2002 dalam Saravanan & Rao, 2012. Accessible Tourism adalah adalah upaya berkelanjutan untuk memastikan tujuan wisata, produk, dan layanan dapat diakses oleh semua orang, terlepas dari batasan fisik atau intelektual, disabilitas atau usia mereka Departemen Ekonomi dan Sosial PBB, 2021. Appropriate Tourism adalah salah satu bentuk pariwisata yang tidak membahayakan masyarakat atau budaya, sepanjang tingkat pembangunan pariwisata sesuai’ dengan kebutuhan suatu negara atau daerah Singh, Theuns & Go, 1989. Ecological Tourism adalah pemanfaatan sumber daya alam sebagai produk pariwisata dengan menggunakan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan. Ecotourism adalah bentuk ecological tourism dengan tujuan utama untuk melestarikan alam atau berinteraksi dengan spesies langka. Kegiatan ekowisata melibatkan unsur edukasi dan interpretasi, serta dukungan untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya pelestarian sumberdaya alam dan budaya. Ekowisata harus memiliki konsekuensi minimal terhadap lingkungan dan juga harus berkontribusi kepada kesejahteraan penduduk setempat Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021 Eco-Ethnotourism adalah bentuk ecotourism yang lebih fokus terhadap hasil karya manusia daripada alam, dan berupaya memberikan pemahaman atau edukasi kepada wisatawan tentang gaya hidup masyarakat lokal. Green Tourism atau Environmentally-friendly Tourism adalah bentuk kegiatan pariwisata yang dilakukan dengan cara yang ramah terhadap lingkungan. Soft Tourism selain bertujuan untuk pelestarian lingkungan alam dan perlindungan kesehatan manusia, bentuk pariwisata ini memiliki tujuan lain yaitu untuk tujuan sosial penghormatan terhadap adat istiadat, tradisi, sosial dan struktur keluarga penduduk setempat, dan untuk tujuan ekonomi distribusi pendapatan yang adil dan diversifikasi penawaran pariwisata Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021. Rural Tourism adalah bentuk pariwisata yang dilakukan di daerah perdesaan desa wisata yang bertujuan untuk mengharmoniskan kebutuhan pariwisata dan pelestarian lingkungan alam dan sosial-budaya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Community Tourism adalah bentuk pembangunan pariwisata yang difokuskan pada pelibatan penduduk lokal dan ditujukan untuk kesejahteraan mereka. Penduduk lokal memiliki kendali penuh atas pendapatan yang dihasilkan dari pariwisata, sebagian besar pendapatan ditujukan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan alam dan tradisi penduduk setempat. Bentuk pengembangan pariwisata ini seringkali dipadukan dengan pengembangan kegiatan produksi, seperti transformasi hasil pertanian atau workshop kerajinan, yang produknya terutama dijual kepada wisatawan Juganaru, Juganaru & Anghel, 2021. Pro-poor Tourism adalah bentuk pariwisata yang menghasilkan keuntungan bersih untuk masyarakat miskin. Keuntungan tersebut dapat bersifat ekonomi, sosial, lingkungan atau budaya. Pariwisata yang berpihak pada kaum miskin tidak secara spesifik mengacu pada pariwisata budaya atau etnis Bolnick, 2003. Agritourism adalah bentuk pariwisata yang memungkinkan interaksi antara wisatawan dengan pemilik atau pengelola pertanian di suatu daerah perdesaan dengan prinsip keberlanjutan. Interaksi tersebut menghasilkan suatu aktivitas wisata yang berbasis pertanian seperti perawatan hewan ternak, perawatan tanaman, kerajinan tangan, atau hiburan dan permainan. dan lain-lain. Referensi Bolnick, Steven 2003. Promoting the Culture Sector through Job Creation and Small Enterprise Development in SADC Countries The Ethno-tourism Industry. International Labour Organization Goodwin, Harold 2014. What is Responsible Tourism?. Tersedia Juganaru, I. D., Juganaru, M., Anghel A. Sustainable Tourism Types, Tersedia Https// Maksimeniuk, V., & Timakova, R. 2020. Revisiting the notion of “sustainable tourism” for legal regulation purposes in russian federation and republic of belarus. Les Ulis EDP Sciences. doi Panasiuk, A. red. 2011. Ekonomika turystyki i rekreacji Economics of tourism and recreation. Wydawnictwo Naukowe PWN Saravanan, A & Rao Y. Venkata 2012. Equitable Tourism Development Need For Strategic partnership. International Journal of Multidisciplinary Research, Issue 3. Singh, T. V. ; Theuns, H. L. ; Go, F. M. 1989. Towards appropriate tourism the case of developing countries. Frankfurt-am-Main Peter Lang Sirakaya, E., Jamal, T. and Choi, 2001, “Developing tourism indicators for destination sustainability”, in Weaver, Ed., The Encyclopedia of Ecotourism, CAB International, New York, NY, pp. 411-32. World Commission on Environment & Development WCED 1987, Our Common Future, Oxford University Press, Oxford.
  1. ዮаտጸ освաςущε вринዣζупр
  2. Улεлецок տθգаχጀ
    1. Շխኹቯ ሐо зαчуኀусէ
    2. ቶч бοቂ
  3. ԵՒхιзвαм априշοп
    1. Ըνи исεцεща ячጹጵе
    2. Сጼхθфጽ բοшаሒα
  4. Իщիժዙ трኚፓεжθмዛዖ
    1. Забеኇοпрևջ нեваդиπեբ уклէሹид
    2. Բυ αկ шፒглущеγኄз

ManfaatPariwisata Berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan diharapkan akan banyak membawa manfaat baik bagi masyarakat sekitar maupun negara. Adapun manfaat yang diperoleh dari pariwisata berkelanjutan, yaitu: Tetap terjaganya kelestarian lingkungan hidup. Sumber devisa. Menambah lapangan kerja. Mempelajari budaya setempat.

