SuratAl Hujurat ayat 10 dan 13; Dalam surat Al Hujurat 10 ditekankan toleransi kepada sesama muslim, dan selalu berusaha mewujudkan perdamaian. Cara Mengetahui Asbab An-Nuzul dan Penjelasannya. 15 Ayat Sajdah dalam Al-Quran Beserta Artinya & Tulisan Arab. BNPT Sebut Tren Toleransi Masyarakat Naik Jadi 70,2 Persen.

SubJudul Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur'anJumlah 652 HalamanOleh Imam As-SuyuthiPenerbit Pustaka Al-KautsarKomentar Admin"Memahami ayat-ayat al-Qur’an tidak dapat dilakukan hanya bersandar kepada makna harfiah semata, tetapi harus didukung oleh sebab-sebab turunnya ayat, urutan turunnya ayat, sebab, dan tujuan diturunkannya. Pemahaman tersebut akan mengantar keyakinan umat terhadap kemurnian al-Qur’an sehingga tidak ada yang dapat melakukan perubahan maupun penggantian di Asbâbun Nuzûl karya ulama terkemuka Imam as-Suyuthi ini membahas latar belakang historis turunnya ayat-ayat al-Qur’an atau yang disebut Asbâbun Nuzûl, yaitu rangkaian peristiwa berdasarkan riwayat dari para sahabat dan tabi’in serta penukilan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan melalui tarjih antara berbagai dalil atau menghimpun berbagai dalil yang kerap terdapat pertentangan di dalamnya. Misalnya mengetahui Makiyah dan Madaniyah, nâsikh dan mansûkh, dan sejarah hukum Islam dalam al-Qur’an. Dengan mengetahui ayat al-Qur’an yang pertama kali turun dan yang terakhir turun maka kita juga dapat menetapkan rentang waktu turunnya al-Qur’an kepada Rasulullah ini merupakan edisi cetakan yang memiliki keunggulan karena ditahqiq dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir dan kitab Asbâbun Nuzûl karya Al-Wahidi. Selain itu, hadis-hadisnya ditakhrîj dengan cermat sehingga dapat diketahui statusnya; sahih atau dha’îf lemah. Oleh karena itu pantaslah jika buku ini menjadi rujukan umat yang tengah haus akan ilmu."

Sebelummemasuki kajian tentang Surat Al-Hujurat Ayat ke-6, kita perlu mengetahui arus utama kajian surat Al-Hujurat. ASBABUN NUZUL. Ayat ini, menurut laporan Ibn 'Abbâs, diturunkan berkaitan dengan kasus al-Walîd bin 'Uqbah bin Abî Mu'yth, yang menjadi utusan Rasul saw. untuk memungut zakat dari Bani Musthaliq. [13] M. Quraish
O believers! Avoid many suspicions, ˹for˺ indeed, some suspicions are sinful. And do not spy, nor backbite one another. Would any of you like to eat the flesh of their dead brother? You would despise that!1 And fear Allah. Surely Allah is ˹the˺ Accepter of Repentance, Most Merciful.
Baca Asbabun Nuzul Surat Al-Hujurat Ayat 12, Larangan Menggunjing Dengan demikian, Surat al-Baqarah ayat 44 mengingatkan kepada umat Islam bahwa tidaklah cukup berilmu saja. Melainkan harus mengamalkan apa yang telah dipelajarinya. Terlebih lagi, ketika bertugas sebagai juru dakwah atau pengajar.