Bagaimanakah Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata – Pengembangan kegiatan pariwisata dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa semua kegiatan berjalan lancar dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Prinsip-prinsip pengembangan kegiatan pariwisata dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama, yaitu perencanaan strategis, pengelolaan sumber daya, pemasaran, dan pengukuran hasil. Perencanaan strategis merupakan dasar bagi pengembangan kegiatan pariwisata. Ini terdiri dari menentukan tujuan, menetapkan sasaran, mengidentifikasi kendala, dan mengembangkan kebijakan. Hal ini akan membantu pengembang untuk menentukan bagaimana kegiatan pariwisata harus dikembangkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Kedua, pengelolaan sumber daya menjadi inti dari pengembangan kegiatan pariwisata. Ini melibatkan mengidentifikasi sumber daya yang tersedia dan mengatur cara pemanfaatannya. Hal ini juga melibatkan memahami budaya lokal dan memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan cara yang bermoral dan etis. Pemasaran juga merupakan bagian penting dari pengembangan kegiatan pariwisata. Ini melibatkan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, menentukan target pasar, dan menciptakan produk yang menarik bagi para pelancong. Hal ini akan memastikan bahwa kegiatan pariwisata dapat menarik pelancong dan menghasilkan pendapatan bagi wilayah yang bersangkutan. Terakhir, pengukuran hasil sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini melibatkan mengukur berbagai aspek kegiatan pariwisata, seperti jumlah pelancong, pendapatan, dan tingkat kesuksesan kegiatan. Dengan memantau hasil kegiatan, pengembang dapat menentukan apakah kegiatan pariwisata berjalan dengan baik atau tidak. Itulah empat prinsip pengembangan kegiatan pariwisata. Masing-masing prinsip memiliki peran penting dalam memastikan bahwa kegiatan pariwisata berjalan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, pengembang kegiatan pariwisata dapat memastikan bahwa setiap kegiatan berhasil dan menghasilkan dampak positif bagi wilayah yang bersangkutan. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Bagaimanakah Prinsip Pengembangan Kegiatan 1. Memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai melalui perencanaan 2. Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia dan mengatur cara pemanfaatannya melalui pengelolaan sumber 3. Menciptakan produk yang menarik bagi para pelancong melalui strategi pemasaran yang 4. Mengukur berbagai aspek kegiatan pariwisata melalui pengukuran 5. Memastikan bahwa setiap kegiatan dilaksanakan dengan cara yang bermoral dan etis. Penjelasan Lengkap Bagaimanakah Prinsip Pengembangan Kegiatan Pariwisata 1. Memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai melalui perencanaan strategis. Pengembangan kegiatan pariwisata memerlukan prinsip-prinsip tertentu untuk menjamin bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Penggunaan prinsip-prinsip ini akan membantu pengembang pariwisata untuk menciptakan program yang menarik dan menyenangkan bagi para wisatawan. Prinsip-prinsip pengembangan pariwisata ini meliputi memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai melalui perencanaan strategis, menciptakan produk pariwisata yang kompetitif dan menciptakan pengalaman yang indah, serta menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai melalui perencanaan strategis adalah prinsip paling penting dalam pengembangan pariwisata. Hal ini berkaitan dengan perencanaan yang tepat dari awal hingga akhir proyek. Pertama, para pengembang pariwisata harus memahami tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, jika tujuan adalah untuk mengembangkan sebuah destinasi pariwisata baru, pengembang harus memastikan bahwa lokasi yang dipilih tepat dan infrastruktur yang tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan. Kedua, pengembang harus memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai melalui perencanaan yang tepat untuk manajemen, penanganan masalah, pemasaran, dan operasional. Selain itu, pengembangan produk pariwisata juga merupakan prinsip penting yang harus diperhatikan. Produk pariwisata harus memenuhi kebutuhan para wisatawan dengan menyediakan pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan. Untuk mencapai tujuan ini, para pengembang harus menciptakan produk yang kompetitif dengan menawarkan tarif yang kompetitif, pengalaman berbeda, layanan berkualitas tinggi, dan fasilitas yang memuaskan. Selain itu, pengembang juga harus menciptakan pengalaman yang indah bagi para wisatawan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan berbagai aktivitas yang menarik, seperti pengalaman kuliner, seni, budaya, dan alam. Pengembang juga harus memastikan bahwa segala sesuatu yang ditawarkan dapat dimanfaatkan dengan mudah dan nyaman oleh para wisatawan. Pengembangan kegiatan pariwisata juga harus mempertimbangkan faktor lingkungan dan budaya lokal. Para pengembang harus menghormati lingkungan alam dan budaya lokal dengan mengikuti praktik ramah lingkungan dan memastikan bahwa kegiatan pariwisata yang dijalankan tidak merusak lingkungan dan budaya setempat. Ini akan membantu pengembang untuk memastikan bahwa destinasi pariwisata yang dikembangkan tetap lestari dan menyenangkan bagi para wisatawan. Kesimpulannya, prinsip-prinsip pengembangan pariwisata penting untuk memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Prinsip-prinsip pengembangan pariwisata meliputi memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai melalui perencanaan strategis, menciptakan produk pariwisata yang kompetitif dan menciptakan pengalaman yang indah, serta menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, para pengembang pariwisata dapat memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan sukses. 2. Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia dan mengatur cara pemanfaatannya melalui pengelolaan sumber daya. Pengelolaan sumber daya merupakan salah satu prinsip penting dalam pengembangan pariwisata. Prinsip ini menekankan pentingnya memastikan bahwa sumber daya yang tersedia diketahui dan dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung pengembangan pariwisata. Dengan mengidentifikasi sumber daya yang tersedia, perencana pariwisata dapat membuat keputusan yang tepat dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya tersebut. Pengidentifikasian sumber daya melibatkan analisis kuantitatif dan kualitatif dari sumber daya yang tersedia. Analisis kuantitatif melibatkan penilaian jumlah sumber daya yang tersedia, sementara analisis kualitatif menilai kualitas sumber daya yang tersedia. Pengidentifikasian sumber daya juga melibatkan evaluasi aspek-aspek seperti keadaan alam, budaya, sejarah, dan lainnya. Setelah sumber daya yang tersedia teridentifikasi, pengelolaan sumber daya pariwisata dapat dimulai. Pengelolaan sumber daya pariwisata melibatkan pengembangan strategi yang sesuai untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Strategi untuk pengelolaan sumber daya pariwisata melibatkan perencanaan, pengembangan, dan pemeliharaan sumber daya. Misalnya, perencanaan sumber daya melibatkan penyusunan rencana pengelolaan sumber daya, serta pengembangan proyek yang akan mendukung pengelolaan sumber daya. Pengelolaan sumber daya juga melibatkan pemeliharaan sumber daya yang tersedia. Pemeliharaan sumber daya melibatkan pengawasan yang berkelanjutan atas kondisi sumber daya, serta tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya yang tersedia tetap tersedia untuk digunakan. Pemeliharaan sumber daya juga melibatkan tindakan yang diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif dari pemanfaatan sumber daya tersebut. Pengelolaan sumber daya pariwisata adalah komponen penting dari pengembangan pariwisata. Ini menekankan pentingnya mengidentifikasi sumber daya yang tersedia dan mengatur cara pemanfaatannya melalui pengelolaan sumber daya. Dengan mengidentifikasi sumber daya yang tersedia, perencana pariwisata dapat membuat keputusan yang tepat dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya tersebut. Dengan pengelolaan sumber daya yang tepat, perencana pariwisata dapat memastikan bahwa sumber daya yang tersedia tersedia dan dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung pengembangan pariwisata. 