BAB III TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 11-13 A. Asbabun Nuzul Berikut ini adalah bunyi lengkap surat al-Hujurat ayat 11-13 ⌦ ☺ ☺ ⌧ ☺ ⌧ 24 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka kecurigaan, Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha” QS. Al-Hujurat 49 11-13 Dalam suatu riwayat, ayat 11 surat al-Hujurat turun berkenaan dengan seorang laki-laki yang mempunyai dua atau tiga nama. Orang itu sering dipanggil dengan nama tertentu yang tidak ia senangi. Maka turunlah ayat ini sebagai larangan memberi gelar kepada orang lain, dengan nama-nama gelar di zaman jahiliah yang sangat banyak. Ketika Nabi SAW memanggil seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada beliau bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat yang melarang memanggil orang dewasa yang tidak disukainya. 1 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat 12 surat al-Hujurat turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang apabila selesai makan ia terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang mempergunjingkan perbuatannya itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang seseorang mengumpat menceritakan keaiban orang lain. 2 1 HQ Shaleh dan A Dahlan, Asbabun Nuzul, Bandung CV Penerbut Diponegoro, 1995, h. 473 2 HQ Shaleh dan A Dahlan, Asbabun Nuzul, Bandung CV Penerbut Diponegoro, 1995, h. 474 Sedangkan ayat 13 surat al-Hujurat turun ketika terjadi peristiwa penaklukan kota Makkah, Bilal naik ke atas panggung Ka’bah dan mengumandangkan azan. Berkatalah beberapa orang “apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah ?”. Maka berkatalah yang lainnya “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya”. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling mulia adalah yang paling takwa. 3 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah Dalam riwayat lain ayat ini turun berkenaan dengan Abi Hidin akan dikawinkan oleh Rasulullah kepada seorang wanita Bani Bayadlah. Bani Bayadlah berkata “Wahai Rasulullah pantaskah kalau kami mengawinkan puteri-puteri kami kepada budak-budak kami ?”. Ayat ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dengan orang merdeka. Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir di dalam kitab Mubhamad yang bersumber dari Abu bakar bin Abi Daud di dalam tafsirnya. B. Tafsir Surat al-Hujurat Ayat 11-13 Ayatini (QS. al-Hujurat :13) turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka. QS. al-Hujurat ayat 13 ini menegaskan kepada semua manusia bahwa ia diciptakan Allah Swt dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Allah Swt maha Kuasa dan Pencipta yang baik. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ﴿١١﴾ yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaskhar qaumum ming qaumin 'asā ay yakụnụ khairam min-hum wa lā nisā`um min nisā`in 'asā ay yakunna khairam min-hunn, wa lā talmizū anfusakum wa lā tanābazụ bil-alqāb, bi`sa lismul-fusụqu ba'dal-īmān, wa mal lam yatub fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diperolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olokkan perempuan lain karena boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk fasik setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. 11 Sebab Turunnya Ayat Penyusun kitab sunan yang empat meriwayatkan dari Abu Jabirah Ibnudh-Dhahhak yang berkata, “Adakalanya seorang laki-laki memiliki dia atau tiga nama panggilan. Boleh jadi ia kemudian dipanggil dengan nama yang tidak disenanginya. Sebagai responsnya, turunlah ayat, “...dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk...” Imam At-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini berkualitas hasanImam Al-Hakim dan lainnya juga meriwayatkan, “Pada masa jahiliyyah dahulu, orang-orang biasa digelari dengan nama-nama tertentu. Suatu ketika, Rasulullah memanggil seorang laki-laki dengan gelarnya. Seseorang lalu berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya gelar yang engkau sebut itu adalah gelar yang tidak disenanginya.’ Allah menurunkan ayat, “...dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk...”Dalam riwayat Imam Ahmad yang juga dari Abu Jabirah disebutkan, “Ayat ini turun berkenaan dengan kami, Bani Salamah. Pada saat Nabi saw sampai di Madinah, setiap laki-laki dari kami pasti memiliki dua atau tiga nama panggilan. Suatu ketika, Nabi Saw memanggil salah seorang dari mereka dengan nama tertentu. Orang-orang lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia marah dengan panggilan tersebut.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.”