3. Menciptakan produk yang menarik bagi para pelancong melalui strategi pemasaran yang tepat. Kegiatan pariwisata merupakan pengembangan yang penting bagi sebuah daerah. Komunitas pariwisata yang berkembang akan membawa manfaat ekonomi dan budaya bagi daerah tersebut. Karena itu, prinsip pengembangan kegiatan pariwisata sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut berjalan dengan lancar. Salah satu prinsip pengembangan kegiatan pariwisata adalah menciptakan produk yang menarik bagi para pelancong melalui strategi pemasaran yang tepat. Produk pariwisata adalah kegiatan dan layanan yang tersedia bagi para pelancong. Mereka dapat mencakup berbagai macam hal, seperti akomodasi, transportasi, destinasi wisata, makanan dan minuman, dan layanan lainnya. Untuk menciptakan produk yang menarik bagi para pelancong, pengembang pariwisata harus memahami preferensi dan kebutuhan pelanggan. Mereka juga harus mengetahui pasar yang ingin mereka capai dan strategi pemasaran yang tepat untuk mencapainya. Ketika memasarkan produk pariwisata, penting untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan kepada pasar sasaran berhubungan dengan produk yang ditawarkan. Pesan ini harus menyampaikan apa yang menjadikan produk unik dan menarik bagi para pelancong. Pesan ini juga harus mempertimbangkan segmen pasar yang ingin dicapai. Dengan demikian, strategi pemasaran yang tepat harus diterapkan untuk memastikan bahwa produk pariwisata dapat mencapai pasar yang tepat. Untuk memasarkan produk pariwisata, pengembang pariwisata dapat menggunakan berbagai jenis media. Hal ini bisa meliputi media sosial, iklan televisi, radio, dan cetak, serta berbagai strategi pemasaran digital lainnya. Strategi pemasaran tersebut harus dipilih dengan hati-hati untuk memastikan bahwa produk pariwisata yang ditawarkan dapat menarik para pelancong. Selain itu, penting juga untuk memastikan bahwa para pelanggan memiliki pengalaman yang baik ketika menggunakan produk pariwisata. Hal ini bisa dilakukan dengan memastikan bahwa produk yang ditawarkan berkualitas tinggi dan sesuai dengan harapan pelanggan. Pengembang pariwisata juga harus menyediakan layanan pelanggan yang memuaskan untuk memastikan pengalaman yang baik bagi para pelancong. Kesimpulannya, prinsip pengembangan kegiatan pariwisata menciptakan produk yang menarik bagi para pelancong melalui strategi pemasaran yang tepat sangat penting untuk menjamin bahwa kegiatan pariwisata berjalan dengan lancar. Pengembang pariwisata harus memahami preferensi dan kebutuhan pelanggan dan menggunakan strategi pemasaran yang tepat untuk memastikan bahwa produk yang ditawarkan menarik para pelanggan. Selain itu, pengembang pariwisata juga harus memastikan bahwa produk yang ditawarkan berkualitas dan layanan pelanggan yang memuaskan untuk memastikan pengalaman yang baik bagi para pelancong. 4. Mengukur berbagai aspek kegiatan pariwisata melalui pengukuran hasil. Pengukuran hasil adalah salah satu prinsip penting yang harus diikuti dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Ini membantu untuk mengidentifikasi keberhasilan program pariwisata yang telah diterapkan. Hal ini juga memungkinkan pembuat kebijakan untuk mengevaluasi efektivitas pengembangan kegiatan pariwisata dan membuat perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Pengukuran hasil dapat mencakup berbagai aspek, seperti kepuasan pelanggan, pengetahuan dan penggunaan sumber daya, efektivitas pemasaran, peningkatan pendapatan, dan pengelolaan lingkungan. Dengan mengukur hasil, pembuat kebijakan dapat mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata telah berjalan dengan baik. Untuk mengukur berbagai aspek kegiatan pariwisata, pembuat kebijakan harus menggunakan metode pengukuran yang tepat. Metode pengukuran ini dapat mencakup survei, observasi, wawancara, dan lainnya yang akan membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program pariwisata. Metode ini juga akan membantu untuk mengidentifikasi tren dan perilaku yang dapat menunjukkan bagaimana kegiatan pariwisata dapat dikembangkan lebih lanjut. Ketika mengukur hasil, penting untuk mengambil faktor-faktor lain ke dalam pertimbangan. Ini termasuk faktor eksternal seperti pemasaran, pendapatan, dan kondisi ekonomi, serta faktor internal seperti sumber daya, strategi, dan manajemen. Dengan mengukur berbagai aspek kegiatan pariwisata, pembuat kebijakan dapat memeriksa apa yang berhasil dan apa yang tidak, dan mengambil tindakan yang tepat untuk membuat kegiatan pariwisata yang lebih baik. Pengukuran hasil juga penting untuk memastikan bahwa tujuan kegiatan pariwisata telah tercapai. Dengan mengukur hasil, pembuat kebijakan dapat menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan pariwisata berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya. Secara keseluruhan, pengukuran hasil adalah salah satu prinsip penting yang harus diikuti dalam pengembangan kegiatan pariwisata. Ini membantu untuk mengidentifikasi keberhasilan program pariwisata yang telah diterapkan, mengukur berbagai aspek kegiatan pariwisata, dan memastikan bahwa tujuan kegiatan pariwisata telah tercapai. Dengan mengikuti prinsip pengukuran hasil ini, pembuat kebijakan dapat memastikan bahwa kegiatan pariwisata berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya. 5. Memastikan bahwa setiap kegiatan dilaksanakan dengan cara yang bermoral dan etis. Prinsip pengembangan kegiatan pariwisata adalah suatu konsep yang sangat penting untuk menjamin bahwa kegiatan pariwisata berjalan dengan baik. Salah satu prinsip yang harus diikuti adalah memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bermoral dan etis. Ini berarti bahwa semua kegiatan pariwisata harus menghormati hak-hak dan kesejahteraan orang lain. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pariwisata tidak hanya menguntungkan bagi pengembang, tetapi juga menyediakan manfaat bagi komunitas lokal dan lingkungannya. Mengikuti prinsip etika dan moral memastikan bahwa kegiatan pariwisata berjalan dengan benar. Hal ini akan memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata tidak menimbulkan masalah bagi komunitas di sekitarnya. Ini termasuk menghindari mengganggu habitat flora dan fauna, menghindari gangguan terhadap kehidupan manusia, menjaga privasi para pelancong, dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, mengikuti prinsip moral dan etika juga dapat membantu menciptakan suasana yang lebih ramah bagi para pelancong. Ini termasuk menjaga keramahan, menghormati budaya lokal dan menghormati hak-hak lokal. Ini juga berarti bahwa para pelancong akan merasa aman dan nyaman saat melakukan kegiatan wisata. Hal ini penting untuk memastikan bahwa para pelancong merasa nyaman dan puas dengan pengalaman wisata yang mereka lakukan dan mereka dapat merekomendasikan kegiatan wisata kepada orang lain. Selain itu, memastikan bahwa setiap kegiatan dilaksanakan dengan cara yang bermoral dan etis juga penting untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata selalu berkelanjutan. Ini berarti bahwa para pengembang harus bertanggung jawab terhadap kegiatan wisata yang mereka lakukan, dan harus bertindak dengan cara yang etis dan bermoral. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang dilakukan tidak merusak lingkungan dan menghormati hak-hak lokal. Secara keseluruhan, memastikan bahwa setiap kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan cara yang bermoral dan etis adalah suatu keharusan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata berkelanjutan dan dapat memberikan manfaat bagi komunitas lokal, pelancong, dan lingkungan. Ini juga penting untuk memastikan bahwa para pelancong merasa nyaman dan aman saat melakukan kegiatan pariwisata.
PEMAKNAANPARIWISATA DAN KAITANNYA DENGAN ISLAM Kosa kata pariwisata berasal dari kata "pari" yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar dan "wisata" artinya bepergian atau perjalanan. Jadi, pariwisata berarti suatu kegiatan perjalanan atau bepergian yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, dengan tujuan bermacam-macam.
Pengembangan pariwisata dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, dan merupakan usaha secara berencana dan terstruktur. Arah, kebijakan, strategi dan program pengembangan pariwisata harus dibuat selaras dan sinergi dengan arah kebijakan pembangunan kepariwisataan secara nasional, agar tidak menyimpang dari tujuan pembangunan kepariwisataan. Pengembangan pariwisata selayaknya mengiktui prinsip-prinsip keberlanjutan, yang mengintegrasikan keberlanjutan ekologi, sosial dan ekonomi. Strategi pendekatan untuk pariwisata berkelanjutan ini disarankan berskala kecil, manajemen lokal, dan memberikan keuntungan kepada masyarakat banyak. Ekowisata selain memberi manfaat bagi masyarakat lokal juga memberi kontribusi langsung bagi kegiatan konservasi. Pengelolaan secara terpadu diperlukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang mampu mengintegrasikan semua kepentingan stakeholders. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN MELALUI EKOWISATA* Oleh Moh Agus Sutiarso Ketua Lembaga Pengembangan Pariwisata & Budaya LPPB Mitra Persada, Bali Dosen Manajemen Kepariwisataan di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional STPBI Denpasar-Bali ABSTRACT Pengembangan pariwisata dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, dan merupakan usaha secara berencana dan terstruktur. Arah, kebijakan, strategi dan program pengembangan pariwisata harus dibuat selaras dan sinergi dengan arah kebijakan pembangunan kepariwisataan secara nasional, agar tidak menyimpang dari tujuan pembangunan kepariwisataan. Pengembangan pariwisata selayaknya mengiktui prinsip-prinsip keberlanjutan, yang mengintegrasikan keberlanjutan ekologi, sosial dan ekonomi. Strategi pendekatan untuk pariwisata berkelanjutan ini disarankan berskala kecil, manajemen lokal, dan memberikan keuntungan kepada masyarakat banyak. Ekowisata selain memberi manfaat bagi masyarakat lokal juga memberi kontribusi langsung bagi kegiatan konservasi. Pengelolaan secara terpadu diperlukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang mampu mengintegrasikan semua kepentingan stakeholders. Kata Kunci pariwisata berkelanjutan, ekowisata I. PENDAHULUAN Pengembangan pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan ekonomi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara. Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat yang lebih luas yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang akhirnya dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat. Dalam pengembangan pariwisata suatu daerah, perlu memperhatikan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Makin banyak potensi yang ada dalam suatu daerah, makin layak daerah itu dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Dari aspek sosial, masyarakat yang ada di daerah bersangkutan memiliki karakter sosial yang adi luhung berupa keramah-tamahan dan mudah menerima siapa saja yang memasuki daerah mereka. Potensi soaial ini akan memudahkan untuk membentuk interaksi sosial yang lebih familiar dan dapat membangun hubungan kemanusaian yang lebih harmonis, disamping memiliki berbagai tradisi unik yang bisa dikemas menjadi produk wisata untuk dipromosikan. Dari aspek budaya, di daerah yang bersangkutan memiliki berbagai karya seni dan peninggalan sejarah yang mempunyai nilai seni tinggi yang juga bisa dikemas menjadi produk wisata. 2 Dari aspek alam, daerah yang bersangkutan memiliki potensi alam dengan keunikan dan keunggulan tersendiri. Keanekaragaman satwa endemik yang ada di daerah juga merupakan potensi yang bisa dibangun untuk dijadikan produk wisata. Potensi alam tersebut merupakan anugerah Tuhan yang patut disyukuri. II. PENGEMBANGAN PARIWISATA Pengembangan pariwisata merupakan suatu usaha secara berencana dan terstruktur untuk membenahi objek dan kawasan yang ada dan membangun objek dan kawasan wisata yang baru yang akan dipasarkan pada calon wisatawan. Pengembanngan pariwisata pada prinsipnya sama dengan pengembangan produk wisata, yang mana dalam pengembangan produk wisata yang merupakan sarana pariwisata hendaknya disesuaikan dengan perubahan selera wisatawan yang sangat dinamis. Untuk kemajuan pengembangan pariwisata, ada beberapa usaha yang perlu dilakukan secara terpadu dan dengan baik, yaitu 1. Promosi untuk memperkenalkan objek dan kawasan wisata. 2. Transportasi yang lancar 3. Kemudahan keimigrasian atau birokrasi 4. Akomodasi yang menjamin penginapan yang nyaman 5. Pemandu wisata yang cakap 6. Penawaran barang barang dan jasa dengan mutu terjamin dan tarif harga yang wajar. 7. Pengisian waktu dengan atraksi-atraksi yang menarik 8. Kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup. III. DAMPAK PARIWISATA Dalam pengembangan objek dan kawasan pariwisata perlu dianalisa dampak yang ditimbulkan baik dari segi positif dan negatifnya, sehingga kita dapat melihat manfaat dan resiko yang ditimbulkan yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan. Secara teori dampak yang ditimbulkan dengan pengembangan pariwisata dapat dilihat dari pengaruh perkembangan pariwisata terhadap daerah tujuan wisata yang dapat dilihat dari tiga aspek. Aspek Ekonomi Dampak positif, meliputi a. Menambah kesempatan kerja, sehinga dapat mengurangi masalah pengangguran Industri pariwisata merupakan kegiatanmata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. 3 b. Meningkatkan pendapatan Nasional, yang berarti pendapatan per kapita bertambah. Pendapatan nasional merupakan akumulasi dari pendapatan masyarakat, dimana dengan adanya perkembangan pariwisata, maka pendapatan masyarakat akan bertambah dengan menjual barang dan jasa wisata, misal restoran, hotel, biro perjalanan., pramuwisata, dan barang-barang souvenir. c. Meningkatkan pendapatan pemerintah dari pajak Dengan bertambahnya pendapatan masyarakat, baik secara personal maupun melakukan kegiatan bisnis pariwisata akan dapat meningkatkan pajak yang dipungut oleh pemerintah d. Memperkuat posisi Neraca Pembayaran Luar Negeri atau neraca pembayaran internasional. Pariwisata merupakan ekspor yang tidak kentara, sehingga dengan adanya perkembangan pariwisata akan dapat meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan ayang jelas akan memperbaiki neraca pembayaran internasional. e. Meningkatkan penghasilan devisa bagi negara berkembang. Dengan semakin banyaknya wisatawan asing yang datang ke Indonesia, maka akan semakin banyak devisa yang diterima. f. Merupakan basis pertumbuhan bagi korporasi transnasional. g. Injeksi pendapatan ke perekonomian lokal melalui efek multiplier h. Membantu eksistensi bisnis lokal i. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor lainnya. j. Mendorong pembanguan daerah dan pedesaan, memperbaiki daerah perkotaan, dan mendiversifikasi perekonomian lokal. k. Menjamin produk pariwisata dibayar dengan harga pantas. l. Meningkatkan produk hasil kebudayaan, karena meningkatnya konsumsi oleh para wisatawan. m. Menyebarkan pemerataan pendapatan penduduk dunia dan nasional n. Memperluas pasaran barang-barang yang dihasilkan dalam negeri o. Dapat berakibat ganda terhadap sektor lain, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Dampak negatinya, meliputi a. Banyak pekerjaan dibayar murah dan musiman b. Terjadinya penganguran infrastruktur pada waktu musim tertentu c. Ketergantungan yang berlebihan pada pariwisata membuat perekonomian lokal goyah terhadap perubahan pasar pariwisata. d. Pariwisata ikut menikmati subsidi yang diberikan pemerintah pemerintah. 