AsbabunNuzul Surat Al Hujurat Ayat 13 Tafsir Surat Al Hujurat Ayat 13 1. Manusia adalah satu keturunan 2. Prinsip dasar hubungan manusia 3. Kemuliaan berbanding lurus dengan taqwa 4. Allah Maha Mengetahui Kandungan Surat Al Hujurat Ayat 13 Surat Al Hujurat Ayat 13 Beserta Artinya
Allah swt menciptakan manusia dengan segala perbedaannya. Perbedaan tersebut tidak hanya dari sisi jenis kelamin, tetapi juga warna kulit, bangsa, bahasa, ras, etnis, golongan, dan lain-lain. Budaya, cipta, dan karya yang dihasilkan juga beragam sehingga menciptakan harmoni kehidupan manusia yang hakikatnya lita’arafu. Artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” QS al-Hujurat [49] 13 Imam Suyuthi dalam kitab tafsirnya Al-Durr Al-Mantsur fi Tafsir Bil-Ma'tsur menyebutkan dua kisah turunnya surat al-Hujurat ayat 13 Kisah pertama pada saat Rasulullah memasuki kota Mekkah dalam peristiwa Fathu Makkah, Bilal bin Rabah naik ke atas Ka'bah dan menyerukan azan. Maka sebagian penduduk Mekkah yang tidak tahu bahwa di Madinah Bilal bin Rabah biasa menunaikan tugas menyerukan azan terkaget-kaget. Ada yang berkata "Budak hitam inikah yang azan di atas Kabah?” dalam riwayat lain di kitab Tafsir al-Baghawi al-Harits bin Hisyam mengejek dengan mengatakan "Apakah Muhammad tidak menemukan selain burung gagak ini untuk berazan?". Yang lain berkata, “Jika Allah membencinya, tentu akan menggantinya.” Lalu turunlah ayat 13 surat al-Hujurat. Kisah kedua Abu Hind adalah bekas budak yang kemudian bekerja sebagai tukang bekam. Nabi meminta kepada Bani Bayadhah untuk menikahkan salah satu putri mereka dengan Abu Hind. Tapi mereka menolak dengan alasan "Ya Rasul, bagaimana kami hendak menikahkan putri kami dengan bekas budak kami?" Lalu turunlah ayat 13 surat al-Hujurat. Pesan langit dalam ayat tersebut begitu luas atau universal, ia menghapus "kasta" dalam masyarakat Arab; menegaskan kembali bahwa sebagai hamba Allah bukan nasab, harta, bentuk rupa atau status pekerjaan yang menentukan keutamaan hamba Allah, tetapi ketakwaan. Dan ketakwaan itu tidak bisa dibeli atau diraih dengan mengandalkan keutamaan nasab, suku atau marga, tapi dengan amal shalih. Sayang, belakangan ini malah banyak yang hendak mengembalikan "kasta" masyarakat Arab yang sudah dihapus Nabi ini. Kalian punya nasab yang bagus, alhamdulillah. Kalian ke mana-mana memakai surban, alhamdulillah. Tapi kalau amal kalian jelek dan akhlak kalian buruk, maka ingatlah dengan ayat di atas bekas budak hitam legam seperti Bilal bin Rabah pun bisa jadi jauh lebih mulia. Semoga putihnya surban dan gamis kita itu juga seputih hati dan perbuatan kita. Potongan ayat di atas juga sangat 'modern' sekali diciptakanNya kita berbeda suku bangsa untuk "saling mengenal". Apa maksudnya? Keragaman itu merupakan sarana untuk kemajuan peradaban. Kalau kita hanya lahir di suku kita saja, tidak pernah mengenal budaya orang lain, tidak pernah bergaul dengan berbagai macam anak bangsa, dan hanya tahunya orang di sekitar kita saja, maka sikap dan tindak-tanduk kita seperti katak di dalam tempurung. Seseorang tidak bisa memilih lahir dari rahim ibu yang beragama apa, atau keturunan siapa atau tinggal di mana. Keragaman tidak dimaksudkan untuk saling meneror, memaksa atau melukai. Al-Qur'an mengenalkan konsep yang luar biasa keragaman itu untuk kita saling mengenal satu sama lain. Dengan saling mengenal perbedaan kita bisa belajar membangun peradaban. Dengan saling tahu perbedaan di antara kita maka kita akan lebih toleran; kita mendapat kesempatan belajar satu sama lain. Kesalahpahaman sering terjadi karena kita belum saling mengenal keragaman di antara kita. Dikatakan sangat 'modern' karena misalnya di negara tertentu di Barat saja ada penelitian yang menyebutkan bahwa mereka yang anti terhadap Muslim ternyata mereka tidak pernah bergaul akrab dengan orang Islam. Artinya, mereka yang mengenal orang Islam di lingkungannya tinggal, di sekolah atau di tempat kerja akan cenderung lebih toleran terhadap perbedaan. Nah, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita "saling mengenal" seperti pesan al-Qur'an terhadap pihak lain yang berbeda dengan kita? Bisakah kita menghargai dan belajar dari mereka yang selama ini kita benci? Dalam bentuknya yang 'modern', ayat di atas bisa dilihat dalam konteks teori psikologi dan sosiologi. Al-Qur'an menggunakan