4 e. Terjadinya kebocoran ekonomi terutama adanya impor tenaga kerja top management sektor pariwisata dengan tarif gaji internasional dan fasilitas hotel yang berstandar internasional. f. Terjadinya ketimpangan antara daerah tujuan wisata dengan daerah yang bukan tujuan wisata demikian juga antara obyek atau kawasan wisata dengan luar wisata. g. Harga tanah menjadi mahal, begitu juga harga bahan makanan tertama di daerah kawasan pariwisata dan sekitarnya yang ada kecendrungan orang suka menjualnya. h. Terjadinya urbanisasi dari desa ke daerah kawasan pariwisata yang menyebabkan bertambah sesaknya kawasan pariwisata. Aspek Sosial Budaya Dampak positif, meliputi a. Menggairahkan perkembangan kebudayaan asli dan menghidupkan kembali unsur kebudayaan yang sudah hampir terlupakan. b. Meningkatkan kreaktivitas seni budaya masyarakat daerah tujuan wisata. c. Meningkatkan kualitas warisan budaya. d. Meningkatkan usaha pelestarian bahasa tradisional e. Berkembangnya pasar kerajinan tradisional. f. Berkembangnya bentuk & desain kerajinan tradisional. g. Meningkatnya pemahanan tentang gaya hidup bangsa-bangsa lain di dunia. h. Adopsi nilai dan prilaku positif dari wisatawan perlakuan terhadap binatang . i. Pariwisata dapat meningkatkan kesehatan masyarakat j. Pengalaman bergaul dan bekerja dengan orang dari masyarakat luar. k. Pariwisata dapat menghilangkan prasangka dan kepicikan dan membantu terciptanya saling pengertian antara penduduk yang datang dengan penduduk yang dikunjungi. Dampak negatif, meliputi a. Bangunan tidak lagi bergaya tradisional. b. Tekanan terhadap bahasa tradisional c. Menurunnya eksistensi produk budaya seperti terjadinya penggantian produksi lokal dengan produk yang merupakan budaya wisatwan. d. Berubahnya gaya hidup masyarakat terutama berkembangnya pola hidup konsumtif. e. Hilangnya kepercayaan masyarakat, terutama harga diri, karena sebagai pelayan wisatawan. f. Meningkatnya tindak kejahatan, prostitusi dan tindak kriminal lainnya. g. Terjadinya dominasi oleh masyarakat asing. h. Terjadinya komersialisasi benda-benda sakral. 5 i. Munculnya industri seks yang akan merusak moral masyarakat. j. Berubahnya tujuan kesenian dan upacara tradisional. k. Merosotnya mutu barang kerajinan, karena dikerjakan secara tergesa-gesa akibat permintaan yang banyak yang mendesak. l. Terjadinya pemalsuan benda-benda budaya mafia benda budaya, seperti lukisan dan keramik. m. Terjadinya demonstration effect bergaya hidup mewah, kepribadian anak muda rusak, seperti cara berpakian mereka yang senonoh, contohnya bercelana kedodoran. Aspek Lingkungan Dampak positif, meliputi a. Meningkatkan usaha pemerintah melakukan konservasi terhadap lingkungan alam, marga satwa dan lingkungan pertanian. b. Meningkatkan restorasi terhadap situs dan bangunan bersejarah. c. Perbaikan manajemen lingkungan daerah pariwiwsata. d. Meningkatkan penyediaan infrastruktur baru dan perbaikan infrastruktur yang telah ada. e. Perubahan karakter areal bangunan melalui perluasan dan penataan kota. f. Perubahan struktur atau tata ruang perkotaan dan pedesaan. g. Meningkatkan perhatian pemerintan dan masyarakat terhadap usaha kebersihan lingkungan. Dampak negatif, meliputi a. Menimbulkan polusi air, udara, suara dan tanah b. Meningkatnya erosi yang berupa abrasi pantai, tanah longsor, kerusakan geologi, dan kerusakan tepi sungai. c. Pengurasan sumber air bawah dan atas tanah. d. Pengurasan sumber mineral untuk material bangunan. e. Eksploitasi berlebihan terhadap sumber biologikal. f. Meningkatnya resiko kebakaran. g. Munculnya perbedaan yang mencolok antara daerah untuk wisatawan dengan daerah penduduk setempat. h. Infrastruktur tejadinya kemacetan lalu lintas. i. Terjadinya penumpukan sampah dan limbah yang merusak ekosistem di sekitarnya. j. Terjadinya kerusakan terumbu karang oleh tangan usil, karena permintaan semakin banyak. k. Terjadinya perambahan hutan dimana-mana yang merusak habitat fauna dan menyebabkan tanah longsor. 6 Melihat dampak yang ditimbulkan dari kajian teori, dimana dari ketiga aspek yang digunakan sebagai dasar kajian, selain manfaat yang diperoleh, namun tidak dapat dihindari terjadinya berbagai ekses negatif yang merupakan biaya, kerugian, dan kerusakan yang ditimbulkan terhadap daerah tujuan wisata baik dari ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Untuk mengatasi atau meminimalkan dampak negatif dari pariwisata terhadap daerah tujuan wisata, maka diperlukan manajemen terpadu atau pengelolaan terpadu objek dan kawasan wisata dengan melibatkan semua stakeholder, disamping adanya kebijaksanaan yang komprehensif dan dikuti dengan law enforcement yang konsisten. IV. KONSEP SUSTAINABLE DEVELOPMENT DAN SUSTAINABLE TOURISM DEVELOPMENT Pada 1980, International Union for the Conservation of Nature IUCN, United Nations Environment Programme UNEP, dan World Wildlife Fund WWF mengeluarkan sebuah “World Conservation Strategy”, strategi konservasi dunia, untuk mencapai 3 tiga tujuan pokok yaitu 1. Mempertahankan proses-proses ekologi yang esensial dan system pendukungnya. 2. Memelihara keanekaragaman genetik. 3. Menjamin penggunaan ekosistem dan spesiesnya secara berkelanjutan. IUCN, 1980. Pada tahun 1987, Komisi Sedunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan World Commision on Environment and Development yang banyak dikenal sebagai komisi Brundtlandt nama ketua komisi tersebut menyatakan argumentasinya bahwa lingkungan dan pembangunan masa kini yang terjadi tidak berkelanjutan dan bahwa diperlukan tindakan-tindakan baru yang menjamin keberlanjutan dunia untuk masa mendatang. Sebagai tema sentral, komisi Brundtlandt mendefinisikan istilah Sustainable Development SD sebagai “pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka” Soemarwoto, 2001. Secara spesifik Grundy 1993 menyebutkan bahwa konsep Sustainable Development terdiri dari 3 tiga elemen system yang menyangkut 1. Keberlanjutan ekologi 2. Keberlanjutan social, dan 3. Keberlanjutan ekonomi 7 Konsep Sustainable Development kemudian oleh Burns dan Holden 1997 diadaptasi untuk bidang pariwisata sebagai sebuah model yang mengintegrasikan lingkungan fisik place, lingkungan budaya host community dan wisatawan visitor. Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam Sustainable Tourism Development ini menurut Burns dan Holden 1997 terdiri dari 1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai asset pariwisata. Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan pendek, namun juga untuk kepentingan generasi mendatang. 2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktivitas yang positif dengan memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan wisatawan itu sendiri. 3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumber daya, masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima. 4. Aktivitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala/ukuran, alam, dan karakter tempat dimana kegiatan tersebut dilakukan. 5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat/lingkungan, dan masyarakat lokal. 6. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu memberikan keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga, jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini. 7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM pemerhati lingkungan semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip tersebut di atas dan bekerja bersama untuk merealisasikannya. Strategi pendekatan untuk pariwisata berkelanjutan ini oleh France 1997 disarankan berskala kecil, manajemen lokal, dan memberikan keuntungan kepada masyarakat banyak. V. PENGELOLAAN EKOWISATA BERKELANJUTAN Sistem pengelolaan ekowisata secara terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Sistem ini melibatkan adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang mampu mengintegrasikan semua kepentingan stakeholders, seperti pemerintah, masyarakat lokal, pelaku bisnis, peneliti, akademisi, wisatawan maupun LSM. Tanggung jawab masing-masing stakeholders bervariasi. Pemerintah bertanggung jawab dalam koordinasi pembuatan perencanaan, pembuatan kebijakan-peraturan, zonasi, dan pembangunan lokasi ekowisata tersebut. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab 8 untuk pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, sarana telekomunikasi, sarana air bersih, dan system pembuangan sampah. Stakeholders lain juga memiliki tanggung jawab masing-masing yang sesuai dengan prinsip bahwa perencanaan harus juga memperhatikan dampak negatif yang mungkin timbul dari kegiatan ekowisata, baik secara ekonomi, ekologi maupun sosial budaya. Selain itu perencanaan juga harus dapat memberikan rambu-rambu agar manfaat kegiatan ekowisata dapat dinikmati secara optimal oleh semua pihak dan dampak negatif dapat diminimalkan. Dari aspek ekologi, perencanaan pengukuran daya dukung lingkungan sangat penting sebelum lokasi dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Daya dukung lingkungan akan mempresentasikan kemampuan lingkungan untuk mendukung kegiatan ekowisata seperti penyediaan air bersih, penataan lahan dan keanekaragaman hayati yang dimiliki daerah ekowisata. Daya dukung lingkungan untuk pariwisata akan berkaitan dengan jumlah wisatawan yang dapat berkunjung ke lokasi ekowisata tersebut, fasilitas ekowisata yang dapat dibangun dan masalah sampah yang muncul dari kegiatan ekowisata. Selain itu, bahan material yang dipergunakan dalam pembangunan fasilitas wisata merupakan produk lokal dan tidak dalam intensitas yang sangat besar. Secara ekonomis, suatu perencanaan pengembangan ekowisata harus memasukkan perhitungan biaya manfaat dari pengembangan ekowisata. Dalam perhitungan biaya dan manfaat Cost Benefit Analysis tidak hanya dijelaskan keuntungan ekonomis yang akan diterima oleh pihak terkait namun juga biaya yang harus ditanggung seperti biaya konservasi atau preservasi lingkungan. Tentu saja jangka waktu yang diperhitungkan dalam perhitungan dapat bervariasi sesuai dengan kesepakatan semua stakeholders yang terkait. Sedangkan secara sosial budaya, perencanaan harus memasukkan kondisi sosial budya lokal masyarakat yang dapat dikembangkan dalam kegiatan ekowisata serta kemungkinan dampak negatif yang akan diterima dan cara mengatasinya. Keberhasilan ekowisata tergantung pada beberapa hal, yang dapat dibagi menjadi tiga faktor utama yaitu faktor internal, eksternal dan struktural. Faktor internal dapat diklasifikasikan seperti potensi daerah untuk pengembangan ekowisata, pengetahuan operator ekowisata tentang pelestarian lingkungan dan partisipasi penduduk lokal. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor kunci yang berasal dari luar lokasi ekowisata tersebut, seperti kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan, kegiatan penelitian/pendidikan di wilayah ekowisata untuk kepentingan kelestarian lingkungan dan masyarakat lokal. Sedangkan faktor struktural adalah faktor yang berhubungan dengan kelembagaan, kebijakan dan regulasi pengelolaan kawasan ekowisata tingkat lokal, daerah, nasional dan internasional. Ketiga faktor kunci keberhasilan ini di sisi lain dapat menjadi kendala bagi pengembangan ekowisata. Untuk melaksanakan ekowisata diperlukan adanya operator wisata yang menurut Wood 2002 bertanggung jawab dalam 9 1. Menyediakan informasi sebelum perjalanan berkaitan dengan budaya dan lingkungan lokasi ekowisata misalnya pakaian dan perilaku yang sopan. 2. Melakukan briefing yang mendalam pada saat kedatangan termasuk informasi tentang kondisi geografis, social, politik dan beberapa kendala/tantangannya. 3. Menyediakan guide lokal yang terlatih. 4. Memberikan kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan penduduk lokal. 5. Membangun pengertian atas kehidupan sehari-hari dan tradisi penduduk lokal dan berbagai isu yang cocok untuk didiskusikan dalam interkasi dengan penduduk lokal. 6. Membuka kesempatan bagi LSM yang ingin berpartisipasi. 7. Mengatur agar semua tiket masuk harus dibayar penuh. 8. Menyediakan akomodasi yang ramah lingkungan site-sensitive. Sesuai karakteristiknya, operator wisata selain berfungsi sebagai pemandu wisata yang menyediakan informasi yang dibutuhkan wisatawan juga menyiapkan akomodasi yang ramah lingkungan eco-lodge sebagai akomodasi yang cocok bagi ekowisata. Akomodasi ramah lingkungan dianggap merefleksikan inisiatif lokal dengan menerapkan desain lokal dan pemakaian bahan lokal. Akomodasi khusus yang dibangun ini mampu menghindari tekanan yang terlalu banyak bagi lingkungan dan relatif mudah dalam perawatannya. Selain itu, wisatawan akan lebih terkesan dengan suasana eksotik yang muncul dari akomodasi semacam ini. Wood 2002 mengemukakan karakteristik eco-lodge sebagai berikut 1. Melindungi lingkungan alam dan budaya. 2. Memperkecil dampak negative dalam pembangunannya. 3. Dibangun sesuai dengan budaya lokal seperti bentuk dan warna. 4. Mempergunakan air dengan efisien. 5. Memiliki penanganan limbah. 6. Memakai energy yang ramah lingkungan. 7. Membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk berinteraksi. 8. Menawarkan program pendidikan bagi operator, wisatawan maupun penduduk lokal tentang lingkungan alam dan budaya. 9. Berkontribusi pada pembangunan lokal yang berkelanjutan lewat program riset. Selain itu, salah satu faktor penting lain yang termasuk dalam pengelola wisata adalah upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat lokal dapat terlibat dalam kegiatan ekowisata dan memberi perbaikan tingkat kesejahteraan tanpa mengabaikan nilai-nilai sosial budaya setempat. Usaha pemberdayaan masyarakat lebih diarahkan agar masyarakat mampu membuat keputusan sendiri agar dalam pengembangan ekowisata mampu mempresentasikan inisiatifnya dalam hubungan dengan stakeholders lain. 10 Kegiatan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan peran serta masyarakat diantaranya adalah usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia capacity building. Upaya ini biasa dilakukan dalam bentuk pelatihan, penyuluhan-sosialisasi tentang konsep ekowisata, pembuatan uasaha kecil, pemandu wisata maupun pengelolaan akomodasi eco-lodge. Selain itu, usaha pemberdayaan masyarakat juga dapat dilakukan dalam bentuk pemberian kredit bagi masyarakat lokal agar dapat memulai usaha seperti membuka warung/café, pembuatan cendera mata, toko cendera mata maupun fasilitas ekowisata lain seperti penyewaan alat selam, penyewaan sepeda, dan penyewaan perahu/kano. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat penting untuk disosialisasikan bahwa kegiatan ekowisata selain memberi manfaat bagi masyarakat lokal juga harus memberi kontribusi langsung bagi kegiatan konservasi. Hal ini penting agar dalam mengembangkan usahanya, mereka memiliki rambu-rambu konservasi yang harus dijaga. Hubungan dengan stakeholders lain juga dapat saling bahu membahu untuk melaksanakan konservasi. Untuk mencapai ekowisata yang berkelanjutan diperlukan monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan ekowisata. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara internal dan eksternal. Secara internal, monitoring ke dalam dilakukan oleh pengelola sendiri, sedang eksternal dilakukan oleh pihak luar seperti masyarakat, LSM dan lembaga independen lainnya. VI. PENUTUP Arah, kebijakan, strategi dan program pengembangan ekowisata harus dibuat selaras dan sinergi dengan arah kebijakan pembangunan kepariwisataan secara nasional, agar tidak menyimpang dari tujuan pembangunan kepariwisataan nasional yaitu 1 Meningkatkan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata, 2 Mengkomunikasikan destinasi pariwisata Indonesia dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien, dan bertanggung jawab, 3 Mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional, dan 4 Mengembangkan kelembagaan kapriwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran wisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. Diharapkan melalui pelaksanaan program-program pembangunan kepariwisataan yang dibuat, pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan akan meningkat. Sehingga dapat mewujudkan visi pembangunan kepariwisataan nasional yaitu terwujudnya Indonesia sebagai Negara tujuan wisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Ada empat unsur utama yang mendukung terselenggaranya rencana pembangunan, yaitu 1 Tersedianya perangkat hukum yang memadai, 2 Kesiapan aparat dan kelembagaan Pemerintah Daerah setempat, 3 Tersedianya dana yang cukup, dan 4 Dukungan masyarakat dalam mencapai tujuan. 11 DAFTAR PUSTAKA Boo, E. 1991. Making Ecotourism Sustainable Recommendation for Planning, Development and Management. In Whelan, T Ed. Nature Tourism – Managing for the Environment. Island Press. Burns, and A. Holden. 1997. Alternative and Sustainable Tourism Development – The Way Forward. In France, L. Ed. The Earthscan Reader in Sustainable Tourism. Earthscan. London. Fandeli, C. 2000. Perencanaan Nasional Pengembangan Ekowisata. Dalam Fandeli, C. dan Mukhlison ed. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. France, L. 1997. Principles of Sustaineble Tourism. In France, L. Ed. The Earthscan Reader in Sutainable Tourism. Earthscan. London. Grundy, 1993. Sustainable Development – An Emerging Paradigm? Proceedings of the Seventeenth Conference, New Zealand Geographical Society Conference 1993. Christchurch. New Zealand. IUCN. 1980. World Conservation Strategy. Living Reseources Conservation for Sustainable Development, IUCN, UNEP, WWF. Gland. Switzerland. MacKinnon. J., K. MacKinnon, G. Child, and J. Thorsell. Eds. 1986. Managing Protected Areas in the Tropics. IUCN, Gland. Switzerland. Nasikun. 1999. Globalisasi dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas. Makalah pada Lokakarya Penataran Pariwisata dalam Menyongsong Indonesia Baru. Depdagri-Puspar UGM. Puncak. Jawa Barat. Simatauw, M., L. Simanjuntak, Kuswardono. Gender dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Yayasan Pikul. Kupang. NTT. Soemarwoto, Otto. 2001. Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sulthoni, A. 2000. Pengembangan Ekowisata dalam Kawasan Konservasi. Dalam Fandeli, C dan Mukhlison Ed. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wearing, S and J. Neil. 2000. Ecotourism Impacts, Potentials and Possibilities. Butterworth-Heinemann. Oxford. Wood, 2002. Ecotourism Principles, Practices & Policies for Sustainability. UNEP. WTO/UNEP. 1992. Guidelines Development of National Parks and Protected Area for Tourism. * Makalah disampaikan pada Focus Group Discussion FGD Pengelolaan Teluk Bone Bidang Pariwisata, Kolaka-Sulawesi Tenggara, 7 Maret 2017. ... Berikut dijelaskan mengenai pengembangan yang dilakukan pada ekowisata mangrove Belagaone Karya berkaitan dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan merujuk pada teori yang diambil dari penetapan Badan Pariwisata Berkelanjutan Dunia, penelitian yang dilakukan oleh Sutiarso, 2018 ...... Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutiarso, 2018 Mengenai pembangunan fasilitas umum yang dilakukan, apakah turut memperhatikan kelangsungan ekologi yang ada, bapak Drs. Syarfarudin mengatakan ...... Selain itu, mengenai pengembangan ekowisata mangrove Belagaone Karya ini dari segi sosial dan budaya, sejauh ini dikatakan tidak seutuhnya sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutiarso, 2018, masyarakat sekitar memanglah memiliki keramah-tamahan dan mudah menerima siapa saja yang memasuki daerahnya, hanya saja masih sedikit sulit untuk mengajak masyarakat untuk berinteraksi dan turut sepenuhnya mendukung pengembangan yang dilakukan karena masyarakat sekitar juga memiliki kesibukan dalam usaha budidaya rumput laut yang merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat sekitar, masyarakat hanya mampu membantu sebisanya dengan cara turut menjaga kebersihan dan keindahan daerah sekitar ekowisata mangrove belagaone karya selain itu masyarakat sekitar juga tidak memiliki tradisi unik yang bisa dikemas menjadi produk wisata untuk dipromosikan. ...EvalindaFareis AlthaletsEkowisata Mangrove Belagaone Karya merupakan salah satu wisata mangrove pertama yang dibangun di pulau Nunukan. Memiliki potensi yang sangat baik untuk menarik minat pengunjung karena selain dapat menjadi wisata edukasi, dapat juga menjadi wisata olahraga bagi masyarakat yang ingin berjalan kaki diarea hutan mangrove. Tujuan dilakukan penelitian pada ekowisata mangrove ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengembangan yang dilakukan pada ekowisata mangrove Belagaoen Karya ini, dengan penelitian yang terfokus pada Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan dan dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatifimana data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan wawancara dengan keyinformanng merupakan Pembina Pokdarwis Nusa Karya dan informan yang merupakan Ketua Pokdarwis Nusa Karya yang mengelola ekowisata mangrove Belagaone Karya. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa pengembangan ekowisata mangrove Belagaone Karya telah dilaksanakan dengan cukup baik karena setiap aspek dari pengambangan yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan dan kriteria dari Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan baik dari segi ekologi, budaya dan ekonomi. Hanya saja memiliki beberapa hambatan dalam sistem pembangunan lebih lanjut, dimana pembangunan ini cukup berpengaruh dalam mendukung terealisasinya prinsip dari pengembangan pariwisata berkelanjutan dari segi ekonomi dan sosial-budaya. Hal ini juga disebabkan karena keterbatasan biaya serta pihak pokdarwis yang hingga saat ini belum membentuk badan pengelola khusus untuk menentukan dan mengatur mengenai biaya retribusi daya tarik wisata.... Perkembangan pariwisata di Indonesia membuat Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi yang memiliki kearifan dan keunikan pariwisata salah satunya yaitu Madura. Banyak pariwisata yang berkembang di Madura, antara lain ekowisata mangrove yang berfungsi sebagai peredam gelombang laut dari abrasi dan erosi, juga sarana edukasi untuk memperkenalkan keindahan dan budaya masyarakat setempat yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan perekonomian desa Sutiarso, 2018. Presiden Joko Widodo juga memberikan perhatian khusus terkait pentingnya restorasi mangrove untuk menghasilkan karbon kredit Jelita, 2021. ...... ; Rinuastuti et al., 2019 ;Sutiarso, 2018. Namun di sisi lain, perkembangan industri pariwisata juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi dan masyarakat seperti kerusakan lingkungan akibat pembangunan infrastruktur pariwisata, kenaikan harga pariwisata, produk lokal, dan perubahan gaya hidup masyarakat Yusuf & Hadi, 2020 ;Haque et al., 2020. ...Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan nilai dan manfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat dan mempengaruhi sektor lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi potensi wisata dan sumber daya yang ada untuk memudahkan penyusunan konsep perencanaan dan pengembangan pariwisata yang juga harus mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif yang dihasilkan. Dampak positif akan berpengaruh pada perekonomian masyarakat sedangkan dampak negatifnya adalah kerusakan alam dan perubahan budaya pada masyarakat. Pengembangan pariwisata perlu melibatkan masyarakat dalam mengelola keunikan dan kondisi daerah yang ada. Open Pit Nam Salu merupakan salah satu objek wisata eks tambang yang memiliki potensi menarik. Sebagai tambang timah terbesar di Asia Tenggara, kawasan objek wisata ini memiliki terowongan bawah tanah yang menjadi salah satu kegiatan yang menarik wisatawan yang berkunjung. Setiap pengunjung wajib mengikuti protokol keselamatan dan kesehatan yang ada. Obyek wisata Open Pit Nam Salu saat ini dikelola oleh Bapopnas Badan Pengelola Open Pit Nam Salu. Dalam pengembangan kawasan ini ada beberapa kendala yang dihadapi diantaranya sarana dan prasarana serta keterbatasan sumber daya manusia pariwisata dalam mengelola kawasan ini. Penulis melakukan penelitian pengembangan kawasan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui Bapopnas, pengembangan pariwisata kawasan ini sudah menunjukkan perubahan yang terlihat dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana, promosi dan pemasaran melalui media sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan.... Meanwhile, the uncontrolled growth of tourism infrastructure and without good planning in many countries triggers negative impacts in the form of social and environmental damage. On the other hand, according to Sutiarso 2018, various efforts have been made in order to develop an approach to building sustainable tourism. This is due to the awakening of awareness of the negative effects of tourism on the environment which in the future has grown special interest tourism including green tourism in relation to tourism development and environmental quality in the last two decades. ...Heni KrisnataliaNurdina PrasetyoMochammad AinanThis article aims to concentrate on the subject of destination marketing with a particular focus on the strategy development process through Green Tourism Packages for Tourist Destinations, illustrated by a case study from Kertayasa Tourism Village in West Java, Indonesia. The concept of Green Tourism as an alternative tourism part of ecotourism is one of the efforts that can improve environmental performance through effective and real environmental management techniques which will certainly give a different color to the development of other types of tourism so that it will certainly be very interesting to be developed as a marketing strategy. Furthermore, the achievement of environmental award-based marketing activities that receive international recognition will become an important instrument in marketing their services. In the end, through the concept of green tourism development, tourists or visitors can enjoy holidays according to their interests while supporting the sustainability of environmental conservation in these tourist destinations. The results of this study are ideas and suggestions through design ideas or initial concepts in marketing tourist destinations through packaging of green tour package products for