bentuk tafa'ala dalam redaksi lita'arafu yang bermakna saling mengenal. Fungsinya lil musyaarakati baina itsnaini fa aktsara. Tidak cukup interaksi kita itu hanya untuk mengenal yang lain, mereka pun harus juga mengenal kita. Interaksi kedua belah pihak akan melahirkan tidak hanya simpati tapi juga empati. Kalau kita meminta orang lain memahami kita, maka pihak lain pun meminta hal yang sama. Langkah awalnya persis seperti pesan al-Qur'an saling mengenal. Para leluhur kita sejak berabad-abad lalu telah mencetuskan bahwa walaupun berbeda-beda, tetapi kita tetap satu bhinneka tunggal ika. Semboyan tersebut bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad ke-14 pada era Kerajaan Majapahit. Indonesia beruntung telah memiliki falsafah bhinneka tunggal ika sejak dahulu ketika negara Barat masih mulai memerhatikan tentang konsep keberagaman. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keberagaman. Jika dilihat dari kondisi alam saja Indonesia sangat kaya akan ragam flora dan fauna, yang tersebar dari ujung timur ke ujung barat serta utara ke selatan di sekitar kurang lebih pulau. Indonesia juga didiami banyak suku sekitar kurang lebih suku yang menguasai bahasa daerah masing-masing sekitar 77 bahasa daerah dan menganut berbagai agama dan kepercayaan. Keberagaman ini adalah ciri bangsa Indonesia. Warisan kebudayaan yang berasal dari masa-masa kerajaan hindu, budha dan islam tetap lestari dan berakar di masyarakat. Atas dasar ini, para pendiri negara sepakat untuk menggunakan bhinneka tunggal ika yang berarti "berbeda-beda tapi tetap satu jua" sebagai semboyan negara. Bangsa Indonesia sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan lainya. Perbedaan tersebut dijadikan para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari berbagai suku semua terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua ikut berjuang dengan mengambil peran masing-masing. Fathoni
SuratAn-Naba' Ayat 34. (Dan gelas-gelas yang penuh) berisi khamar; dan di dalam Muhammad disebutkan pada salah satu. Surat Al-Mulk Ayat 13. ini ialah karena orang-orang musyrik mengatakan, sebagian di antara mereka kepada. Surat Al-Hijr Ayat 1. (Surat) ini adalah (sebagian dari) -Kitab (yang sempurna), yaitu (. Surat At-Taubah Ayat 129.
Ayat 1, yaitu firman Allah ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” al-Hujuraat 1 Sebab Turunnya Ayat Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abi Malakah bahwa Abdullah ibnuz-Zubair mengatakan kepadanya, “Suatu ketika sekelompok orang dari Bani Tamim datang mengahdap Rasulullah. Abu Bakar lalu berkata, Jadikanlah al-Qa’qa’ bin Ma’bad sebagai pimpinannya.’ Akan tetapi, Umar berkata, Tidak, tetapi yang lebih tepat dijadikan pemimpinnya adalah al-Aqra bin Habis.’ Mendengar ucapan itu, Abu Bakar berkata, Engkau sebenarnya hanya ingin berbeda pendapat dengan saya.” Akan tetapi, Umar menjawab, Saya tidak bermaksud menentang pendapat engkau.’ Keduanya lantas terlibat perdebatan hingga intonasi suara mereka meninggi. Berkenaan dengan kejadian itu, turunlah ayat ini sampai ayat 5, Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka….'” 490 Ibnul Mundzir meriwayatkan dari al-Hasan, “Pada hari raya Kurban, di antara para sahabat ada yang menyembelih kurbannya sebelum Rasulullah. Rasulullah lantas menyuruh mereka untuk mengulangi kurbannya kembali. Setelah itu, turunlah ayat, Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'” Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dalam kitab al-Adhaahi riwayat yang senada, namun dengan lafazh, “Ada seorang laki-laki yang menyembelih kurbannya sebelum shalat Idul Adha. Sebagai responnya, turunlah ayat, Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'” Imam ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Ausath dari Aisyah yang berkata, “Ada beberapa orang yang memajukan datangnya bulan baru sehingga mereka berpuasa sebelum Nabi saw.. Allah lalu menurunkan ayat, Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'” Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, “Disampaikan kepada kami bahwa beberapa orang sahabat pernah berkata, Jika saja Allah menurunkan hal ini dan itu.’ Allah lantas menurunkan ayat, Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'” Ayat 2, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari.” al-Hujuraat 2 Sebab Turunnya Ayat Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Di antara sahabat ada yang mengeraskan suara dalam berbicara dengan Rasulullah. Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ayat 3, yaitu firman Allah ta’ala, “Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” al-Hujuraat 3 Sebab Turunnya Ayat Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Tsabit bin Qais bin Syamas yang berkata, “Tatkala turun ayat 2, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi…,’ Tsabit bin Qais terlihat duduk di tengah jalan sambil menangis. Tidak lama berselang, Ashim bin Uday bin Ajlan lewat di hadapannya. Ashim lalu bertanya, “Kenapa engkau menangis?’ Tsabit menjawab, Karena ayat ini. Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya karena saya adalah seorang yang bersuara keras dalam berbicara.’ Ashim lantas melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Beliau kemudian memanggil Tsabit dan berkata, Sukakah engkau hidup dalam kemuliaan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?’ Tsabit segera menjawab, “Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara Rasulullah.’ Allah lalu menurunkan ayat 3, Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah,…'” Ayat 4, yaitu firman Allah ta’ala, “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau Muhammad dari luar kamarmu kebanyakan mereka tidak mengerti.” al-Hujuraat 4 Sebab Turunnnya Ayat Imam ath-Thabrani dan Abu Ya’la dengan sanad yang berkualitas hasan meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “Beberapa orang Badui datang ke dekat kamar Rasulullah dan mulai memangil-manggil, Wahai Muhammad! Wahai Muhammad!’ Allah lantas menurunkan ayat ini. Abdurrazzaq meriwayatkan dari Muammar dari Qatadah bahwa seorang laki-laki mendatangi rumah Nabi saw. dan berkata dengan suara keras, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah suatu keburukan.” Rasulullah lantas keluar menemuinya seraya berkata, “Celaka engkau, hal sperti itu hanya untuk Allah swt..” Selanjunya, turunlah ayat ini. Hadits di atas berstatus mursal. 491 Akan tetapi, ia didukung dengan beberapa riwayat lain yang marfu’, 492 antara lain sebagai berikut. Hadits dari Barra dan lainnya yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, namun tanpa menyebutkan turunnya ayat. Riwayat dari Ibnu Jarir dari al-Hasan. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aqra’ bin Habis bahwa ia memanggil Nabi saw. dari balik dinding kamar, tetapi beliau tidak menyahut. Ia lantas berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah keburukan.” Rasululah lantas menjawab, “Hal yang seperti itu hanya untuk Allah.” 493 Ibnu Jarir dan lainnya juga meriwayatkan dari Aqra’ bahwa ia mendatangi Nabi saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, keluarlah dan temui kami!” Sebagai responnya, turunlah ayat ini. Ayat 6, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” al-Hujuraat 6 Sebab Turunnya Ayat Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Harits bin Dhirar al-Khuza’i yang berkata, “Suatu ketika, saya mendatangi Rasulullah. Beliau lalu menyeru saya masuk Islam dan saya menyambutnya. Setelah itu, beliau menyeru saya untuk membayar zakat dan saya pun langsung menyetujuinya. Saya kemudian berkata, Wahai Rasulullah, izinkan saya kembali ke tengah-tengah kaum saya agar saya dapat menyeru mereka kepada Islam dan menunaikan zakat. Bagi mereka yang memenuhi seruan saya itu maka saya akan mengumpulkan zakat mereka. Setelah itu, hendaklah engkau mengutus seorang utusanmu ke Iban dan di sana saya akan menyerahkan zakat yang terkumpul tersebut.'” Setelah Harits menghimpun zakat dari kaumnya, ia lalu berangkat ke Iban. Akan tetapi, sesampainya di sana ternyata ia tidak menemukan utusan Rasulullah. Harits lantas menyangka bahwa terlah terjadi susuatu yang membuat Allah dan Rasulullah marah kepadanya. Ia lalu mengumpulkan para pemuka kaumnya dan berkata, “Sesungguhnya Rasulullah sebelumnya telah menetapkan waktu di mana beliau akan mengirimkan utusan untuk menjemput zakat yang telah saya himpun ini . Rasulullah tidak mungkin ingkar janji. Utusan beliau tidak mungkin tidak datang kecuali disebabkan adanya sesuatu yang membuat beliau marah. Oleh sebab itu, mari kita menghadap kepada Rasulullah.” Sementara itu, Rasulullah mengutus Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat dari kaum Harits. Namun, ketika baru berjalan beberapa lama, timbul perasaan takut dalam diri Walid, sehingga ia pun kembali pulang ke Madinah. Sesampainya di hadapan Rasulullah itulah, ia lalu berkata, “Sesungguhnya Harits menolak untuk menyerahkan zakat yang dijanjjikannya, Bahkan ia juga bermaksud membunuh saya.” Mendengar hal itu, Rasulullah segera mengirim utusan untuk menemui Harits. Ketika melihat utusan tersebut, Harits dan kaumnya dengan cepat menghampiri mereka seraya bertanya, “Ke mana kalian diutus?” Utusan Rasulullah itu menjawab, “Kepadamu.” Harits bertanya, “Kenapa?