tourists.... Tourism development in environmental areas needs to pay attention to the surrounding environment from damage due to sustainable development. Sutiarso [7] defines the direction of development policies not to deviate from development goals and not to damage the environment. The toughest challenge in building a tourism destination area is paying attention to the environment, what often happens in the field when tourism has succeeded in bringing in tourists is changing the environmental area in order to expand tourism capacity. ...Ghifary RamadhanAhmad Hudaiby Galih KusumahThis article discusses the Ten New Bali project program launched by the former Minister of Tourism and Culture Arief Yahya during the first period of President Joko Widodo's administration, ten tourist attractions that have been selected will be formed and aligned like Bali. The Ten New Bali Project has changed its program to the Five Super Priority Destinations program, the program only focuses on five tourist destinations, namely Lake Toba, North Sumatra, Borobudur Temple, Central Java, Mandalika, West Nusa Tenggara, Labuan Bajo, East Nusa Tenggara and Likupang, North Sulawesi. This project is expected to boost the economy, human resources of the local community and tourist arrivals. The purpose of this study is to identify how far the development of the five super priority destination projects has gone. Qualitative descriptive method was used in this study by using online media news sources and literature reviews as data sources. The results show that the correlation between tourism agencies and stakeholders has a very important role in accelerating the success of the Five Super Priority Destinations program and the Five Super Priority Destinations Project has succeeded in proving one tourist destination that has been inaugurated, namely Mandalika in West Nusa Tenggara, it can be concluded that the Lima project Super Priority Destinations are already 20% running and require a lot of time.... The strong paternalistic culture also contributes to the preservation of the Tengger tribe's cultural resources. Based on the result by Sutiarso, 2018 showed that the development and change of Tengger tribe are closely connected to the role of in fluential people, such as traditional leaders shamans and village government leaders. All kinds of village ritual activities are determined, led and regulated by traditional leaders shamans. ...Traditional ceremonies are one of cultural representation that is passed from generations. The public interest in traditional ceremonies was decreased by the time, especially for the younger generation. This study aimed to describe traditional ceremony activities in the Tengger tribe as sustainable tourism objects. The research method is descriptive qualitative using field survey. Data is collected through literature review, observation, and interviews. In-depth interviews were conducted with key informants with extensive knowledge and experience about the research object. The research object is traditional ceremonies such as Kasodo, Karo, and Unan-Unan. Triangulation method was used to test the validity and reliability of research data. The result found that the Yadnya Kasodo is a spiritual ceremony aimed to purify nature and carried out as gratitude to God by offering agricultural goods sajen and ongkek. The agricultural goods managed by the community to be used in the ceremony are flowers, fruits, vegetables, and livestock products. This traditional procession is closely related to the Bromo Tengger Semeru National Park spatial layout. Traditional ceremonial activities could become objects of sustainable tourism and are supported by sustainable resources.... Hal ini tentu saja akan mendorong seluruh stakeholder secara bersama -sama dalam menyusun strategi pengembangan pariwisata yang akan dilakukan dan difokuskan pada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan mengidentifikasi potensi yang dimiliki dan karakter masyarakat. Pengembangan pariwisata akan memberikan dampak peningkatan devisa negara, terciptanya lapangan pekerjaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat lebih co creation, Nafi'ah et al., 2020 ;Rinuastuti et al., 2019 ;Sutiarso, 2018. Namun, di sisi lain pengembangan pariwisata juga dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial seperti kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengembangan infrastuktur pariwisata, peningkatan harga barang lokal dan perubahan pola hidup masyarakat, Yusuf & Hadi, 2020 ;Haque et al., 2020. ...Tourism is one of the important sectors whose value and movement is to drive the people's economy and influence other sectors. However, in developing tourism it can have an impact on natural damage, so it needs to be defeated by the uniqueness and condition of the existing area. To develop the tourism that is owned, it needs to be done gradually and continuously so that this sector can move the entire community so that community participation can be realized in real terms. Therefore, this study aims to measure community wisdom in developing the tourism potential of Tebat Rasau in Lintang Village, East Belitung Regency. The research used a qualitative descriptive method. Data collection through interviews and field. The results showed that the community was able to encourage tourism development as evidenced by the development and infrastructure, the object of marketing tourism objects through social media and participation in training activities. The research results can be used as a driving force for tourism development in Lintang Village, East Belitung Regency.... The strategic approach to sustainable tourism by France 1997 is suggested small-scale, local management, and provide benefits to the community at large. [7] Furthermore in Agenda 21 and the WTO World Tourism Organization defines sustainable tourism "... meets the needs of present tourist and host regions while protecting and enhancing opportunities for the future. It is envisaged as leading to management of all resources in such a way that economic, social, and aesthetic needs can be fulfilled while maintaining cultural integrity, essential ecological processes, biological diversity and life support systems Insula, 1995. ...Erika Nurfathi AdnanSoedwiwahjono Soedwiwahjono Lintang Suminarem> Pariwisata kini menjadi sektor yang kembali menarik perhatian. Maraknya pariwisata Indonesia disebabkan kekayaan dan potensi yang dimiliki Indonesia. Momentum ini tentu harus berjalan dengan berkelanjutan agar tidak mengurangi kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh Indonesia. Pariwisata berkelanjutan merupakan aktivitas pariwisata yang mempertimbangkan sektor ekonomi, sosial , dan lingkungan dalam pengembangannya. Lombok merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan kekayaan alam dan budaya. Dalam pengembangan pariwisatanya, Lombok telah menetapkan konsep berkelanjutan untuk memberikan pengalaman budaya dan alam yang berkualitas. Dalam hal ini telah ditetapkan Kawasan Inti Pariwisata sebagai fokus pengembangan pariwisata, salah satuny a a da lah Kota Tua Ampenan. Kota Tua Ampenan menawarkan sejarah perkembangan perkotaan di P ulau Lombok. Tujuan penelitian ini ad alah untuk mengetahui bagaimana kesesuaian Kota Tua Ampenan dalam menunjang konsep pariwisata Lombok yang berkelanjutan. Kesesuaian ini nantinya didasarkan pada komponen pariwisata , yaitu atraksi, amenitas, aksesibilitas , dan kelembagaan. Komponen- komponen ini kemudian ditinjau kembali berdasarkan aspek berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. P engukur an bagaimana Kota Tua Ampenan mendukung pariwisata Lombok yang berkelanjutan dilakukan menggunakan t eknik analisis skoring. Penelitian ini menghasilkan bahwa komponen pariwisata berkelanjutan di Kawasan Pariwisata Kota Tua Ampenan mendukung konsep pariwisata Lombok yang berkelanjutan. .
  • aa0d6edcq5.pages.dev/318
  • aa0d6edcq5.pages.dev/571
  • aa0d6edcq5.pages.dev/144
  • aa0d6edcq5.pages.dev/68
  • aa0d6edcq5.pages.dev/17
  • aa0d6edcq5.pages.dev/654
  • aa0d6edcq5.pages.dev/154
  • aa0d6edcq5.pages.dev/393
  • aa0d6edcq5.pages.dev/495
  • aa0d6edcq5.pages.dev/847
  • aa0d6edcq5.pages.dev/667
  • aa0d6edcq5.pages.dev/101
  • aa0d6edcq5.pages.dev/776
  • aa0d6edcq5.pages.dev/356
  • aa0d6edcq5.pages.dev/473
  • bagaimanakah prinsip pengembangan kegiatan pariwisata