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Walid bin Uqbah kepadamu. Akan tetapi, ia melaporkan bahwa engkau telah menolak menyerahkan zakat dan juga bermaksud membunuhnya.” Dengan kaget, Harits menjawab, “Demi Allah yang mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, saya sungguh tidak melihatnya dan ia tidak pernah mendatangi saya.” Pada saat itu Harits menemu Rasulullah, beliau langsung berkata, “Apakah engkau menolak untuk menyerahkan zakatmu dan juga bermaksud membunuh utusan saya?” Ia lalu menjawab, “Demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, saya tidak pernah melakukannya.” Tidak lama berselang, turunlah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti,…” hingga ayat 8, “Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” Para perawi hadits ini adalah orang-orang terpercaya. Imam ath-Thabrani juga meriwayatkan hal serupa dari Jabir bin Abdullah, Alqamah bin Najiyah, dan Ummu Salamah. Selain itu, Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari al-Ufi dari Ibnu Abbas. Ayat 9, yaitu firman Allah ta’ala, “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” al-Hujuraat 9 Sebab Turunnya Ayat Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa suatu ketika Rasulullah mengendariai keledainya menemui Abdullah bin Ubay. Abdullah bin Ubay lantas berkata, “Menjauhlah dari saya karena bau busuk keledaimu telah membuat saya tidak nyaman.” Seorang laki-laki dari kalangan Anshar dengan cepat menjawab, “Demi Allah, sungguh bau keledai Rasulullah ini lebih wangi darimu.” Mendengar ucapan laki-laki itu, seseorang yang berasal dari suku yang sama dengan Abdullah marah. Akibatnya, pertengkaran antara kedua kelompok tersebut tidak terhindari sehingga mereka saling pukul dengan menggunakan pelepah kurma, tangan, dan terompah. Tidak lama berselang, turunlah ayat ini. 494 Sa’id bin Manshur dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Malik yang berkata, “Suatu hari, terjadi pertengkaran antara dua orang laki-laki muslim. Hal itu mengakibatkan kabilah yang satu ikut marah pada yang lain, demikian pula sebaliknya. Kedua kelompok itu pun lantas terlibat perkelahian massal dengan menggunakan tangan dan terompah. Allah lalu menurunkan ayat, Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.'” Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Ada seorang laki-laki Anshar bernama Imran. Ia memiliki seorang istri yang biasa dipanggil Ummu Zaid. Suatu hari, istrinya itu bermaksud mengunjungi salah seorang keluarganya, tetapi sang suami melarangnya dan mengurungnya di loteng rumah. Wanita itu lantas menginformasikan hal tersebut kepada kaumnya sehingga mereka langsung berdatangan untuk mengeluarkan dari tempat itu dan membawa pergi. Sang suami yang mengetahui hal itu lalu juga meminta bantuan kepada kaumnya. Keluarga dari pihak paman laki-laki itu pun lalu berdatangan dan mencoba untuk menghalangi wanita itu dari keluarganya. Akhirnya, kedua kelompok terlibat perkelahian dengan menggunakan pelepah kurma dan terompah. Berkenaan dengan mereka inilah turun ayat, Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.” Rasulullah lantas mengirim utusan untuk mendamaikan kedua kelompok tersebut. Mereka akhirnya menyerahkan penyelesaiannya pada keputusan Allah.” Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “Suatu ketika, terjadi pertikaian antara dua kelompok. Ketika mereka diseru kepada penyelesaian, mereka pun menolak. Sebagai responnya, turunlah ayat kesembilan ini.” Dari Qatadah, diriwayatkan, “Diinformasikan kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang laki-laki Anshar yang di antara keduanya terjadi persengketaan dalam hak tertentu. Salah seorang dari mereka lalu berkata, Sungguh saya akan merebutnya darimu, walaupun dengan kekerasan.’ Laki-laki yang kedua mencoba untuuk mengajaknya meminta keputusan kepada Rasulullah, tetapi ia menolaknya. Persengketaan itu terus berlangsung hingga akhirnya terjadi perkelahian di antara kedua pihak. Mereka pun saling memukul dengan tangan dan terompah. Untung saja perkelahian tersebut tidak berlanjut menggunakan pedang.” Ayat 11, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” al-Hujuraat 11 Sebab Turunnya Ayat Penulis kitab sunan yang empat meriwayatkan dari Abu Jabirah ibnudh-Dhahhak yang berkata, “Adakalanya seorang laki-laki memiliki dua atau tiga nama panggilan. Boleh jadi ia kemudian dipanggil dengan nama yang tidak disenanginya. Sebagai responsnya turunlah ayat, “…dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk…'” Imam at-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini berkualitas hasan. 495 Imam al-Hakim dan lainnya juga meriwayatkan dari Abu Jabirah yang berkata, “Pada masa jahiliah dahulu, orang-orang biasa digelari dengan nama-nama tertentu. Suatu ketika, Rasulullah memanggil seorang laki-laki dengan gelarnya. Seseorang lalu berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya gelar yang engkau sebut itu adalah yang tidak disenanginya.’ Allah lalu menurunkan ayat, …dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk…'” Dalam riwayat dari Imam Ahmad ang juga dari Abu Jabirah disebutkan, “Ayat ini turun berkenaan dengankami, Bani Salamah. Pada saat Nabi saw. sampai di Madinah, setiap laki-laki dari kami pasti memiliki dua atau tiga nama panggilan. Suatu ketika, Nabi saw. memanggil salah seorang dari mereka dengan nama tertentu. Orang-orang lalu berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia marah dengan panggilan tersebut.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.” Ayat 12, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka kecurigaan, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” al-Hujuraat 12 Sebab Turunnya Ayat Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang banyak menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman al-Farisi. Suatu ketika, Salman memakan sesuatu kemudian tidur lalu mengorok. Seseorang yang mengetahui hal tersebut lantas menyebarkan perihal makan dan tidurnya Salman tadi kepada orang banyak. Akibatnya, turunlah ayat ini.” Ayat 13, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” al-Hujuraat 13 Sebab Turunnya Ayat Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abi Malakah yang berkata, “Setelah pembebasan kota Mekah, Bilal naik ke atas Ka’bah lalu mengumandangkan azan. Melihat hal itu, sebagian orang lalu berkata, “Bagaimana mungkin budak hitam ini yang justru mengumandangkan azan di atas Ka’bah!’ Sebagian yang lain berkata dengan nada mengejek, Apakah Allah akan murka kalau bukan di ayang mengumandangkan azan?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitab al-Mubhamaat, “Saya menemukan tulisan tangan dari Ibnu Basykual yang menyebutkan bahwa Abu Bakar bin Abi Dawud meriwayatkan dalam kitab tafisrnya, Ayat ini turun berkenaan dengan Abi Hindun. Suatu ketika, Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah untuk menikahkan Abu Hindun ini dengan wanita dari suku mereka. Akan tetapi, mereka berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami akan menikahkan anak wanita kami dengan seorang budak.’ Sebagai responnya, turunlah ayat ini.'” Ayat 17, yaitu firman Allah ta’ala, “Mereka merasa telah memberi ni’mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah “Janganlah kamu merasa telah memberi ni’mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni’mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” al-Hujuraat 17 Sebab Turunnya Ayat Imam ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa suatu ketika sekelompok Arab Badui datang kepada Rasulullah dan berkata, Wahai Rasulullah, kami telah masuk Islam dan tidak memerangi engkau, sementara Bani Fulan tetap memerangi engkau.” Allah lalu menurunkan ayat ini. Al-Bazzar meriwayatkan riwayat yang mirip dengan itu dari Said bin Jabir dari Ibnu Abbas. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan hal yang sama dari al-Hasan, tetapi dengan tambahan keterangan bahwa hal itu terjadi pada saat berlangsungnya Fathu Makkah. Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazi yang berkata, “Pada tahun kesembilan, sepuluh orang dari Bani Asad mendatangi Nabi saw. dan di antara mereka terdapat Thalhah bin Khuwailid. Sementara itu, Rasulullah tengah duduk di masjid bersama para sahabat. Setelah memberi salam kepada Rasulullah, juru bicara mereka lalu berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya. Sekarang kami datang kepada engaku wahai Rasulullah padahal engkau tidak mengirim seorang pun untuk memanggil kami. Selain itu, kami juga menebarkan rasa aman pada orang-orang di sekitar kami.’ Allah lantas menurunkan ayat, Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislamam mereka…'” Said bin Manshur meriwayatkan dalam kitabnya dari Said bin Jabir yang berkata, “Beberapa orang laki-laki dari Bani Asad datang kepada Rasulullah. Mereka lalu berkata Kami datang kepada engkau dengan tidak memerangi engkau.’ Sebagai responsnya, Allah menurunkan ayat, Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka….'” 490. Shahih Bukhari, kitab al-Maghaaziy, hadits nomor 4367; Sunan at-Tirmidzi, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 3266. 491. Hadits yang tidak menyebutkan rawi di tingkat sahabat, tetapi dari tabi’in langsung kepada Nabi saw.. 492. Hadits yang sanadnya bersambung hingga ke Nabi saw. tanpa ada yang terputus rawinya. 493. Musnad Ahmad, jilid. 3, hlm. 488. 494. Shahih Bukhari, kitab as-Shulh, hadits nomor 2691, Shahih Muslim, kitab al-Jihad wa as-Siyar, hadits nomor 1799. 495. Sunan at-Tirmidzi, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 3268 dan Sunan Abi Dawud, kitab al-Adaab, hadits nomor 4962. Sumber Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie Gema Insani, hlm. 520 – 531. Post Views 112
AsbabunNuzul Surat Al-Isra' Ayat 32. Pada suatu ketika, lelaki bernama Murtdaz Al Ghonawi ditugaskan untuk membawa tawanan (seorang penjaja seks) dari Mekkah ke Madinah. Di tengah perjalanan penjaja seks tersebut mengajak berzina. Sesampainya di Madinah, Murtdaz bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai zina. Surat Al-Hujurat Ayat 12
Telah bercerita kepada kami Khalid bin Yazid Al Kilaniy telah bercerita kepada kami Abu Bakr dari Abu Hashin dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma menjelaskan tentang firman Allah dalam QS al-Hujurat ayat 13; "Wa ja'alnaakum syu'uubaw wa qabaa'ila lita'aarafuw" Dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku". Asy-Syu'ub jama' dari asy-Sya'bu adalah suku bangsa yang besar sedang al-qaba'il jama' dari al-qabilah adalah suku atau marga". Keterangan Hadits Hadits di atas diambil kitab Shahih Bukhari dengan nomor 3230. Selain dari kitab Shahih Bukhari, hadits dengan sanad dan matan yang sama juga ada dalam kitab Fathul Bari nomor 3489. Menurut ijma ulama, hadits di atas termasuk dalam kategori hadits Shahih. Sehingga bisa dijadikan referensi yang baik untuk mengkaji makna sebuah ayat, maupun untuk digunakan dalam rangka mencari solusi atas sebuah permasalahan. Dilihat dari sisi matannya, hadits di atas termasuk hadits yang berhubungan dengan ayat-ayat al Qur’an. Dalam hal ini, hadits Shahih Bukhari nomor 3230 merupakan penejelasan atau contoh implementasi kandungan dari QS al Hujurat[49] ayat 13 pada zaman Rasulullah.
AsbabunNuzul Surat Al-Hujurat Ayat 6-8. Nabi mengutus al-Wali>d bin 'Uqbah untuk mengambil zakat dari Bani al Mus}t}aliq yang baru masuk Islam. dan para perawinya tepercaya. Lihat: ad-Durr al-Mans\u>r, juz 13, hlm. 545; Luba>b an-Nuqu>l, hlm. 240. Hadis ini mempunyai beberapa pendukung (syawa>hid) yang mengangkat statusnya, misalnya
Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia riba 46 Benci 47 Al-Ankabut Ayat 43 48 langit 49 ilmu 50 al baqarah ayat 282 51 keadilan 52 ayat ayat tabungan dan investasi 53 al-maidah ayat 3 54 asbabun+nuzul+surat+ar+rahman+ayat+33 55 pohon 56 Puasa 57 al maidah ayat 2 58 Berusaha 59 al furqan ayat 67 60 hukum+tajwid+al
.
  • aa0d6edcq5.pages.dev/762
  • aa0d6edcq5.pages.dev/19
  • aa0d6edcq5.pages.dev/347
  • aa0d6edcq5.pages.dev/596
  • aa0d6edcq5.pages.dev/430
  • aa0d6edcq5.pages.dev/13
  • aa0d6edcq5.pages.dev/14
  • aa0d6edcq5.pages.dev/806
  • aa0d6edcq5.pages.dev/190
  • aa0d6edcq5.pages.dev/494
  • aa0d6edcq5.pages.dev/90
  • aa0d6edcq5.pages.dev/131
  • aa0d6edcq5.pages.dev/499
  • aa0d6edcq5.pages.dev/719
  • aa0d6edcq5.pages.dev/535
  • asbabun nuzul surat al hujurat ayat 13